Degup jantung nur mulai terpacu kuat, sedikit demi sedikit ia melangkah memasuki area ndalem melewati pintu samping. Meski di belakang nya sudah ber tengger tas ransel yang ia pinjam, guna menutupi dua kotak spesial itu. Namun, tetap saja dia harus waspada.
"nur"Suara panggilan dari belakang membuat nur terpaksa berhenti. Sambil mengatur detak jantung nya, dia berbalik ke belakang mentap perempuan yang ber- gelar mertua nya sedang berjalan mendekat ke arah nya. Wanita yang bersahaja di usia nya yang tak lagi muda, tersenyum menatap nur."Umik hanya mau kasih tau kamu, jika kita nggak jadi ke kota. Abah mu lagi kurang enak badan, lagian kamu juga sudah di belikan mas mu gaun bagus, nduk,""Nggeh, umik. Mboten nopo""Ya, sudah umik balik ke kamar dulu ya, nduk.""Nggeh, umik!"Sedetik kemudian, Bu nyai dengan langkah halus kembali masuk ke dalam kamar, sedikit pun beliau tak menaruh curiga terhadap isi ransel yang menantu nya bawa.Sepeninggal Bu nyai, nur mengernyitkan dahi, "daun dari Gus naufal? Apa beliau tahu bila hari ini aku...."Buru buru nur menapaki tangga dengan hati yang campur aduk. Antara bahagia dan tanda tanya. Gerangan apa yang terjadi hingga membuat Gus naufal berubah menjadi lembut dengan nya?nur membuka pintu, benar ternyata ada kotak berukuran sedang tergelak di atas nakas nya. Kotak yang cantik dengan aksen pita besar di pinggir nya. nur berjalan mendekat dengan perasaan berdebar debar. Ragu ragu ia sentuh kotak bertuliskan kotak bernama itu yang sudah ia bayangkan kemewahan gaun di dalam nya. Dahulu ia hanya bisa melihat saja lewat kaca toko bila ia lewat, dengan merapal doa agar suatu saat ia bisa mempunyai satu koleksi dari toko tersebut. Harga satu baju itu bisa berlipat kos bulanan santri. Apalagi gaun. Tidak satupun sampai sekarang berhasil nur beli.nur membuka dengan dada berdebar, dia mengerjap ngerjap mata hampir tak percaya. Gaun manis dengan aksen rampel di tangan nya, dengan warna kalem adalah perpaduan pas dengan kulit nur yang bersih.Hampir nur terharu sambil merabai gaun itu. Dia sedikit tak percaya bila Gus naufal bisa seromantis ini. nur sedikit menyesal karena sedikit berburuk sangka pada suaminya. Apa ini cara Gus naufal meminta maaf? Atau mungkin saja ini cara Gus naufal mengungkapkan terima kasih atas pengabdian nur, bisa saja Gus naufal ingin berikan surprise di hari bahagia nur ini. Tapi, yang jelas, nur harus menunjukkan rasa terima kasih nya dengan segera mencoba gaun cantik itu."Subhanallah, bagus sekali gaun ini." Puji nur di depan cermin. Dengan perasaan gembira, ia mematut diri sambil sesekali berputar. Memastikan bahwa ini bukan mimpi semata."Aw... Sakit! Berarti ini bukan mimpi!" Adu nur usai mencubit pipi nya sendiri."Aku harus berterima kasih kepada Gus naufal." Senyum nur mengembang sempurna. Dia merabai dada nya yang tiba tiba berdetak kencang tak seperti biasa."Ada apa ini? Kenapa aku jadi tegang sekali" nur merasai ritme detak jantung nya yang sedari tadi berdebar kencang. Membayangkan reaksi Gus naufal saja, sudah teramat bahagia."Gaun nya cantik sekali. Sayang, putri nya kucel." Lirih nur. Dia punya ide untuk membubuhkan kan lipstik dan bedak tipis hingga akhirnya nur merasa wajah nya tak terlalu pucat seperti tadi.Suara ketukan pintu menambah ritme