Home / Romansa / menjadi yang kedua / bab 4 tak sesuai kenyataan

Share

bab 4 tak sesuai kenyataan

last update Last Updated: 2023-09-19 13:06:08

Degup jantung nur mulai terpacu kuat, sedikit demi sedikit ia melangkah memasuki area ndalem melewati pintu samping. Meski di belakang nya sudah ber tengger tas ransel yang ia pinjam, guna menutupi dua kotak spesial itu. Namun, tetap saja dia harus waspada.

"nur"

Suara panggilan dari belakang membuat nur terpaksa berhenti. Sambil mengatur detak jantung nya, dia berbalik ke belakang mentap perempuan yang ber- gelar mertua nya sedang berjalan mendekat ke arah nya. Wanita yang bersahaja di usia nya yang tak lagi muda, tersenyum menatap nur.

"Umik hanya mau kasih tau kamu, jika kita nggak jadi ke kota. Abah mu lagi kurang enak badan, lagian kamu juga sudah di belikan mas mu gaun bagus, nduk,"

"Nggeh, umik. Mboten nopo"

"Ya, sudah umik balik ke kamar dulu ya, nduk."

"Nggeh, umik!"

Sedetik kemudian, Bu nyai dengan langkah halus kembali masuk ke dalam kamar, sedikit pun beliau tak menaruh curiga terhadap isi ransel yang menantu nya bawa.

Sepeninggal Bu nyai, nur mengernyitkan dahi, "daun dari Gus naufal? Apa beliau tahu bila hari ini aku...."

Buru buru nur menapaki tangga dengan hati yang campur aduk. Antara bahagia dan tanda tanya. Gerangan apa yang terjadi hingga membuat Gus naufal berubah menjadi lembut dengan nya?

nur membuka pintu, benar ternyata ada kotak berukuran sedang tergelak di atas nakas nya. Kotak yang cantik dengan aksen pita besar di pinggir nya. nur berjalan mendekat dengan perasaan berdebar debar. Ragu ragu ia sentuh kotak bertuliskan kotak bernama itu yang sudah ia bayangkan kemewahan gaun di dalam nya. Dahulu ia hanya bisa melihat saja lewat kaca toko bila ia lewat, dengan merapal doa agar suatu saat ia bisa mempunyai satu koleksi dari toko tersebut. Harga satu baju itu bisa berlipat kos bulanan santri. Apalagi gaun. Tidak satupun sampai sekarang berhasil nur beli.

nur membuka dengan dada berdebar, dia mengerjap ngerjap mata hampir tak percaya. Gaun manis dengan aksen rampel di tangan nya, dengan warna kalem adalah perpaduan pas dengan kulit nur yang bersih.

Hampir nur terharu sambil merabai gaun itu. Dia sedikit tak percaya bila Gus naufal bisa seromantis ini. nur sedikit menyesal karena sedikit berburuk sangka pada suaminya. Apa ini cara Gus naufal meminta maaf? Atau mungkin saja ini cara Gus naufal mengungkapkan terima kasih atas pengabdian nur, bisa saja Gus naufal ingin berikan surprise di hari bahagia nur ini. Tapi, yang jelas, nur harus menunjukkan rasa terima kasih nya dengan segera mencoba gaun cantik itu.

"Subhanallah, bagus sekali gaun ini." Puji nur di depan cermin. Dengan perasaan gembira, ia mematut diri sambil sesekali berputar. Memastikan bahwa ini bukan mimpi semata.

"Aw... Sakit! Berarti ini bukan mimpi!" Adu nur usai mencubit pipi nya sendiri.

"Aku harus berterima kasih kepada Gus naufal." Senyum nur mengembang sempurna. Dia merabai dada nya yang tiba tiba berdetak kencang tak seperti biasa.

"Ada apa ini? Kenapa aku jadi tegang sekali" nur merasai ritme detak jantung nya yang sedari tadi berdebar kencang. Membayangkan reaksi Gus naufal saja, sudah teramat bahagia.

"Gaun nya cantik sekali. Sayang, putri nya kucel." Lirih nur. Dia punya ide untuk membubuhkan kan lipstik dan bedak tipis hingga akhirnya nur merasa wajah nya tak terlalu pucat seperti tadi.

Suara ketukan pintu menambah ritme debaran jantung nur. Dengan langkah malu malu dia berjalan ke arah pintu, membuka pintu lalu membiarkan lelaki itu masuk.

"nur..." Suara Gus naufal tercekat di tenggorokan. Suara deru nafas nya menandakan bila ia sedang di selimuti kemarahan yang sudah di sampai puncak nya.

