All Chapters of Dear Joy: Chapter 51 - Chapter 60
88 Chapters
50. Aku Kembali
“Hahaha, sudah! Kalian itu sedari tadi bertengkar hanya untuk hal yang sebenarnya tidak perlu!” Aku mencoba menghentikan segala perbacotan yang tidak perlu di antara kami.Tinggal dan hidup bersama orang lain memang tak mudah, bukan? Ada beberapa hal yang harus disesuaikan dan mungkin sedikit pertengkaran akan mewarnainya di awal. Mau bagaimana lagi, seperti itulah cara manusia bersosialisasi dengan sesama. Aku pada awalnya mungkin tak begitu suka dengan keadaan selama KKN. Tentu saja, karena hal ini sudah aku lalui dua kali.Seperti itulah hari-hari kami. Kalau tidak dipenuhi dengan drama antar anggota, pasti tentang Bu Nini. Meski begitu, hal ini akan menjadi satu episode terbaik dalam hidupku. Dito, Arka, Farid dan juga Nita. Mereka pasti akan aku ingat selama hidupku. Aku tak bisa begitu saja mengatakan aku kesal pada mereka, bukan? Mungkin benar ada hal yang membuatku terkadang kesal. Namun, aku juga tak bisa menutup mata bila ada hal yang bisa membuat
Read more
51. Mari Makan!
Akhirnya kami hanya saling memandang menertawai. Itu memang sedikit tegang pada awalnya, namun seperti biasa, berakhir dengan manis. Aku masih belum terbiasa dengan keadaan ini. Seolah tubuh dan jiwaku masih berada di sana, di lokasi KKN. Sesaat, aku menyesali sesuatu, meski semua itu hanya sebuah mimpi yang panjang. Joy dan semuanya. Banyak hal yang bisa aku lakukan atau … mengubahnya mungkin. “Mel … Amel!” Muti memanggil namaku dengan keras. Aku tahu, ia pasti sedang heran dengan tingkahku. “Mulai, deh … Cintia … kita harus lebih memperhatikan anak ini setidaknya sampai satu minggu. Lihat, mukanya kayak orang habis kesurupan.” “Heh! Jangan ngomong sembarangan, bisa? Enak aja! Siapa yang kesurupan?” Aku tidak terima dengan ucapan Muti langsung melayangkan protes. “Hihihi, syukurlah. Ah, Amel sudah kembali. Kalau
Read more
52. Rencana Selanjutnya
Tidak banyak kata yang akhirnya keluar. Kami bertiga sama-sama menyadari bila makan siang ini harus dihabiskan dengan tenang. Ah, aku sangat merindukan kebersamaan ini. Lalu, pikiranku kembali pada situasi KKN kami. Kebersamaan itu mungkin tidak akan lagi aku rasakan. Teman-teman satu posko yang sudah seperti saudara sendiri. Mungkin bisa kalau kami berjanji untuk bertemu di suatu tempat. Lupakan saja, semuanya sudah sibuk dengan urusan masing-masing. Pada akhirnya, rencana sematang apapun hanya akan jadi wacana. Muti sekali lagi ternyata memperhatikanku sejak tadi. Ya, bagai seorang ibu yang terus memperhatikan tindak-tanduk anaknya. Ia lalu segera mengomentari tentang apa yang sedang menjadi bahan pikiranku tadi.   “Kamu itu, sementara makan bisa-bisanya ,menghayal. Astaga, Mel … sungguh, aku jadi takut ka
Read more
53. Kabar Tentang Bayi Joy
Dan benar saja. Setelah kami bertiga selesai makan dan beres-beres, Muti bahkan sudah siap dengan ponselnya. Sepertinya ia sudah mulai membuka sebuah aplikasi untuk mengantar kami ke Mall. Luar biasa sekali seorang Muti yang sangat bersemangat tentang semua ini. Aku hampir tidak mempercayai ini. Namun, ya … seperti itulah kenyataannya. “Serius Muti … kamu sudah memesan taxi online? Waow! Luar biasa sekali!” Itu bukan sebuah kekaguman tentu saja. “Aku bahkan belum mengganti pakaian dan bersiap-siap ….”“Ssstt! Tenang saja, masih ada lima belas menit sebelum ia sampai di sini,” ucap Muti dengan sangat santai sambil menunjukkan layar ponselnya.
