Erina," panggil Leo lembut , "aku mengerti perasaanmu. Tapi, aku mohon jangan terlalu memikirkan hal ini"
"Aku akan berusaha mencari pekerjaan yang lebih baik." Erina mengangguk pelan, air matanya kembali menetes. "Aku hanya tidak ingin kehilanganmu, Leo." "Aku mengerti Erina," balas Leo tulus. "Tapi, kita harus menghadapi kenyataan. Kita berbeda." "Tapi cinta tidak mengenal perbedaan, bukan?" tanya Erina lirih. Leo terdiam. Ia tahu Erina benar, namun kenyataan hidup seringkali terlalu kejam. Ia tidak ingin menyakiti hati Erina, namun ia juga tidak ingin memberikan harapan palsu. "Aku tidak tahu harus berkata apa lagi, Erina," ucap Leo akhirnya. Erina tersenyum pahit. "Tidak apa-apa, Leo. Aku mengerti." Setelah itu, Erina pamit pulang. Leo kembali masuk ke dalam kamarnya. Ia merasa sangat lelah, baik fisik maupun mental. Sementara itu, Jimmy sedang menyusun rencana jahatnya. Ia ingin menghancurkan hidup Leo dan merebut Erina darinya. Dengan foto yang telah ia ambil, Jimmy yakin rencananya akan berhasil. Ia menghubungi ayah Erina yaitu Davison, Jimmy mengirimkan beberapa gambar foto yang berhasil dia potret ketika Leo berpelukan dengan Erina. Jimmy yakin pasti ada sesuatu yang bisa ia gunakan untuk menjatuhkan Leo. "Lihat saja kau Leo!" "Kini tamatlah riwayat mu!" Ucap Jimmy dengan tangannya mengepal. Tidak lama Jimmy pun dihubungi oleh Davison melalui seluler miliknya. "Apa benar yang kau kirimkan ini Jimmy" tanya Davison dengan menahan amarahnya. "Seperti yang anda lihat tuan, tidak mungkin aku membohongi anda" ucap Jimmy "Manusia tidak tau diri itu ternyata masih menghubungi anakku Erina!" "Apa dia sudah bosan hidup" "Anak tidak jelas seperti itu Hanya mengotori keluargaku saja!" "Akan kuhabisi kau secepatnya anak brengsek!" Ucap Davison "Tenang tuan, anda tidak perlu mengotori tangan anda dengan darah orang yang tidak berguna seperti itu" ucap Jimmy "Itu hanya menyebabkan citra baik bangsawan yang disandang keluarga anda akan menurun" "Terlebih saat ini perusahaan anda berada di puncak kesuksesan di kota ini" "Jangan sampai gara-gara satu lalat berimbas kepada semuanya" ucap Jimmy "Lalu apa yang harus aku lakukan!?" Davison menahan amarahnya "Tentu, anda adalah seorang bangsawan tuan Davison" "Anda tidak perlu repot-repot menyingkirkan dia" ucap Jimmy "Apa maksudmu Jimmy?" "Apakah tuan mengenal dewan komite universitas tempat Leo kuliah?" Tanya Jimmy "Tentu saja aku kenal! Apakah dia adalah pamannya Alex?Semua pejabat yang ada di kota ini adalah sahabatku semua!" "Baiklah tuan Davison, kenapa anda tidak meminta dia untuk mengeluarkan Leo dari universitas itu" "Sehingga Erina tidak akan bertemu lagi dengan Leo" ucap Jimmy "Hmmmm,, kau memang cerdas juga Jimmy, pantas ayahmu menjadi orang sukses dan salah satu terkaya dikota ini" "Seandainya saja Erina mau denganmu mungkin aku akan menyetujuinya " "Terimakasih tuan Davison, anda terlalu memuji berlebihan kepadaku" ucap Jimmy "Tapi gara-gara anak yang tidak jelas itu berada di samping Erina, otak anaku menjadi tidak jelas juga" "Tenanglah! Aku tidak hanya mengeluarkan dia dari universitas itu!, tapi aku juga akan mengusir dia dari kota ini!" Ucap Davison Jimmy tertawa sinis mendengar Davison berucap seperti itu. *** Hari-hari berikutnya, Leo fokus pada dua hal yaitu mencari pekerjaan dan mengajar Shizuka. Shizuka ternyata adalah murid yang cerdas dan rajin. Ia sangat cepat memahami penjelasan Leo. Di sela-sela kesibukannya, Leo juga sering menghubungi panti asuhan. Ia ingin mencari tahu lebih banyak tentang orang tuanya. Namun, sampai saat ini belum ada petunjuk baru. Suatu hari, saat sedang berjalan-jalan di taman kota, Leo bertemu dengan seorang wanita tua. Wanita itu tampak familiar. Setelah diperhatikan dengan seksama, Leo baru menyadari bahwa wanita itu adalah salah satu suster di panti asuhan tempat ia dibesarkan. "Suster Maria!" seru Leo terkejut. Suster Maria tersenyum hangat. "Leo, apa kabar? Sudah lama kita