Tak sadar, Gus naufal membanting pintu agak keras, hingga membuat nur berjingkat takut. Apa salah nur sebenarnya. Kenapa Gus naufal terlihat seperti ingin memusnahkan nur dari hadapan nya.

"Nggeh... Gus" takut takut nur berucap.

"Siapa yang menyuruh mu pakai baju itu?" Gus naufal menuding gaun itu dengan tangan menunjuk nunjuk ke arah gaun itu. Nafas nya memburu dan tangan nya mengepal. Dada naufal merasa sesak karena detik itu ingin sekali dia melampiaskan amarah. Gaun yang ia telah rencanakan untuk Zahra, lancang di pakai oleh nur. Wanita yang terpaksa ia terima untuk menenangkan hati umi nya.

nur, tak sadar mundur kebelakang, ketakutan. Baru kali ini dia melihat amarah yang menyala di mata Gus naufal.

"Gus ... Ka-kata ummi, Gus naufal belikan saya gaun. Jadi, saya memakai nya sebagai ucapan terima kasih."

"Terima kasih banyak, Gus. Saya sangat suka. Ini hadiah ulang tahun terindah yang pernah saya dapatkan." Jujur nur terharu.

Gus naufal bergeming di tempat. Sesaat dia terpaku pada pesona nur. Tapi, secepatnya ia membuang muka dan segera ia hadirkan pesona Zahra di pelupuk mata nya. Dia membuang nafas nya secara perlahan, mengendalikan emosi yang sudah meluap luap.

Gus naufal mengacak ngacak rambut nya dengan kesal. Dia tak bermaksud berikan gaun itu untuk nur, dan tak bermaksud pula berbohong pada umi nya. Hanya saja umi nya sendiri yang menyimpulkan gaun itu untuk nur. Padahal bukan.

"Lepas nur, itu untuk neng Zahra, bukan kamu. Jadi tolong lepaskan sekarang ayo." Tanpa menoleh pada nur, naufal mencoba menurun kan nada bicaranya, dengan harapan nur tak akan terlalu sakit hati bila mendengar nya.

nur langsung lemas. Kebahagiaan yang tadi hinggap kini telah menguap entah kemana. Rasa malu, sakit dan kecewa bercampur aduk menjadi satu.

nur segera mengambil gamis lalu masuk ke kamar mandi untuk menukar dengan gamis nya itu. Dengan menitik kan air mata dan rasa kesal, rasa malu bercampur jadi satu, ia rapikan kembali gaun yang sesaat membuat nya melayang. Namun, detik itu juga membuat nya serasa di jatuhkan dari atas langit dan berujung pada tempat yang menjijikan.

nur keluar kamar mandi, lalu berhambur di atas kasur, menyembunyikan wajah lalu menangis di balik selimut tebal di atas kasur. Dia ingin sekali berlari menuju pesantren Putri lalu menumpah kan semua rasa yang campur aduk kepada Rahma sahabat nya. Ingin sekali ia bertemu Rahma dan menceritakan semua perilaku suami nya yang sama sekali menganggap ia ada, hanya istri pertama yang selalu di ingat. Rasa malu, nelangsa dan kacau bercampur jadi satu.

Sedangkan naufal hanya mampu menatap dari Sofanya. Dia merasa bersalah, sama sekali ia tak berniat mengacau kan hati nur, ingin sekali dia menjelaskan pada nur. Tapi, ia tak bisa karena suara panggilan dari ponsel nya membuat dia detik itu juga harus segera pergi untuk urusan yang jauh lebih penting.

Gus naufal segera membungkus gaun itu kembali, sambil menatap sebentar nur yang masih menangis di balik selimut.

"Biarlah! Nanti malam saja biar aku jelaskan!"

*****

Suara adzan dari TOA masjid pondok mengalun dengan indah bersamaan dengan para santri yang mulai berbondong bondong menuju masjid untuk melakukan sholat ashar berjamaah.

nur terbangun usai mendengar suara alunan adzan memenuhi telinga nya. nur tak sengaja tadi terlelap, mungkin karena terlalu lelah menangis.

Gegas ia mengambil wudhu serta mukena nya untuk mengikuti sholat jamaah, lalu pergi keluar dengan langkah hati hati. Khawatir bila nanti bertemu dengan Gus Adnan atau mertua nya.

"Mau jama'ah nur?" Panggil seseorang dari belakang. Suara yang sangat nur kenal. Dia berbalik sambil tersenyum manis.