debaran jantung nur. Dengan langkah malu malu dia berjalan ke arah pintu, membuka pintu lalu membiarkan lelaki itu masuk."nur..." Suara Gus naufal tercekat di tenggorokan. Suara deru nafas nya menandakan bila ia sedang di selimuti kemarahan yang sudah di sampai puncak nya.Tak sadar, Gus naufal membanting pintu agak keras, hingga membuat nur berjingkat takut. Apa salah nur sebenarnya. Kenapa Gus naufal terlihat seperti ingin memusnahkan nur dari hadapan nya."Nggeh... Gus" takut takut nur berucap."Siapa yang menyuruh mu pakai baju itu?" Gus naufal menuding gaun itu dengan tangan menunjuk nunjuk ke arah gaun itu. Nafas nya memburu dan tangan nya mengepal. Dada naufal merasa sesak karena detik itu ingin sekali dia melampiaskan amarah. Gaun yang ia telah rencanakan untuk Zahra, lancang di pakai oleh nur. Wanita yang terpaksa ia terima untuk menenangkan hati umi nya.nur, tak sadar mundur kebelakang, ketakutan. Baru kali ini dia melihat amarah yang menyala di mata Gus naufal."Gus ... Ka-kata ummi, Gus naufal belikan saya gaun. Jadi, saya memakai nya sebagai ucapan terima kasih.""Terima kasih banyak, Gus. Saya sangat suka. Ini hadiah ulang tahun terindah yang pernah saya dapatkan." Jujur nur terharu.Gus naufal bergeming di tempat. Sesaat dia terpaku pada pesona nur. Tapi, secepatnya ia membuang muka dan segera ia hadirkan pesona Zahra di pelupuk mata nya. Dia membuang nafas nya secara perlahan, mengendalikan emosi yang sudah meluap luap.Gus naufal mengacak ngacak rambut nya dengan kesal. Dia tak bermaksud berikan gaun itu untuk nur, dan tak bermaksud pula berbohong pada umi nya. Hanya saja umi nya sendiri yang menyimpulkan gaun itu untuk nur. Padahal bukan."Lepas nur, itu untuk neng Zahra, bukan kamu. Jadi tolong lepaskan sekarang ayo." Tanpa menoleh pada nur, naufal mencoba menurun kan nada bicaranya, dengan harapan nur tak akan terlalu sakit hati bila mendengar nya.nur langsung lemas. Kebahagiaan yang tadi hinggap kini telah menguap entah kemana. Rasa malu, sakit dan kecewa bercampur aduk menjadi satu.nur segera mengambil gamis lalu masuk ke kamar mandi untuk menukar dengan gamis nya itu. Dengan menitik kan air mata dan rasa kesal, rasa malu bercampur jadi satu, ia rapikan kembali gaun yang sesaat membuat nya melayang. Namun, detik itu juga membuat nya serasa di jatuhkan dari atas langit dan berujung pada tempat yang menjijikan.nur keluar kamar mandi, lalu berhambur di atas kasur, menyembunyikan wajah lalu menangis di balik selimut tebal di atas kasur. Dia ingin sekali berlari menuju pesantren Putri lalu menumpah kan semua rasa yang campur aduk kepada Rahma sahabat nya. Ingin sekali ia bertemu Rahma dan menceritakan semua perilaku suami nya yang sama sekali menganggap ia ada, hanya istri pertama yang selalu di ingat. Rasa malu, nelangsa dan kacau bercampur jadi satu.Sedangkan naufal hanya mampu menatap dari Sofanya. Dia merasa bersalah, sama sekali ia tak berniat mengacau kan hati nur, ingin sekali dia menjelaskan pada nur. Tapi, ia tak bisa karena suara panggilan dari ponsel nya membuat dia detik itu juga harus segera pergi untuk urusan yang jauh lebih penting.Gus naufal segera membungkus gaun itu kembali, sambil menatap sebentar nur yang masih menangis di balik selimut."Biarlah! Nanti malam saja biar aku jelaskan!"