tidak bertemu." Mereka duduk di bangku taman dan mengobrol panjang lebar. Suster Maria menceritakan banyak hal tentang panti asuhan dan anak-anak asuhnya. "Suster, apakah ada sesuatu yang Suster ingin sampaikan kepada saya?" tanya Leo penasaran. Suster Maria terdiam sejenak. "Leo, sebenarnya ada satu hal yang ingin aku katakan padamu. Tapi, aku takut kamu akan kecewa." Leo menatap Suster Maria dengan penuh harap. "Katakan saja, Suster." Suster Maria menarik napas dalam-dalam. "Dulu, saat kamu masih bayi, ada seorang wanita yang datang ke panti asuhan. Wanita itu meninggalkanmu di depan pintu gerbang dengan sebuah kalung dan sebuah kunci. Ia meminta kami untuk merawatmu dengan baik." "Kalung dan kunci itu masih saya simpan," lanjut Suster Maria. Ia mengeluarkan sebuah kotak kecil dari tasnya dan menyerahkannya kepada Leo. Leo membuka kotak itu dan melihat kalung dan kunci yang sama persis dengan yang ia miliki. Air matanya mengalir deras. "Jadi, orang tua saya untuk masih hidup?" tanya Leo dengan suara bergetar. Suster Maria mengangguk pelan. "Mungkin saja. Tapi, aku tidak tahu siapa dia dan di mana dia sekarang." "Itu sudah lama berlalu Leo, bahkan wajahnya yang pun aku sudah tidak ingat" "Yang terpenting sekarang kau sudah hidup sendiri tanpa bantuan orang lain, kau sudah mampu menghidupi dirimu sendiri " "Jangan pernah menyerah dengan keadaanmu sekarang, mulai kau datang ke pantai asuhan sampai kau sudah dewasa seperti ini, aku selalu bermimpi tentang kau Leo" "Aku terus bermimpi kau menjadi orang sukses, bahkan kesuksesanmu tidak ada apa-apanya dibandingkan orang terkaya di kota ini" ucap suster Maria "Tapi suster, itu hanyalah mimpi, kenyataan sekarang aku bukanlah siapa-siapa " "Bahkan untuk memenuhi kebutuhanku sehari-hari saja aku tidak mampu " ucap Leo tertunduk "Percayalah Leonardo, aku tidak pernah bermimpi sekuat ini, seakan mimpi itu nyata" "Selama hidupku, aku tidak pernah bermimpi kecuali memimpikan mu Leo" ucap suster Maria menatap Leo Didalam hati, leo berpikir bahwa suster Maria hanya menghibur dirinya yang sedang susah. Leo tau betapa memprihatinkan keadaan dirinya saat ini, bahkan selama di panti asuhan hanya Leo lah yang tidak memiliki kerabat satu pun di antara anak panti asuhan lain. "Baiklah suster, aku harus pamit untuk menyelesaikan tugas kuliah dulu" "Banyak tugas yang belum aku selesaikan karena aku terlalu sibuk mencari uang untuk mencukupi kebutuhanku" ucap Leo "Silahkan Leo, tapi nanti ketika kau sudah sukses seperti mimpiku, mungkin aku sudah tiada Leo" "Aku berharap kau akan menemukan orang tuamu dan hidup lebih baik" ucap suster Maria "Jangan bicara seperti itu suster, aku akan selalu mengunjungimu setiap akhir pekan ke panti asuhan" ucap Leo meninggalkan tempat itu menuju kerumahnya. Matahari mulai terbenam di sore itu, bayangan suster Maria yang sedang duduk di kursi taman mulai redup dengan pudarnya cahaya matahari yang ditelan malam perlahan.Leo baru saja selesai mengajarkan rumus-rumus Fisika kepada Shizuka di ruang belajar rumah besar itu.Dinding-dinding bergaya klasik Jepang berpadu dengan sentuhan modern, namun suasana terasa aneh — seperti ada yang disembunyikan.Shizuka duduk bersila di lantai, memperhatikan Leo dengan tatapan berbeda. Matanya seolah penuh rahasia yang belum ia ungkapkan."Kamu selalu bawa kalung itu ya?" tanya Shizuka tiba-tiba, suaranya datar namun tajam.Leo reflek menggenggam liontin naga di dadanya."Iya, ini peninggalan satu-satunya waktu aku ditinggal di panti asuhan," jawabnya jujur, sedikit heran dengan nada suara Shizuka.Shizuka tersenyum samar, matanya menatap liontin itu dalam-dalam."Aku pernah lihat simbol itu…" bisik Shizuka pelan, nyaris seperti bicara pada dirinya sendiri.Leo langsung terkejut. "Kamu pernah lihat? Di mana?"Shizuka terlihat ragu sejenak, namun akhirnya berdiri dan mengisyaratkan Leo mengikutinya.Mereka berjalan melewati lorong rumah besar itu.Aroma kayu tua dan
