Leo baru saja selesai mengajarkan rumus-rumus Fisika kepada Shizuka di ruang belajar rumah besar itu.
Dinding-dinding bergaya klasik Jepang berpadu dengan sentuhan modern, namun suasana terasa aneh — seperti ada yang disembunyikan. Shizuka duduk bersila di lantai, memperhatikan Leo dengan tatapan berbeda. Matanya seolah penuh rahasia yang belum ia ungkapkan. "Kamu selalu bawa kalung itu ya?" tanya Shizuka tiba-tiba, suaranya datar namun tajam. Leo reflek menggenggam liontin naga di dadanya. "Iya, ini peninggalan satu-satunya waktu aku ditinggal di panti asuhan," jawabnya jujur, sedikit heran dengan nada suara Shizuka. Shizuka tersenyum samar, matanya menatap liontin itu dalam-dalam. "Aku pernah lihat simbol itu…" bisik Shizuka pelan, nyaris seperti bicara pada dirinya sendiri. Leo langsung terkejut. "Kamu pernah lihat? Di mana?" Shizuka terlihat ragu sejenak, namun akhirnya berdiri dan mengisyaratkan Leo mengikutinya. Mereka berjalan melewati lorong rumah besar itu. Aroma kayu tua dan dupa tipis memenuhi udara. Shizuka membuka sebuah ruangan yang selama ini selalu tertutup — ruang penyimpanan keluarga. Di dalamnya, tergantung sebuah lukisan tua berbingkai emas. Lukisan itu menampilkan simbol naga yang sama persis seperti yang ada di liontin Leo. "Aku nggak tahu banyak, tapi keluarga kami… punya sejarah kelam yang berkaitan dengan simbol ini," ucap Shizuka lirih. Leo mendekat, jantungnya berdetak kencang. "Apa maksudmu? Kamu tahu siapa aku?" Shizuka menggeleng pelan, tapi ekspresinya semakin serius. "Tidak sepenuhnya. Tapi… aku tahu, lambang naga itu bukan sekadar hiasan. Itu lambang '9 Naga' — garis keturunan rahasia yang katanya… menguasai kekuatan, kekayaan, bahkan politik kota ini." Leo makin terdiam, rasa penasaran bercampur kecemasan menyelimuti pikirannya. "Dan keluarga kami… salah satunya terkait dengan mereka," lanjut Shizuka. "Terkait bagaimana?" desak Leo. Shizuka menunduk, suaranya lirih. "Kakekku dulu… adalah salah satu yang berkhianat pada '9 Naga'. Itu sebabnya, keluargaku selalu hidup dengan bayang-bayang rahasia dan kutukan…" Leo tercengang, potongan teka-teki mulai menyatu di kepalanya. "Jadi… kita berhubungan lebih dalam dari yang aku kira?" gumam Leo. Shizuka mengangguk pelan, lalu menatap Leo dengan tatapan penuh dilema. "Itu sebabnya aku harus hati-hati dekat sama kamu, Leo. Tapi semakin aku kenal kamu… aku semakin sulit menjaga jarak." Tanpa mereka sadari, di balik dinding kayu tua, seorang pria paruh baya berdiri diam. Mata tajamnya mengintip dari celah rahasia yang memang ada di rumah besar itu — Ayah Shizuka. Pak Hiroshi, ayah Shizuka, mendengar setiap kata percakapan mereka. Saat kata "liontin naga" terlontar dari bibir Leo, mata Pak Hiroshi langsung membesar, wajahnya berubah tegang. "Liontin naga? Mustahil… Keturunan itu seharusnya sudah lenyap sejak insiden besar itu…," gumamnya lirih, suaranya nyaris tak terdengar. Pak Hiroshi mengusap dagunya yang berkerut, otaknya berpacu cepat. Di genggamannya, ia memegang catatan tua — silsilah rahasia keluarga, penuh simbol-simbol klan 'Naga Emas'. "Atau… itu hanya kebetulan? Liontin tiruan? Tapi… kalau itu asli…," pikir Pak Hiroshi, keringat dingin mulai mengalir. Ingatan masa lalunya muncul. Dahulu, klan 'Naga Emas' adalah