Semua Bab Bayi Bungkus (Aku Terlahir dengan Mata Batin) (INDONESIA): Bab 11 - Bab 20
91 Bab
BAB 10
B a y i   B u n g k u s  ( 13 )True StoryKalian melihatku. Apa kalian bisa melihatku?Biarkan aku yang menuntun kalian menuju kisah hidupku. Ya, akulah yang memandu jalan. Apa pun yang kalian rasakan nanti, tetaplah tenang
Baca selengkapnya
BAB 11
M a k a m    M b a h   B u y u t ( 13 )***Spektrum warna yang selalu Tiara lihat ketika berhadapan dengan orang lain, sempat membuatnya bingung. Tak hanya ibu, ayah, atau adiknya, semua orang memancarkan warna berbeda. Biru, merah, kuning dan banyak warna lain. Mereka berku
Baca selengkapnya
Bab 12
F  I  R  A  S  A  T  ( 15 ) TRUE STORY ***Sesampainya di rumah Paklek Dagio pun, Tiara tak hentinya bercerita mengenai wanita menari yang ia lihat di pemakanam. Sri berusaha mengalihkan perhatiannya ke hal-hal lain. Sapardi sibuk menghubungi rekan sekaligus guru spiritualnya. Sedang Lek dagio dan istrinya, merasa curiga dengan sikap Tiara."Bisa lihat begituan, ya, Mbak?" tanya Dagio pada Sri.Mereka semua tengah berkumpul di ruang tamu--tanpa kedua anak Dagio."Sepertinya. Tapi sudah ditimbul, kok," jawab Sri."Walah, Mbak. Kalau bawaan dari kecil, nggak akan mempan meski ditimbul kayak gimana pun."Wajah Sri makin cemas. Selain wanita di pemakanan, bisa saja Tiara me
Baca selengkapnya
Bab 13
Satu minggu setelah kecelakaan yang menimpa Sapardi dan Sri, kondisi keduanya makin membaik. Sapardi yang hanya mengalami lecet-lecet di tangan dan kaki---luka itu mulai mengering. Alif yang setelah kecelakaan demam tinggi, kejar-kejaran bersama anak Dagio---pertanda kondisinya sudah baik-baik saja. Bagian kepala motor Dagio yang remuk, sudah diperbaiki. Saatnya pulang ke Sidoarjo dan memulai aktifitas seperti biasa.Kondisi lengang. Rembulan mulai merangkak naik. Malam pekat karena terselimut mendung. Dingin. Beberapa saat lalu hujan baru saja angkat kaki. Seharian desa yang sudah dingin, berubah jadi lemari es dadakan. Tak ada yang bersedia keluar rumah. Bocah-bocah mengekspansi setiap sudut jalan. Mandi hujan, main prosotan di jalan yang menurun. Hanya tampak satu dua orang dewasa berlari dengan menggigil kedinginan.Sri yang sibuk memindahkan pakaian dari lemari ke tas jinjing besar, mengernyit dan merintih samar beberapa kali. Bekas j
Baca selengkapnya
Bab 14
BAYI BUNGKUS*Semakin Peka*Pagi itu semua tampak biasa. Tak ada kejadian aneh yang menurut Sri atau Sapardi pantas untuk dikhawatirkan. Tiara berangkat sekolah seperti biasa. Sapardi berangkat bekerja seperti biasa. Bahkan Sri berangkat berjualan bersama Alif yang kini sudah berusia lima tahun pun seperti biasa. Waktu berjalan begitu cepat. Bulan merangkum hari demi hari tanpa terasa. Dua bulan telah berlalu sejak kejadian kecelakaan di Yogyakarta. Luka jahitan Sri telah sembuh sepenuhnya. Hanya meninggalkan bekas sebagai bukti kejadian di masa lalu. Pukul sepuluh pagi, Tiara yang sudah pulang dari sekolah setelah berganti pakaian langsung ke tempat Sri untuk membantu berjualan. Tak begitu banyak pembeli, hanya sepasang suami istri, dua pelajar SMA berjenis kelamin perempuan, serta seorang lelaki paruh baya yang sedang mengobrol santai dengan Sri. Saat Tiara menanyakan siapakah lelaki paruh baya itu, Sri menjawab diiringi tersenyum. "Paklik D
Baca selengkapnya
Bab 15
"Tiara tidak tahu, Paklik. Hanya saja, Tiara melihat warna merah yang pekat sekali di area perut. Jika warna seperti itu, biasanya akan sulit untuk disembuhkan. Tapi, benar apa kata, Paklik. Selama masih bisa berusaha, kemungkinan sembuh bisa saja terjadi. Toh, yang punya takdir bukan kita, tetapi Tuhan." "Tiara, Ainun adalah putri satu-satunya, Paklik. Paklik pun tidak akan berhenti berusaha agar Ainun bisa sembuh." Tiara mengangguk paham. "Makanya Paklik ke sini. Paklik dengar Bapakmu punya guru yang hebat. Yang bisa mendeteksi penyakit, bahkan bisa menyembuhan." Tia manggut-manggut.  "Bapak belum datang, Paklik. Mungkin nanti sore." Sri bersama Alif menghampiri Tiara dan Darmaji. Jelas terlihat rasa lelah itu. Usiannya yang terbilang masih mudah tak sesuai dengan perawakan dan raut wajahnya. Hidup telah menggerus wajah cantik dan menyusutkan tubuh sintal Sri.  "Jangan ditelan mentah-mentah, Lek, omongan Tiara. Bias