"Nggeh, umik"

"Suruh mas mu ngimamin, nduk. Abah lagi sakit"

nur bergeming, berfikir mencari jawaban yang pas untuk menolak permintaan mertua nya.

"Maaf, umik. Mas naufal baru saja keluar. Katanya mau beli obat ke apotik. Tadi minta nur izinkan ke umi." Terpaksa nur berbohong.

"Ya sudah. Biar Gus Adnan saja yang nanti tak suruh ngimamin!"

nur mengangguk, mengiyakan.

"Bajunya sudah kamu coba, nduk? Gimana? Bagus Ndak?"

"Bagus umik, mas naufal pintar milih nya." Meski harus berbohong dan memendam sesak di dada. Namun, nur tetap berusaha menjunjung kehormatan suami nya sendiri.

"nur, ke masjid dulu ya, mik!"

*****

Kedua lelaki sedang berhadapan dengan pikiran masing masing. Gus naufal berpikir bagaimana cara nya mempertahan kan rumah tangga nya. Sedangkan lelaki yang sedang berkacak pinggang di depan Gus naufal, justru berpikir sebalik nya.

Rayyan Abdullah, sahabat sekaligus kakak kandung neng Zahra, seorang mantan model terkenal sedang menatap sahabat nya dengan perasaan berkecamuk. Rahang nya yang kokoh terlihat mengeras. Sesekali tangan nya mengepal erat seolah ingin melayang kan tinju kepada lelaki di hadapan nya, menandakan kemarahan nya sudah berada di level yang tak biasa.

"Sebaik nya kau ceraikan Adik ku saja"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • menjadi yang kedua   bab 28

    Memendam cinta sangat menyakitkan, namun juga mengasyikkan."Keluarga dari pasien!" Suara dari belakang seketika membuat gadis berlesung pipi itu mengalihkan pandangan.Dia urung melanjutkan niatnya, memilih berjalan berat ke arah perawat. "Saya Zulaikha nuralifiyah sabbath ." Tuturnya. "Istri pasien," tambah nya seraya menepuk nepuk dada nya lembut.Wanita berbaju hijau tua itu mengarahkan tangannya ke bagian yang tak jauh dari nurberdiri. "Silahkan kebagian administrasi, untuk mendaftarkan pasien ke ruang inap."Kening gadis berlesung pipi itu berkerut, "Ru-ruang inap?" Tanyanya dengan bibir bergetar, sebagai nurmaju ke posisi yang lebih dekat ke arah perawat muda itu. "Apa suami saya sangat parah? Dia kenapa?" nurmelirik sebentar gus Naufal yang masih terbaring kaku. "Bukankah lukanya sudah di obati?"Perawat yang masih nampak muda, mengangguk cepat. "Benar, tapi__"Belum sempat perawat menjelaskan, nursudah mengejar lagi. "Suami saya kenapa suster?"Gus adnanyang masih terpaku di

  • menjadi yang kedua   bab 27

    "Berhenti, Zahra!""Diam di tempat mu!""Viona, bawa dia kembali ke kamarnya!" Suara dari lelaki dibelakang hijab biru, tak menyurutkan niatnya untuk trs berjalan tertatih tatih menggunakan tongkatnya, ia trs berjalan meski berat hingga hampir sampai ke ambang pintu.Cengkraman tangan kekar terasa memanas di tangannya. "Mau kemana kamu?" Lalu lelaki bertubuh atletis itu menengok ke belakang, menghadap gadis manis nan seksi itu mematung, memegangi bahu kursi. "kenapa kamu diam saja, Vi!" Sentak nya dengan nada penuh amarah.Gadis dengan manik mata indah nya menutup bibir ranumnya rapat. "Lepasin, sakit, mas!" Rengek nya diantara buliran air mata yang merembes di pipi mulusnya."Nggak!" Sentaknya. "Kamu nggak boleh samperin lelaki brengsek itu!""Dia suamiku!" Sanggah wanita itu tak terima. "Kamu jahat! Apa yang kamu lakukan padanya?"Dia membuang muka, memiringkan kepala lalu melirik ke belakang. "Cepet ke sini! Atau ku suruh sopir pulangin kamu!"Viona menegang, tak ada pilihan lain s

