"Nah, itu istri saya, Keyla Anastasyia," tunjuk Rey ke arahku, dan aku nggak tau apa maksudnya. "Saya harap, Bapak segera mengusut kasus yang melibatkan istri saya sebagai korban penyerangan dari pelaku bernama Hera," lanjut Rey.
Mendengar penuturan Rey yang cukup jelas itu, membuat semua mata yang tadi memperhatikan Rey, kini beralih menatapku dengan sorot penuh teka-teki.
Duh, rasanya aku pengen sembunyi.
"Oh, ya ampuun suami lo keren banget, Key," pekik Desi. "Dia dateng ke sini buat ngurusin permasalahan lo yang kemarin dikeroyok sama rombongan sundel bolong."
"Iya, Key, Bang Rey gentle banget tau," timpal Difi.
"Key, kayaknya setelah ini lo mesti ngajakin suami lo bulan madu deh, sebagai tanda terima kasih." Ini lagi, si Tita malah ngomongin hal absurd begini.
Aku nggak jawab semua ocehan ketiga temanku, dan juga beberapa mahasiswa yang masih histeris melihat Rey. Terlebih lagi sekarang Rey sedang berjalan ke ara
Pagi ini rasanya aku seneeeng banget, semangat juga menatap hari-hari yang biasanya seperti memusuhiku. Bukan tanpa alasan, tapi karena begitu bahagianya aku mendengar penuturan Rey tadi malam, yang berarti cintaku nggak bertepuk sebelah tangan.Sebenarnya aku sih udah yakin sembilan puluh sembilan persen kalau Rey juga punya perasaan yang sama kayak aku, tapi yang namanya perempuan kan butuh pengakuan dan kepastian dong, oleh sebab itu aku mendesak Rey supaya jujur, biar adil juga karena aku udah jujur waktu itu.Sayangnya saat kutanya sejak kapan Rey jatuh cinta sama aku, dia nggak mau jawab dan memilih untuk mengalihkan topik pembahasan. Kesal sih, karena aku penasaran tapi nggak terjawab."Cie ... cie ... yang lagi senyum-senyum sendiri," ledek mama yang seketika membuatku terpaksa harus menyembunyikan senyuman."Apaan sih, Ma," sungutku. Udah kepalang malu kalau ketahuan begini mah. Untung yang mergokin cuma mama, coba kalau ketig
"Halo, Bang Rey.""...." Nggak ada jawaban."Bang," panggilku lagi.Nggak ada jawaban lagi, tapi kali ini suara ribut-ribut begitu mendominasi. Apa yang sedang terjadi di sana?Pikiranku bener-bener nggak tenang sekarang, segera aku kembali ke tempat di mana tasku ditaruh tadi. Tanpa basa-basi, aku langsung pergi meninggalkan kelas setelah mengambil tas.Terdengar suara teman-temanku memanggil, di depan pintu juga sempat berpapasan dengan dosen yang akan mengampu di kelasku, tapi aku nggak mempedulikan itu semua, sekali lagi karena pikiranku yang lagi kalut-kalutnya.Begitu sampai di depan gerbang kampus, aku mengeluarkan ponsel pemberian Rey ini untuk memesan ojek online. Semoga aja cepet dapetnya.Sempat beberapa kali di cancel, akhirnya ada ojol yang fix mau nganterin aku."Pak, cepetan ya, Pak, kalau bisa ngebut," desakku pada driver ojol yang kutumpangi ini."Siap Neng ..
Sore ini aku balik kampus sendirian, karena Rey lagi nggak bisa jemput. Tadi sih sempet ditawari tumpangan sama Difi, tapi aku menolak dan bilang kalau aku mau mampir dulu. Mampir ke suatu tempat yang nggak boleh Difi tahu.Sepertinya cewek kayak Hera itu emang nggak ada jeranya, buktinya sekarang dia lagi-lagi membuat keributan di resto cabang punya Rey. Hal itulah yang bikin Rey nggak bisa jemput aku.Dari lubuk hati yang paling dalam, sebenernya aku tuh pengen bantuin Rey buat ngelawan si sundel bolong, tapi apalah mau dikata, Rey sama sekali nggak memperbolehkanku untuk kembali melawan Hera, katanya itu biar jadi urusannya aja, Rey juga takut kalau aku sampai kenapa-napa.Sembari menunggu ojek online yang udah aku pesan, aku scroll laman instagram, lumayanlah buat ngurangin gabut. Kalau duduk-duduk doang nggak ngapa-ngapain kan nanti dikiranya aku anak hilang.Mataku melotot melihat gosip yang di up oleh akun yang bernama 'Lambe le
Tiba di kamar mandi, aku letakkan dulu test pack-nya di dekat wastafel, beserta wadah bekas yang akan kugunakan untuk menampung air seni nanti.Begitu membuka celana dalam, kulihat ada bercak-bercak merah lumayan banyak.Wah, aku menstruasi kayaknya. Ye, ye, ye ... nggak jadi hamil. Padahal test peck-nya belum aku pake.Mungkin cuma diriku aja yang girang saat tau aku nggak hamil. Di luar sana padahal pada sedih kalau hasil test peck-nya masih negatif.Bukan aku nggak mau punya anak, tentu saja aku mau, tapi aku rasa sekarang bukan waktunya karena aku belum selesai kuliah.Kalau aku punya otak yang encer alias pinter, nggak papalah hamil waktu masih kuliah, lah aku ini otaknya pas-pasan gini, takutnya tambah pusing nanti.=================================Habis maghrib gini, aku memutuskan untuk masak buat makan malam. Tadinya sih mama yang mau masak, tapi aku larang.Niatnya mau masak buat pak