Read more
54. Menjadi Dewasa?
“Ah … memang seperti itulah seharusnya. Mereka para orang dewasa jelas lebih tahu tentang apa yang harus dilakukan dan tidak. Memangnya aku ini apa?” ucapku tanpa sadar. Itu adalah kalimat yang aku keluarkan setelah menanggapi kalimat Muti.“Hei, sekarang kenapa lagi? Apa ada sesuatu yang terjadi pada orang tuamu?” tanya Muti sangat penasaran dengan ucapanku tadi.“Hm … ya begitulah. Pada intinya adalah … untuk anak-anak yang belum menghasilkan uang seperti kita ini alangkah lebih baik jika menurut saja.” Terang saja, apa yang aku katakan itu tidak memberikan sebuah alasan yang cukup untuk membuat mereka mengerti—atau mungkin sebenarnya mengerti. Seperti itulah pandangan orang-orang pada anak-anak mere
Read more
55. Nagita si Penghuni Baru
“Kalian berdua lagi ngapain, sih? Kayak orang TBC saja!” Cintia muncul tiba-tiba setelah puas membaca sebuah buku. Aku dan Muti hanya bisa tertawa melihatnya. Itu sangatlah lucu melihat wajah Cintia yang masih menyimpan rasa ingin tahu. Jelas saja dan aku sangat mengerti tentang itu. Namun, rasanya seperti diinterogasi untuk apa yang mau aku lakukan. Memangnya salah bila aku tertarik dengan sebuah buku?Kami benar-benar menikmati saat-saat kebersamaan ini. Mungkin saat tua dan sudah hidup masing-masing, sangatlah sulit untuk berkumpul. Anggap saja, kami membuat kenangan sebanyak-banyaknya. “Hahaha! Itu lucu sekali!”“Hei! Jangan menambah
Read more
56. Situasi Macam Apa Ini?
Tidak bisa! Semua ini tidak bisa aku diamkan begitu saja! Muti dan Cintia sudah harus mengetahui kisah ini dengan segera! Semua itu ada dalam pikiranku. Tentang si penghuni baru yang sedikit ambisius dengan perkuliahannya dan juga bagaimana ada seseorang yang akhirnya menempati ‘kamar keramat’ di ujung sana. Aku tak mau menunggu lama, segera kuambil ponselku dan mulai mencari nomor kontak Muti dan Cintia. Panggilan grup adalah rencanaku. Mungkin, ini akan menjadi sebuah percakapan yang akan sangat panjang. Who knows! Satu panggilan ….Dua panggilan ….Tiga panggilan …. 
Read more
57. Semua Terasa Aneh
Tidak lama kemudian, aku juga menaiki angkot lainnya. Hm … bisa dibilang, ini adalah sebuah terminal, tapi bukan juga untuk bus. Mungkin memang sengaja dibuat untuk pemberhentian para pejalan kaki sembari menunggu angkot yang datang. Apapun itu, intinya tempat ini cukup aman karena banyak ibu-ibu yang sama menunggu.   “Neng mau ke mana? Ini sudah cukup malam,” tanya seorang ibu-ibu yang duduk di sampingku.   Mungkin benar bila aku bisa saja mengabaikan pertanyaannya. Lagipula, aku juga tak mengenalnya. Namun, apa bisa aku melakukan itu? Aku rasa, tidak. Di dunia ini ada beberapa norma yang berlaku. Coba saja kalau tidak membalasnya, kira-kira apa yang ada di dalam pikirannya atau bahkan penumpang yang lain? &nb
Read more
58. Tentang A40
Semua mulai terasa semakin aneh. A40 dengan segala tingkahnya sedikit mengintimidasi. Lalu, bagaimana dengan keadaan teman-teman kos lainnya? Di mana mereka berada sekarang? Bagaimana kondisi mereka? Tidak ada yang bisa menjelaskan keadaan ini padaku ataukah memang benar seperti yang dikatakan oleh A40? “Orang-orang di tempat ini sudah tidak ada. Sejak awal aku sudah mengatakan padamu, kan … kalau aku akan melindungimu.”“Omong kosong macam apa lagi ini? Apa kamu sekarang sedang main-main denganku? Aku enggak suka, ya!” Aku mulai membentak. Sejujurnya, aku sangat takut dengan keadaan ini. Namun, bila terlihat ketakutan, rasanya hanya akan semakin membuatku menjadi tidak konsentrasi.“Huahaha! Amel … Amel ….”
Read more
59. Memikirkan Masa Depan
Satu malam akhirnya berganti. Hari ini aku beserta dua sahabatku sudah berjanji untuk ke kampus. Ya … tidak ada urusan lain selain skripsi yang sudah harus diselesaikan. Setelah KKN, aku ingat kami masih kuliah dengan sangat normal. Jadi, kalau boleh dikatakan, masa KKN itu adalah hari libur semester kami yang ‘terpaksa’ dikorbankan. Hm, sedikit tidak adil memang rasanya. Ah, apa yang aku pikirkan tentang KKN? Itu kan sudah lewat. Baru saja aku selesai bersiap-siap, benar saja, Muti bahkan sudah ada di lantai satu. Gadis itu memang terlalu bersemangat! Aku harus salut padanya tentang skripsi ini. Sembilan bulan telah berlalu setelah aku menyelesaikan seminar proposal. Ujian hasil dan sidang akhir sudah menunggu. Mungkin benar bila aku terlalu bersantai. Kali ini, aku harus mengikuti jejak Muti. Ia selangkah lagi sudah melepas gelar sebagai mahasiswa, sedangkan aku … masih ada dua tahap lagi.
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status