*****Suara adzan dari TOA masjid pondok mengalun dengan indah bersamaan dengan para santri yang mulai berbondong bondong menuju masjid untuk melakukan sholat ashar berjamaah.nur terbangun usai mendengar suara alunan adzan memenuhi telinga nya. nur tak sengaja tadi terlelap, mungkin karena terlalu lelah menangis.Gegas ia mengambil wudhu serta mukena nya untuk mengikuti sholat jamaah, lalu pergi keluar dengan langkah hati hati. Khawatir bila nanti bertemu dengan Gus Adnan atau mertua nya."Mau jama'ah nur?" Panggil seseorang dari belakang. Suara yang sangat nur kenal. Dia berbalik sambil tersenyum manis."Nggeh, umik""Suruh mas mu ngimamin, nduk. Abah lagi sakit"nur bergeming, berfikir mencari jawaban yang pas untuk menolak permintaan mertua nya."Maaf, umik. Mas naufal baru saja keluar. Katanya mau beli obat ke apotik. Tadi minta nur izinkan ke umi." Terpaksa nur berbohong."Ya sudah. Biar Gus Adnan saja yang nanti tak suruh ngimamin!"nur mengangguk, mengiyakan."Bajunya sudah kamu coba, nduk? Gimana? Bagus Ndak?""Bagus umik, mas naufal pintar milih nya." Meski harus berbohong dan memendam sesak di dada. Namun, nur tetap berusaha menjunjung kehormatan suami nya sendiri."nur, ke masjid dulu ya, mik!"*****Kedua lelaki sedang berhadapan dengan pikiran masing masing. Gus naufal berpikir bagaimana cara nya mempertahan kan rumah tangga nya. Sedangkan lelaki yang sedang berkacak pinggang di depan Gus naufal, justru berpikir sebalik nya.Rayyan Abdullah, sahabat sekaligus kakak kandung neng Zahra, seorang mantan model terkenal sedang menatap sahabat nya dengan perasaan berkecamuk. Rahang nya yang kokoh terlihat mengeras. Sesekali tangan nya mengepal erat seolah ingin melayang kan tinju kepada lelaki di hadapan nya, menandakan kemarahan nya sudah berada di level yang tak biasa."Sebaik nya kau ceraikan Adik ku saja"Kedatangan Gus naufal dengan kondisi wajah babak belur mengundang tanda tanya dari nur yang ada di dalam kamar Gus naufal. Lelaki itu berjalan dengan langkah gontai seolah di pundak nya terdapat Godam besar yang menjadi beban hidup nya. Awal nya nur tak berani mendekat. Namun, saat melihat Gus naufal meringis kesakitan. Secepat kilat dia mendekat."Duduk dulu Gus, saya obati dulu." Titah nur yang di jawab penolakan halus oleh Gus Naufal "tidak perlu, terima kasih."nur menebal kan telinga nya, tak mau menuruti perkataan Gus Naufal kali ini. Dia segera keluar kamar menuju dapur bersih di dekat kamar. Sengaja ruangan sebelah ia sulap menjadi dapur, meski hanya ada satu kompor dan beberapa panci saja.Gus Naufal menatap kepergian nur ke luar kamar. Istri yang baik dan selalu perhatian. Dia bukan wanita jahat sebenarnya, tapi karena nya Gus Naufal harus menerima pukulan demi pukulan dari rayyan demi mempertahankan posisi nur."Sebaik nya kau cerai kan adik ku saja."Kata kata itu seperti