Baca selengkapnya
Bab 16
Tiara sempat terdiam. Tak mengikuti Samantha yang sudah berjalan di depannya. Ia fokus pada suara-suara aneh yang didengarnya. Sampai, seseorang tiba-tiba menepuk bahunya dari belakang. Anehnya, tangan itu milik Samantha. Padahal, jelas-jelas tadi Samantha sudah menuruni anak tangga di depannya. Dan, Tiaralah yang bejalan paling akhir. Bagaimana mungkin Samantha yang seharusnya ada di depannya bisa tiba-tiba berada di depannya."Ayo, jangan melamun. Kalau kamu tepisah dariku. Aku tidak bisa menjagamu. Tugasku di sini menjaga dan mengarahkanmu," ucapnya. Dan Tiara menganggut. Ucapan Samantha seperti titah untuknya. Setelahnya, Tiara hanya fokus berjalan mengikuti Samantha. Setiap suara asing yang didengarnya, ia acuhkan saja.  Berbekal jaket parasit membalut tubuh dan senter, Tiara berjalan berteman malam. Sinar bulan benderang. Sunyi. Tak ada musik penyambutan dari serangga. Saat ini pun, udara beku dini hari telah merasuk dalam tulang-tulang. Ngilu.
Baca selengkapnya
Bab 17
"Sam, hentikan. Salah-salah malah kenak makhluk tak kasat mata."Samantha terkekeh.  Dia seolah tak memperdulikan larangan Tiara. Gadis perperawakan ramping berwajah cantik itu terus saja melempar. Tak takut apa yang dilakukannya akan memperburuk kondisi. Malam begitu mencekam. Suara burung yang entah dari mana asalnya terus berbunyi. Berdengung. Bahkan seakan-akan berbicara lewat kicauannya itu. Angin yang bertiup menjadi saksi betapa bulu kudu Tiara tak kunjung tidur. "Sama hal begituan nggak usah takut. Satu lagi," ujarnya, lalu melempar batu terakhir. "Kamu harusnya lebih takut padaku. Bisa jadi aku yang lebih menakutkan dari mereka." Setelahnya Samantha terkekeh amat kencang. Bahkan kekehan suaranya itu membuat denging di telinga Tiara. "Ini sudah tidak beres," ucap Tiara dalam hati. Samantha yang ada di depannya ini barang tentu bukan Samantha teman baiknya. Kakak kelas yang sangat dia kenal. Tiara mencoba mengambil jara
Baca selengkapnya
Bab 18
Seketika itu juga Tiara beralih pandang ke arah Samantha, berniat mengajak perempuan itu pergi. Tak beres. Kondisi sudah tak beres kali ini. Namun niat itu urung ketika dilihatnya sosok Samantha telah beruba rupa menjadi nenek-nenek bongkok dengan deretan gigi menghitam. Tertawa kecil. Menunjuk-nujuk Tiara dengan telunjuk tangan kanannya yang bebas. Tangan yang satu lagi menggenggam tongkat penyangga tubuh. "Astagfirullah!" pekik Tiara, lantas segera berlari meninggalkan tempat. Tak tahu mau kemana, yang pasti dia harus secepatnya pergi dari tempat ini terlebih dahulu. Menyusuri jalan yang dia lewati tadi. Tak lagi menoleh meski kikik nenek itu seolah mengikuti. Lagi, seperti sebelumnya perhatian Tiara teralih pada makan merah berpayung kuning khas pengantin jawa dengan juntaian mawar melingkar di atas batu nisan. Dia mengernyit heran, tadi tak ada payung dan rangkaian bunga melati itu. Pun tak tercium aroma wangi yang menguar seperti sekarang ini. Tiara me
Baca selengkapnya
Bab 19
B a y i   B u n g k u s   ( 4  ) K E S U R U P A N    M A S AL-------- ------- -------- -------------Dear Deary,Saat itu tahun 2008. Begitu jelas di ingatan. Betapa suasana mencekam yang menyelimuti sekolah semasa SMP-ku. Memang, aku bukan masuk.dalam bagian mereka-mereka yang terlibat atau terdampak. Namun, sepanjang saat itu. Aku merasakan hal aneh di tubuh. Aku mendengar bisikan-bisikan yang seolah ingin berbicara dengankunAkan tetapi. Aku begitu ingat pesan ibuku saat itu. Jangan hiraukan mereka, Nduk. Jika di luar rumah, kamu anak biasa tidak tahu hal-hal seperti itu. Jika mereka mengganggu acuhkan. Jika mereka ingin berkomunikasi denganmu jangan tanggapi. Dan, jangan sampai ada yang tahu, jika kamu dapat melihat mereka.***Matahari s
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status