Menyadari kedatanganku, ayah mertua sama oma menoleh ke arahku. Sedetik kemudian, tatapan tajam mulai oma hadiahkan untukku."Mariska! Kenapa kamu bawa perempuan itu ke sini?!""Ma, biarinlah, Key kan istrinya Rey, menantu kita," sanggah ayah mertua.Aku diam. Tangan kiriku menggenggam erat tangan bunda, mencari kekuatan dan dukungan darinya.Sekian bulan nggak ketemu, sikap oma masih sama aja kayak dulu. Apa dia nggak capek ya musuhin aku terus. Apa aku ini buruk banget di pandangamnya, hanya karena aku berasal dari keluarga yang biasa-biasa aja?"Iya, Ma, Key ini bagian dari keluarga kita." Kini bunda yang membuka suara sambil membalas genggaman tanganku. Sepertinya bunda paham kalau aku sedang meminta dilindungi, walau aku tau bunda nggak akan bisa menang dalam membelaku, mengingat sikap oma yang nggak mau mendengar masukan orang."Halah, keluarga," cibir oma. "Saya nggak pernah tuh nganggep dia keluarga, apa
"Gila, Key, masa Bang Rey disuruh buat cereiin lo sih," ucap Difi setelah aku ceritakan semua yang terjadi tadi malam di rumah bunda.Aku menyesap jus melonku, kemudian mengangguk membenarkan ucapan Difi. "Gue serius, Dif, omanya Rey itu emang belum suka sama gue, masih musuhin gue. Jangankan gue yang baru nikah sama Rey kemarin, ayah mertua gue juga didesak buat cereiin bunda.""Gak waras tuh nenek tua. Terus-terus, Rey sama ayahnya nurutin permintaan gila itu gak?" Difi menatapku."Ya nggaklah, mana mungkin ayah cerein bunda, gue bisa liat gimana cintanya beliau sama bunda, meskipun gue cuma menantunya," ujarku. "Dan Rey juga dengan tegas menolak itu. Rey juga belain gue mati-matian, nggak kek dulu yang diem aja waktu gue dihina.""Alasannya apa sih, Key, kok segitu nggak sukanya sama lo si omanya Rey itu? Terus masalahnya apa juga sampe nyuruh mertua lo cerai?" tanya Difi."Alasannya cuma karena gue bukan berasal dari keluarga
Keluar dari ruangan Rey, mataku menyisir setiap sudut resto, mencari keberadaan Difi. Biasanya sih tuh anak suka nyari meja di pojokan, sama kayak aku.Aku melotot begitu menemukan di mana Difi berada. Dia duduk di meja yang lumayan dekat sama pojokan, meski bukan yang pojok banget. Yang bikin aku kaget, Difi duduk berhadapan dengan ... Alex. Mana mereka udah kayak akrab banget lagi, masa baru kenalan tadi langsung haha hihi cekikan.Bukan aku cemburu sama kedekatan mereka, karena sebenarnya aku cuma ngefans aja sama Alex, bukan perasaan yang lain. Heran aja kenapa bisa langsung sedekat itu, padahal tadi waktu aku ngenalin mereka, Alex tampak malu-malu kucing, eh, sekarang malah kayak udah jadi kucing garong. Fuck boy mungkin."Ehem," dehemku begitu sampai di dekat meja mereka. Difi dan Alex pun kompak menoleh ke arahku. "Kayaknya udah ada yang saling kenal dan merasa nyaman nih," sindirku.Alex menunduk, sedangkan Difi jadi salah ting
Jantungku berdegub begitu kencang ketika mobil yang kutumpangi ini tiba di pelataran rumah oma.Kulihat Rey dan bunda sama-sama melepaskan sabuk pengaman, sedangkan aku masih sibuk menenangkan perasaan sembari menerka-nerka apa yang akan terjadi di rumah oma nanti."Key, ayo turun," ajak bunda yang kemudian membuka pintu mobil.Untuk menjawab ajakan bunda saja bibirku rasanya kelu. Sedari tadi juga aku sibuk berkomat-kamit membaca doa juga surat-surat pendek yang aku hafal, niatnya biar nanti jin yang ada di tubuh oma nggak lagi menyerangku dan mencaci makiku."Sayang, kok diem aja? Ayo turun." Sekarang giliran Rey yang mengajakku turun."Emmm ... aku nunggu di mobil aja ya, Bang," pintaku pada paksu yang sedari tadi menatapku lekat dari kursi kemudi."Kok nunggu di mobil sih, lama lho nanti, kamu bisa bosan. Lagi pula kan kita ke sini karena oma yang pengen ketemu kamu, masa kamunya malah nggak mau turun." Iih,