keluarga paling misterius dan ditakuti, menguasai perekonomian dan rahasia besar kota ini. Namun, tragedi pengkhianatan dan perang antar keluarga membuat 'Naga Emas' menghilang, dikira musnah. "Kalau anak itu… benar-benar keturunannya…," Pak Hiroshi berdiri sendirian di ruang bawah tanah tersembunyi, tempat penyimpanan pusaka keluarga. Di depannya tergantung bendera tua berwarna hitam dengan lambang pedang bersilang dan kepala naga emas, simbol klan penjaga. Tangannya bergetar saat menyentuh ukiran batu di dinding. "Naga Emas belum musnah... dia ada di sini… bocah itu… Leonardo…," ucap Hiroshi dengan mata berkaca. Dia membuka sebuah peti kayu tua, di dalamnya tersimpan catatan rahasia silsilah Klan Naga Emas dan Penjaga. Di lembaran tua itu, ada lukisan liontin naga yang identik dengan milik Leo. "Aku bersumpah, garis keturunan Naga Emas harus kulindungi… meski…," Hiroshi terdiam, wajahnya muram, "…meski artinya, aku harus melawan Davison dan seluruh elit kota ini." Hiroshi tahu Davison—ayah Erina—dan sekutunya adalah pihak yang berusaha menghancurkan Klan Naga Emas demi ambisi kekuasaan mereka. Tapi ada dilema lain, Hiroshi juga ayah dari Shizuka. Jika Leo dan Shizuka makin dekat, rahasia besar ini bisa menyeret anaknya ke bahaya besar. "Shizuka… aku harus menjaga kalian berdua… tapi bagaimana jika bocah itu belum siap? Bagaimana kalau dia belum tahu siapa dirinya?" gumam Hiroshi. Wajah Hiroshi dipenuhi beban, sebagai keturunan penjaga, sumpah keluarga mengalir dalam darahnya: "Melindungi Naga Emas, meski nyawa jadi taruhan." Hiroshi duduk termenung di ruang kerjanya, sebotol sake terbuka di meja, pikirannya berkecamuk. Di tangannya, ia memegang lembaran tua lambang Klan Naga Emas dan catatan silsilah keluarga 9 Naga, penguasa ekonomi dunia yang dikenal misterius dan nyaris tak tersentuh. "Kalau liontin itu asli… kalau dia memang keturunan 9 Naga… kenapa dia hidup seperti gelandangan?" gumam Hiroshi, mengernyit. Klan 9 Naga bukan hanya legenda. Mereka adalah elit global, penguasa bayangan yang mengontrol: ✅ Bank-bank terbesar dunia ✅ Perusahaan multinasional ✅ Perdagangan emas dan logam mulia ✅ Aset properti rahasia di berbagai benua Tapi Leo? Seorang mahasiswa kere, bekerja serabutan, bahkan untuk makan saja sulit. "Apa mungkin semua keturunan mereka lenyap? Atau dia… ditinggalkan?" Ingatan Hiroshi melayang ke masa lalu—dua dekade lalu, saat markas besar Klan Naga Emas diserbu oleh kelompok misterius, yang dikenal sebagai Tangan Hitam. Malam itu, darah mengalir, seluruh pewaris keluarga dikabarkan tewas. Tapi kini… "Kalau bocah itu adalah sisa terakhir… ini lebih besar dari yang aku duga," gumam Hiroshi, matanya tajam, penuh beban tanggung jawab. Ia memandang foto keluarga Shizuka, wajah putrinya tersenyum di sana. "Aku harus melindunginya… tapi juga dia… Leo… dia mungkin harapan terakhir Klan Naga." Tapi satu hal tetap membuat Hiroshi ragu: Kalau Leo pewaris sah, kenapa dia tidak tahu apa-apa? Hiroshi memandang keluar jendela rumah besar bergaya tradisional Jepang miliknya. Angin malam berhembus, membawa aroma hujan yang baru saja reda. Di tangannya, ia memegang dokumen lama bertuliskan simbol Klan Naga Emas. "Liontin itu… terlalu mirip… terlalu berbahaya." Pikirannya dipenuhi