Semua Bab Terpaksa Menikahi Tetangga: Bab 61 - Bab 70
89 Bab
Part 58
"Bun, ini Key bawain oleh-oleh dari Bali kemarin, maaf ya baru Key anterin," ucapku seraya menyerahkan sebuah paper bag pada wanita yang telah melahirkan suamiku itu. Bunda tersenyum senang. "Wah, repot-repot kamu Key, makasih ya, Rey aja nggak ngasih oleh-oleh buat bunda." Rey nggak ngasih oleh-oleh ke bunda? Kok ke mama sama papa malah ngasih oleh-oleh sih, sedangkan ke orang tuanya sendiri malah enggak. Dasar, pasti dia mau cari muka di depan mama sama papa, biar predikat menantu yang baik semakin tersemat padanya. "Nggak kok, Bun, Key nggak repot. Oh ya, BTW, ini mau ada acara apa, kok banyak kue-kue?" Mataku menatap ke arah toples-toples berisi kue yang berjejer di atas meja. "Oh nggak ada acara apa-apa kok, Key. Hari ini neneknya Rey mau ke sini," tutur Bunda. "Oma, Bun?" Masa iya oma mau balik lagi ke sini sih, padahal udah tenang dan tentram banget nggak ada dia di rumah ini. "Bukan oma, ini
Baca selengkapnya
Part 59
Kira-kira udah dari setengah jam yang lalu aku hanya guling-guling di kasur. Berbaring hadap kanan nggak nyaman, balik hadap kiri nggak nyaman lagi, mau telentang juga nggak enak, apalagi tengkurap. Entah kenapa malam ini aku sulit untuk memejamkan mata, padahal waktu udah menunjukkan pukul sebelas malam. Biasanya, jam sembilan malam aku mulai merem, dan nggak lama dapat dipastikan aku udah jalan-jalan ke korea bertemu dan berkencan dengan Lee min hoo. Tapi kok sekarang sulit banget ya. Karena udah bosen di kasur tapi nggak bisa tidur, akhirnya aku memutuskan untuk bangun. Berdiri di dekat ranjang, dan mulai melakukan olahraga-olahraga ringan yang mungkin saja setelah ini aku bisa tidur lelap sampai pagi. Agak heran juga sih, kok bisa-bisanya aku yang katanya tidurnya udah mirip bangkai, sampai semalam ini justru nggak bisa tidur. Setelah melakukan beberapa gerakan-gerakan olahraga ringan, aku balik lagi ke ranjang dan kembali berbaring. Kedua mat
Baca selengkapnya
Part 60
"Bang Rey, boleh minta tolong nggak?" tanyaku lembut pada suamiku yang tengah merapikan baju di kamarnya yang bak kamar hotel ini. Pagi ini aku sengaja datang ke rumah mertua karena Rey nggak kunjung datang ke rumah sejak dia demam kemarin. Bahkan dia seperti ngambek sama aku karena aku belum menjawab pertanyaannya yang menurutku konyol. Rey mendekat ke arahku berdiri dengan tatapan yang sulit aku mengerti. Tepat berada di depanku, matanya seperti menyusuri setiap inci dari wajahku. Duh, kalau dipandang begini kan aku jadi malu. "Kamu kesambet, Key?" Dahinya berkerut ketika dia bertanya seperti itu. Aku kan minta dianterin, kok dibilang kesambet sih. Nggak ada akhlak nih orang, untung suami, coba kalau bukan, udah aku sleding dia. Sabar Key, sabar ... katanya mau berubah, jadi perkataan ketus apapun yang keluar dari mulut suami, jangan dibales. "Kesambet? Ya nggaklah," elakku sembari menhindari tatapan matanya. Kenapa sih,
Baca selengkapnya
Part 61