  • menjadi yang kedua   bab 26

    Lelaki dengan berbaju wayang di dada sedang melajukan mobil melatik merahnya di antara guyuran hujan yang begitu deras. Hingga terpaksa lelaki berjambang tipis itu menepikan mobilnya diantara pepohonan yang tumbuh.Nampak, angin seolah sedang mempermainkan mereka. Meliukkan ke kanan dan ke kiri lalu merontokkan beberapa dedaunannya.Gus Naufal membuka jendela, lalu memandang langit hitam yang seolah blm selesai menuntaskan semua isinya. Lelaki dengan perawakan tegap itu menjulurkan sedikit tangannya, rasa sesak yang diberikan gadis berlesung pipi, membuat pikirannya tak fokus pada kemudi."nur, benar tentang hujan ini." Ucapnya masih dengan pandangan yang sama. Sesaat dia terdiam dengan pikiran yang terus menari nari, Lalu dengan resah lelaki itu menyandarkan kepalanya ke bahu kursi belakang, sambil matanya terpejam. "Selama ini dia menderita bersamaku. Tapi, kenapa harus Adnan yang harus menjadi tempat nya berkeluh? Tak adakah orang lain selain dia?"Matanya terpejam, inginnya mengha

  • menjadi yang kedua   bab 25

    Ahmad Naufal Yusuf."Astaghfirullahal'adzim." Lelaki dengan atasan batik bergambar wayang di dadanya, dan beroutfit sarung itu menepuk jidatnya perlahan, begitu melihat ponselnya yang hampir mati dan kontak mobil yang sama sekali belum ia masukkan ke dalam saku baju paling depan.Baru saja lelaki berjambang tipis itu menyelesaikan kegiatan mengajar nya, dan berniat untuk melesak ke rumah Zahra untuk berusaha menjemput wanita bermata indah itu. Namun, semua gagal karena kecerobohan nya. Dia butuh charger untuk segera mengecas ponsel tang tinggal beberapa persen itu.Lelaki berjambang tipis itu memutuskan lewat jalan pintas yang cepat terhubung, memutuskan segera masuk lewat pintu belakang rumah agar cepat sampai, dan biasanya memang jarang di kunci saat pagi hari, demi memudahkan santri ndalem yang memang biasa bertugas membersihkan rumah masuk ke dalam.Langkah lelaki itu baru saja sampai ke pintu Belakang rumah sederhana milik Zulaikha nuralifiyah sabbath. Rumah yang dahulu penuh den

  • menjadi yang kedua   bab 24

    Wajah yang tak begitu asing bagi Felix bramaji tercetak jelas saat dia memalingkan wajahnya ke belakang. Wajah yang dahulu ia sayangi seperti saudara nya sendiri, kali ini malah membuatnya semakin risih. Namun, dia mencoba bertahan atas nama hutang Budi.Felix menghadapkan wajahnya ke depan, lalu serta Merta dia membuang nafas jengah secara perlahan dari mulutnya."Kamu jahat banget sih!" Wanita itu memukul mukul punggung Felix dengan sekenanya. "Kenapa jarang banget hubungin aku. Di chat nggak di bales, di email juga nggak pernah ada balesan. Apalagi di telpon."Felix memejamkan mata. Mengatur emosi yang sesaat hampir saja mendominasi otaknya. "Aku sibuk Vi! Kerjaan ku banyak banget!"Gadis manis dengan tahi lalat kecil di bagian kelopak mata nya itu, nampak memanyunkan bibir, lalu ia bersedekap tak terima. "Itu kan salah satu rumah sakit, calon mertua kamu, bilang aja gitu!" Usulnya kekanakan."biar mereka nggak mempekerjakan calon mantu bos mereka seenaknya."Viona, nama gadis itu.

  • menjadi yang kedua   bab 23

    Jam dinding berdecak secara beraturan, seiring dengan langkah seorang gadis yang bergerak seringan kapas menghampiri sang pemilik hati.Dengan gusar gadis pemilik bibir terbelah laksana buah delima itu mensejajari lelakinya. Dalam keterbatasan nya dia berusaha menyiapkan air hangat serta kain bersih guna mengobati luka di sudut bibir manusia yang mana Allah letakkan syurga dalam Ridho nya itu.Wanita yang sudah mengganti hijabnya dengan warna maroon berusaha duduk sejajar dengan sang suami.Luka di kaki dan tangannya sudah cukup membaik, meski dia belum yakin meski dirinya bisa berjalan nyaman tak bersandar menggunakan tongkat. Beruntung, Kiya, adik pantinya, telah mengembalikan tongkat itu, tak berselang lama dengan kepergian Gus naufal.Entah keberanian dari mana, gadis sang pemilik senyum indah itu menarik dagu suaminya, perlahan ia dekatkan ke wajah, dekat dan semakin dekat hingga nafas mereka satu sama lain pun bisa mereka rasakan masing masing di kulit wajah masing masing, teras

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status