kecemasan. Meski bagian dirinya ingin percaya bahwa Leo adalah korban nasib, sisi lain dirinya—insting sebagai pewaris garis keturunan Klan Penjaga—mencium potensi ancaman besar. "Atau… dia hanya memanfaatkan ketidaktahuan Shizuka. Anak itu pintar, wajah polos, tapi siapa yang tahu isi hatinya?" Hiroshi ingat betul bagaimana Klan Naga Emas dihancurkan oleh musuh dari dalam—pengkhianatan, ambisi, dan manipulasi. "Kalau dia pewaris sah, kenapa dia hidup miskin? Atau semua ini bagian dari sandiwara?" Hiroshi mengepalkan tangan. Baginya, melindungi Shizuka adalah segalanya. Ia tidak bisa membiarkan anaknya terjerat cinta dengan seseorang yang misterius. Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu. "Ayah?" suara Shizuka lembut memanggil dari balik pintu. Hiroshi menyembunyikan dokumen di laci rahasia. "Masuk, Shizuka." Shizuka masuk, mengenakan piyama sederhana, wajahnya tampak ragu. "Ayah… kau diam-diam mengawasi Leo ya?" Hiroshi mengerutkan dahi. "Aku hanya melakukan apa yang perlu kulakukan. Demi melindungimu." "Leo bukan orang jahat, Ayah," suara Shizuka tegas, tapi Hiroshi hanya menatapnya dalam. "Kau terlalu mudah percaya. Dunia ini penuh tipuan, Shizuka. Anak itu membawa simbol yang seharusnya telah punah. Kalau dia memang keturunan 9 Naga, artinya dia bagian dari keluarga paling berbahaya di dunia. Dan kalau dia bukan? Berarti dia penipu yang memanfaatkan kelemahanmu." Shizuka terdiam, hatinya bimbang. Ia ingin membela Leo, tapi kata-kata ayahnya masuk akal. "Aku akan buktikan sendiri siapa dia," ucap Hiroshi tegas.Leo baru saja selesai mengajarkan rumus-rumus Fisika kepada Shizuka di ruang belajar rumah besar itu.Dinding-dinding bergaya klasik Jepang berpadu dengan sentuhan modern, namun suasana terasa aneh — seperti ada yang disembunyikan.Shizuka duduk bersila di lantai, memperhatikan Leo dengan tatapan berbeda. Matanya seolah penuh rahasia yang belum ia ungkapkan."Kamu selalu bawa kalung itu ya?" tanya Shizuka tiba-tiba, suaranya datar namun tajam.Leo reflek menggenggam liontin naga di dadanya."Iya, ini peninggalan satu-satunya waktu aku ditinggal di panti asuhan," jawabnya jujur, sedikit heran dengan nada suara Shizuka.Shizuka tersenyum samar, matanya menatap liontin itu dalam-dalam."Aku pernah lihat simbol itu…" bisik Shizuka pelan, nyaris seperti bicara pada dirinya sendiri.Leo langsung terkejut. "Kamu pernah lihat? Di mana?"Shizuka terlihat ragu sejenak, namun akhirnya berdiri dan mengisyaratkan Leo mengikutinya.Mereka berjalan melewati lorong rumah besar itu.Aroma kayu tua dan
Langit malam gelap tanpa bintang, hanya lampu taman yang redup menemani sepi.Leo duduk di bangku taman, memandangi kalung dan kunci pemberian Suster Maria. Pikirannya kacau.Tiba-tiba langkah kaki terdengar di belakangnya."Leo..." suara lembut itu familiar.Leo menoleh. Erina berdiri di sana, mengenakan sweater abu-abu, matanya merah seperti habis menangis."Erina? Kenapa kau di sini malam-malam begini?" tanya Leo, sedikit cemas.Erina duduk di sampingnya, menatap ke depan tanpa bicara beberapa detik.Udara malam dingin, tapi keheningan lebih menusuk."Aku... aku dengar ayahku akan melakukan sesuatu pada dirimu," ucap Erina akhirnya, suaranya bergetar.Leo terkejut, namun mencoba tetap tenang. "Aku sudah biasa ditekan orang-orang seperti ayahmu."Erina menggeleng, air mata mulai mengalir. "Kau tidak mengerti, Leo.Ayahku... dia bukan orang yang hanya bicara. Dia akan menghancurkanmu, dengan cara apapun."Leo menarik napas dalam. "Aku tidak takut, Erina. Aku sudah melewati banyak hal