Langit malam gelap tanpa bintang, hanya lampu taman yang redup menemani sepi.Leo duduk di bangku taman, memandangi kalung dan kunci pemberian Suster Maria. Pikirannya kacau.Tiba-tiba langkah kaki terdengar di belakangnya."Leo..." suara lembut itu familiar.Leo menoleh. Erina berdiri di sana, mengenakan sweater abu-abu, matanya merah seperti habis menangis."Erina? Kenapa kau di sini malam-malam begini?" tanya Leo, sedikit cemas.Erina duduk di sampingnya, menatap ke depan tanpa bicara beberapa detik.Udara malam dingin, tapi keheningan lebih menusuk."Aku... aku dengar ayahku akan melakukan sesuatu pada dirimu," ucap Erina akhirnya, suaranya bergetar.Leo terkejut, namun mencoba tetap tenang. "Aku sudah biasa ditekan orang-orang seperti ayahmu."Erina menggeleng, air mata mulai mengalir. "Kau tidak mengerti, Leo.Ayahku... dia bukan orang yang hanya bicara. Dia akan menghancurkanmu, dengan cara apapun."Leo menarik napas dalam. "Aku tidak takut, Erina. Aku sudah melewati banyak hal
Erina," panggil Leo lembut , "aku mengerti perasaanmu. Tapi, aku mohon jangan terlalu memikirkan hal ini""Aku akan berusaha mencari pekerjaan yang lebih baik."Erina mengangguk pelan, air matanya kembali menetes."Aku hanya tidak ingin kehilanganmu, Leo.""Aku mengerti Erina," balas Leo tulus."Tapi, kita harus menghadapi kenyataan. Kita berbeda.""Tapi cinta tidak mengenal perbedaan, bukan?" tanya Erina lirih.Leo terdiam. Ia tahu Erina benar, namun kenyataan hidup seringkali terlalu kejam. Ia tidak ingin menyakiti hati Erina, namun ia juga tidak ingin memberikan harapan palsu."Aku tidak tahu harus berkata apa lagi, Erina," ucap Leo akhirnya.Erina tersenyum pahit. "Tidak apa-apa, Leo. Aku mengerti."Setelah itu, Erina pamit pulang. Leo kembali masuk ke dalam kamarnya. Ia merasa sangat lelah, baik fisik maupun mental.Sementara itu, Jimmy sedang menyusun rencana jahatnya.Ia ingin menghancurkan hidup Leo dan merebut Erina darinya.Dengan foto yang telah ia ambil, Jimmy yakin rencan
Sudah dua hari leo hanya mengurung diri dirumah sewaannya, tanpa beranjak dari tempat tidurnya leo terus memikirkan nasib dirinya.Jelas leo sangat sedih dengan asal-usul dirinya itu, kenapa dia bisa berada dipanti asuhan.Apalagi leo masih terngiang dengan ucapan davison bahwa dirinya adalah anak yang tidak jelas asal usulnya.Leo pun membuka lemari yang berada di samping tempat tidurnya, sebuah kotak diambilnya dari dalam lemari.Didalam kotak itu berisikan sebuah kunci yang terbuat dari platinum dan sebuah kalung yang mempunyai liontin naga.Hanya benda itu satu-satunya yang leo miliki dari tempat panti asuhan yang diberikan kepadanya sebagai warisan dari keluarganya.Namun beberapa kali leo menanyakan kepada pengurus panti asuhan dimana orang tuanya berada, pihak panti asuhan hanya menggelengkan kepalanya tanda tidak tahu."Aku yakin orang tua ku masih hidup!""Tapi dimana mereka sekarang?""Kenapa mereka meninggalkanku di panti asuhan?"Apa mungkin aku ini memang anak yang tidak
"Bagaimana aku bisa melunasi uang sewa rumah bulan ini?""Sedangkan aku baru saja dipecat gara-gara sering telat datang bekerja!""Uangku tidak cukup untuk membayar sewa bulan ini""Hmmm,,""Untuk sekarang aku harus mencari beberapa pekerjaan paruh waktu supaya cepat mendapatkan uang agar bisa membayar sewa rumah ini" Ucap Leo Yang sedang merebahkan tubuhnya di kasurLeonardo tumbuh besar di tempat panti asuhan, semenjak menginjak usia remaja, pemerintah tidak lagi memberikan dia tunjangan di panti asuhan tersebut.Oleh karena itu Leonardo menghidupi dirinya sendiri dengan bekerja di toko roti milik seorang pengusaha di tempatnya itu.Namun kelalaian Leonardo membuat dirinya dipecat dari tempat dia bekerja, dia sering terlambat datang bekerja bukan karena tidak punya alasan.Melainkan Leonardo harus menjalani kuliahnya di salah satu universitas ternama, walaupun universitas itu diisi oleh orang-orang kelas atas, namun kecerdasan leo membawa dirinya untuk mendapatkan beasiswa dari Univ