nur terkadang bertanya tanya pada diri nya sendiri, benarkah kebahagiaan itu benar benar ada di dalam hidup nya? Tidak memiliki orang tuang sedari kecil, hingga terpaksa ia berpisah dengan saudara kembar nya, yang sering ia panggil kang badruz, dan kini, setelah hati nya mulai merasa sedikit berdenyut dengan sikap Gus naufal, seolah semesta tak mengijin kan ia barang sedikit mencicip kebahagiaan lebih lama.nur menghela nafas untuk kesekian kali nya, kala pikiran buruk itu mulai menyerang. Tak sepatut nya kita seorang hamba yang lemah, mengeluh kan garis takdir sang penguasa. Bukan kah sudah puluhan kali dia mendengar pengajian kyai, bahwa semua yang terjadi dalam hidup semua ada hikmah yang tersembunyi di dalam nya. Terkadang, kita tahu akan suatu ilmu suatu perkara dan suatu hukum, tetapi akan mudah lalai kala masalah demi masalah yang menghantam."Astaghfirullahal'adzim...Astaghfirullahal'adzim.." lirih nur sambil terpejam. Tangan nya tak berhenti mencengkeram gamis nya, seolah di
Udara malam yang menusuk tulang , semakin membuat ngilu persendian nur. Awalnya, dia masih bisa sedikit menahan, namun, kediaman Hani tidak hanya menusuk tulang belaka, melain kan juga dasar hati nur yang sempat sedikit berbunga."Mbak? Jadi benar? Bukan Gus Naufal kan?" nur mengulangi nya lagi karenna lekas tak ada gerak bibir dari wanita yang bergeming itu. Perempuan itu terlihat tegang dan tangan nya tak berhenti mencengkram sarung batik nya. Wajah nya kentara sekali menyiratkan keraguan.nur rasa dia sudah tau jawaban nya. Segera ia berbalik lagi untuk merapikan pekerjaan yang sempat tertunda. Dia tak boleh terlihat marah, apalagi sampai membuat perempuan itu gemetar. "Mbak Hani, besok Abah sama umi enak nya di masakin apa?"Tergagap, perempuan santun itu menjawab."belum tahu, neng.""Soto, gimana? Biar besok aku aja yang masak. Kamu masak buat lauk santri saja.""Nggeh, neng."nur membalikkan badannya kembali. Wanita cantik berusia 23 tahun itu menatap hangat wanita di depan nya
Rayyan Abdullah hatmajaya, merasa ia sedang dalam emosi cukup tinggi, wajah nya memerah dengan nafas memburu. Dengan sekali gerakan saja, ia mendorong tubuh adik ipar nya, Gus Naufal terjerembab ke dasar tembok rumah sakit yang cukup dingin karena udara malam bercampur dengan terpaan angin.Gus Naufal sedikit meringis, kesakitan. Diam seribu bahasa, bukan karena ia tak bisa melawan, namun, dia sadar betul siapa lelaki yang ada di hadapan nya itu. Gus Naufal masih bisa kendalikan kemarahannya.Rayyan sangat keterlaluan. Tak sampai di situ, lelaki berahang tegas dengan bada tegap dan kekar itu dengan berani menjepit salah satu lengan nya ke leher Gus Naufal ."Bisakah kau cerai kan adik ku?"Gus Naufal meringis, kesakitan, jepitan lengan yang lebih mendekat cekikan. Berhasil membuat nya meraung Raung, mengemis udara."lepas!" Gus Naufal sedikit mendorong tubuh kekar itu. Meski badan lawan nya jauh lebih besar, namun untuk urusan tenaga seperti Gus Naufal sedikit unggul. Meski dia seoran
nur berkali kali mencoba memfokus kan diri ke masakan yang ada di hadapan nya, menghalau segala pernyataan Gus Naufal, agar hatinya tak terlalu sakit bila mengingat secara terus menerus. Hatinya terlalu banyak bertanya tanya, sampai ia sendiri tak menyadari, apa saja yang ada di sekitar nya."Nur, ini bau apa?" Gus Naufal tergopoh gopoh menghampiri nur, dengan bergerak cepat ia menghalau tubuh nur mengambil alih istri nya untuk mematikan kompor.nur menatap lauk di hadapan nya. Warna nya coklat kehitam hitaman, suram, tanpa ada selera menatap nya, seruram hidup nur pula. "Astaghfirullah, aduh, maaf, Gus__" nur tak melanjutkan ucapan nya, segera ia menunduk, lalu menghampiri tempe yang sudah berwarna kehitaman itu, lalu mengangkat meniris kan ke atas piring dan bersiap nur untuk membuang ke tempat sampah yang tak jauh dari nur dan Gus Naufal berdiri.Gus Naufal mencegah tangan sivna. "Mau di apain?"nur masih menunduk dengan perasaan kacau. "Di buang Gus, kan udah gosong."Gus Naufal m