Erina," panggil Leo lembut , "aku mengerti perasaanmu. Tapi, aku mohon jangan terlalu memikirkan hal ini""Aku akan berusaha mencari pekerjaan yang lebih baik."Erina mengangguk pelan, air matanya kembali menetes."Aku hanya tidak ingin kehilanganmu, Leo.""Aku mengerti Erina," balas Leo tulus."Tapi, kita harus menghadapi kenyataan. Kita berbeda.""Tapi cinta tidak mengenal perbedaan, bukan?" tanya Erina lirih.Leo terdiam. Ia tahu Erina benar, namun kenyataan hidup seringkali terlalu kejam. Ia tidak ingin menyakiti hati Erina, namun ia juga tidak ingin memberikan harapan palsu."Aku tidak tahu harus berkata apa lagi, Erina," ucap Leo akhirnya.Erina tersenyum pahit. "Tidak apa-apa, Leo. Aku mengerti."Setelah itu, Erina pamit pulang. Leo kembali masuk ke dalam kamarnya. Ia merasa sangat lelah, baik fisik maupun mental.Sementara itu, Jimmy sedang menyusun rencana jahatnya.Ia ingin menghancurkan hidup Leo dan merebut Erina darinya.Dengan foto yang telah ia ambil, Jimmy yakin rencan
Sudah dua hari leo hanya mengurung diri dirumah sewaannya, tanpa beranjak dari tempat tidurnya leo terus memikirkan nasib dirinya.Jelas leo sangat sedih dengan asal-usul dirinya itu, kenapa dia bisa berada dipanti asuhan.Apalagi leo masih terngiang dengan ucapan davison bahwa dirinya adalah anak yang tidak jelas asal usulnya.Leo pun membuka lemari yang berada di samping tempat tidurnya, sebuah kotak diambilnya dari dalam lemari.Didalam kotak itu berisikan sebuah kunci yang terbuat dari platinum dan sebuah kalung yang mempunyai liontin naga.Hanya benda itu satu-satunya yang leo miliki dari tempat panti asuhan yang diberikan kepadanya sebagai warisan dari keluarganya.Namun beberapa kali leo menanyakan kepada pengurus panti asuhan dimana orang tuanya berada, pihak panti asuhan hanya menggelengkan kepalanya tanda tidak tahu."Aku yakin orang tua ku masih hidup!""Tapi dimana mereka sekarang?""Kenapa mereka meninggalkanku di panti asuhan?"Apa mungkin aku ini memang anak yang tidak
"Bagaimana aku bisa melunasi uang sewa rumah bulan ini?""Sedangkan aku baru saja dipecat gara-gara sering telat datang bekerja!""Uangku tidak cukup untuk membayar sewa bulan ini""Hmmm,,""Untuk sekarang aku harus mencari beberapa pekerjaan paruh waktu supaya cepat mendapatkan uang agar bisa membayar sewa rumah ini" Ucap Leo Yang sedang merebahkan tubuhnya di kasurLeonardo tumbuh besar di tempat panti asuhan, semenjak menginjak usia remaja, pemerintah tidak lagi memberikan dia tunjangan di panti asuhan tersebut.Oleh karena itu Leonardo menghidupi dirinya sendiri dengan bekerja di toko roti milik seorang pengusaha di tempatnya itu.Namun kelalaian Leonardo membuat dirinya dipecat dari tempat dia bekerja, dia sering terlambat datang bekerja bukan karena tidak punya alasan.Melainkan Leonardo harus menjalani kuliahnya di salah satu universitas ternama, walaupun universitas itu diisi oleh orang-orang kelas atas, namun kecerdasan leo membawa dirinya untuk mendapatkan beasiswa dari Univ