"Apaan sih, Key, jangan tarik-tarik napa, sih!" protes Difi saat tangannya aku tarik menjauhi kerumunan. "Lo nggak ada acara apa-apa kan setelah ini?" tanyaku memastikan. Kening Difi mengernyit. "Enggak, emangnya kenapa?" "Temenin gue ke mall yuk, pliiiss ...." Telapak tanganku kutelungkupkan di depan dada, memohon pada teman dekatku ini. "Ogah ah! Entar lo lupa nggak bawa duit lagi kek waktu itu di toko buku." Duh, Difi malah ngingetin yang waktu itu. "Jangan khawatir, gue udah cek dompet, duit gue banyak," ucapku yakin. Sebelum keluar kelas tadi, aku memang sempat melihat dompet ada isinya atau nggak. Beruntung, kali ini aku nggak kelupaan, sehingga nggak akan ada lagi drama manggil suami yang lagi kerja buat bayarin belanjaan. "Ck! Mentang-mentang lagi banyak duit, mau dihambur-hamburin. Dapet dari mana lo duit sebanyak itu." Nggak tau aja nih anak, kalau aku udah punya sumber penghasilan t
Baca selengkapnya
Part 62
Aku menggeliat dalam pembaringan, kelopak mata kubuka perlahan. Rasanya nyenyak sekali tidur tadi, apa karena ini di kamar hotel? Ya, aku dan Rey emang menginap di hotel. Setelah kejujuran akan perasaanku pada Rey, dan berakhir dengan makan malam di restonya, Rey mengajakku keluar dari resto. Tadinya aku berpikir Rey akan membawaku pulang, eh ternyata malah ke hotel yang lokasinya lumayan dekat dengan restoran. Kata Rey tadi malem, dia udah nggak kuat lagi, makanya ngajak nginep di hotel. Aku bingung dong, apanya yang nggak kuat, mungkin dia udah nggak kuat nahan ngantuk pikirku, eh begitu sampai di kamar hotel dia langsung mengeksekusiku. Omes emang. Eh, tunggu dulu, kok Rey nggak ada di sampingku sih, kan sehabis nganu tadi, dia tidur pulas sambil memelukku, lha kok sekarang nggak ada. Tak lama kemudian, terdengar suara gemericik air dari kamar mandi. Oh, mungkin dia lagi mandi, eh tapi kok nggak bangunin aku dulu sih. Menunggu Rey k
Baca selengkapnya
Part 63
"Ya ampun, Key ... dari mana aja kamu? Semalaman nggak pulang, mama khawatir tau," ucap mama setelah membukakan.  pintu untukku. Aku sih udah menduga kalau mama bakalan nanyain itu, maklumlah anak cewek. Pulang kuliah telat aja dicariin, apalagi ini yang sampai nggak pulang semalam. "Aku nginep di hotel, Ma, sama Rey." Aku berjalan beriringan dengan mama memasuki rumah. "Ooh, beneran sama Rey, syukur deh, takutnya kamu perginya sama siapa, kan mama takut banget, apalagi kamu ditelponin nggak diangkat, di chat juga nggak dibales. Terus mama cariin kamu ke rumah mertuamu, mastiin kamu di sana apa enggak, biar mama sedikit tenang, eh, kata mertua kamu nggak ada, Rey juga belum pulang, ya jadi kami berpikir kamu pergi sama Rey." Beginilah cara mama menyayangiku, meski cerewet, tapi dalam kecerewetan itu, ada rasa kasih sayang. Nggak heran deh, sifat cerewet yang melekat padaku, karena keturunan dari mama. "Iya, Ma, tadi ma
Baca selengkapnya
Part 64
"Ooh, udah tau rupanya. Maaf ya, bukan maksud menyembunyikan, cuma Key itu butuh waktu buat status barunya diketahui sama kalian." Ini Rey belain aku? Ooh, kok aku jadi berbunga-bunga sih. "Ya elah, kek sama siapa aja, Bang," sahut Difi. "Eh, btw, Bang, kalian udah belah duren apa belum?"Aku yang sedang minum jus jambu buatan bunda pun tersedak. Bisa-bisanya Difi nanyain hal itu sama Rey, nggak malu apa. "Sayang, kamu kenapa? Pelan-pelan dong, minumnya." Dengan lembut, tangan Rey mengusap punggungku. Kalau ada orang aja sok lembut, tapi kalau lagi berdua, dia nggak pernah perhatian begini. Aku nggak menjawab pertanyaan Rey, tapi lebih memilih menggenggam tangan Rey. Mencoba mencari kekuatan kalau-kalau temen-temen lucknut ini kembali mencekoki pertanyaan absurd. "Santai aja napa sih, Key, baru aja ditanya begitu. Jadi gimana Kak, kalian udah ... ehem-ehem belum?" Desi nggak kalah somplaknya kek Difi. Awas aja nanti kalian ya.&nb