Zulaikha nuralifiyah sabbath.'gus saya minta cerai, ceraikan saya saja, saya ikhlas.'nur hanya bisa menjerit di dalam hati. Ia ingin berkata lebih dari itu, lalu menuang kan segala gundah nya ke hadapan sang suami. Namun, perasaan itu menguar begitu saja, seiring dengan tatapan heran Gus Naufal ke arah kantong lusuh, berisikan beberapa potong baju yang tak nilai keindahan, bila di bandingkan potongan baju Zahra.Gus Naufal mendekat ke arah benda yang membuat nya penasaran di dekat almari, dia harus berjongkok demi melihat isi nya. "Apa ini nur?" Tanya Gus Naufal membuat jantung nur berdetak lebih kencang. "Lap-lap meja ini mau kamu bawa kemana?" Gus Naufal berniat bercanda. Bukan malah mengundang tawa, justru nur malah memanyunkan bibir nya tak suka."Hehe, maaf bercanda, ini baju baju kamu mau kamu kemanain? Kamu mau pergi dari ku?" Gus Naufal menatap nur, dengan tatapan seolah mengiba, tak ingin nur jauh dari nya.Susah payah nur menelan Saliva Nya sendiri. Harus jawab apa dia? Ju
Lelaki dengan tinggi 165 cm dengan wajah teduh dan kulit putih nya itu sedang menyodorkan sapu tangan yang baru saja ia ambil dari saku baju nya, beliau memang terbiasa membawa sapu tangan sendiri, di samping lebih terjaga kebersihan nya. Juga memang beliau tidak terlalu suka mengotori lingkungan dengan banyak nya sampah sampah tisu.nur bergeming cukup lama, memandang sapu tangan itu. Bibir nya bergerak gerak, seolah berucap tanpa suara."Bisakah kau ambi." Gus Adnan mulai mengeluhkan, tentu tanpa menatap nur yang masih berjongkok, menatap dasar lantai, seperti anak kecil yang baru saja kehilangan mainan nya. "Tangan ku capek sekali."nur hendak menerima nya, menjulurkan tangan nya malu malu. "Di liatin itu! Awas nanti kena tangan ku, kita bukan mahrom."nur mencebik. Sungguh, Gus Adnan sangat menyebal kan detik ini. Padahal, mereka sangat jarang berbicara berdua seperti ini, sekali ia bicara, sungguh Gus Adnan sangat menyebalkan."Te-terima kasih." nur menerima nya dengan sedikit gu
nur menghela nafas panjang, dia menarik salah satu kursi, lalu meletakkan kitab serta ponsel nya di atas meja. "Alhamdulillah, hari ini jam ngajar sudah selesai. Capek banget, ma!" nur mengeluhkan rasa capek pada sahabat nya. Seharian dia harus naik turun tangga, ada kelas yang di lantai bawah, ada yang di lantai atas. Belum termasuk, harus cari bahan referensi mengajar di perpustakaan, lantai bawah paling pojok.Rahma menyodorkan es jerus pada sahabat nya. "Minum dulu, lah. Nggak puasa, kan?"nur menerima dengan senang hati, lalu meminum nya dengan beberapa tegukan saja sudah habis setengah. "Makasih"nur lalu meraih ponselnya yang dari tadi berdering karena pesan masuk. Dia lekas mengecek nya, ternyata pesan dari Gus Naufal Wajah yang mulai tenang kembali menyiratkan aura mendung di wajah ayu wanita berlesung pipi itu."Kenapa? Ada masalah?" Rahma menangkap aura yang berbeda dari sehabat nya itu.nur bergeming, tak ada rasa keinginan menjawab teman nya itu."Pasti dari Gus naufal,