Baca selengkapnya
Part 65
"Key, kamu kenapa, Sayang?" Raut wajah Rey terlihat khawatir melihat keadaanku yang berantakan ini. Tanpa menjawab, aku langsung menghambur ke pelukan Rey, dan menangis di dada bidangnya. "Ada apa, sih? Coba cerita." Tangan Rey mengelus lembut kepalaku. Namun aku masih sibuk menangis, sampai-sampai Rey bertanya untuk yang ke sekian kalinya.==================================="Key, udahlah ngapain masih dipikirin?" Rey ikutan duduk di sofa, bersebelahan denganku. Satu tangannya ia letakkan di kepala sofa, hingga terlihat seperti sedang memelukku dari samping, apalagi posisi kami yang menempel begini. "Siapa yang mikirin, aku udah lupa tuh," ujarku ketus, mungkin masih terbawa emosi yang tadi. "Kalau udah lupa, kenapa dari tadi diem aja?" Meski tanpa melihat ke arahnya, aku tau kalau Rey sedang menatapku. "Bad mood," jawabku singkat. Setelah Rey menjemputku di kampus tadi, dan mel
Baca selengkapnya
Part 66
"Lo kakaknya Key, Bang?" Wew, Rendi nyangka Rey kakakku, emang ada yang mirip ya. "Bukan. Saya suaminya." Mampus. Kebongkar sudah rahasiaku. Rendi beralih menatapku dengan tatapan mengintimidasi. "Bener apa yang dia bilang, Key?" Aku gelagapan, bukan nggak mau ngakuin Rey sebagai suamiku, tapi takutnya kalau aku bilang yang sebenarnya, nanti Rendi bakal ember ke semua temen-temen kampus. "Sayang, kok pertanyaan temen kamu nggak dijawab sih?" Rey menghampiriku lalu memelukku dari samping, sebuah kecupan juga dia daratkan di pipi mulusku. Duh, jadi malu kan, mesra-mesraan di depan Rendi, mau nggak mau aku harus jujur jadinya. Dasar Rey nggak mau diajak kerjasama. "I--iya, Ren. Bang Rey ini suami aku." Ragu-ragu aku mengatakannya. Wajah Rendi seketika berubah muram, aku nggak tau alasannya kenapa. Apa mungkin benar kali ya, kalau Rendi udah menaruh rasa sama aku, seperti yang dikatakan temen-teme
Baca selengkapnya
Part 67
"Nah, itu istri saya, Keyla Anastasyia," tunjuk Rey ke arahku, dan aku nggak tau apa maksudnya. "Saya harap, Bapak segera mengusut kasus yang melibatkan istri saya sebagai korban penyerangan dari pelaku bernama Hera," lanjut Rey. Mendengar penuturan Rey yang cukup jelas itu, membuat semua mata yang tadi memperhatikan Rey, kini beralih menatapku dengan sorot penuh teka-teki. Duh, rasanya aku pengen sembunyi. "Oh, ya ampuun suami lo keren banget, Key," pekik Desi. "Dia dateng ke sini buat ngurusin permasalahan lo yang kemarin dikeroyok sama rombongan sundel bolong.""Iya, Key, Bang Rey gentle banget tau," timpal Difi. "Key, kayaknya setelah ini lo mesti ngajakin suami lo bulan madu deh, sebagai tanda terima kasih." Ini lagi, si Tita malah ngomongin hal absurd begini. Aku nggak jawab semua ocehan ketiga temanku, dan juga beberapa mahasiswa yang masih histeris melihat Rey. Terlebih lagi sekarang Rey sedang berjalan ke ara
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
456789
DMCA.com Protection Status