Semua Bab I Can See You : Bab 121 - Bab 130
136 Bab
121. Dia Yang Selalu Mengingat Janji
Sia tiba di rumah bersama Rigel yang bahkan tidak diizinkan menjauh darinya walau sekejap. Rigel memang terbiasa dengan sikap agresif Sia sejak mereka bertemu di kafe pinggir pantai milik teman Yoan waktu itu. Tapi rasanya ini sedikit lebih aneh.Rigel berusaha untuk tidak memikirkan kemungkinan itu, karena selama ini, setelah sekian lamanya mereka bercinta dari waktu ke waktu, tidak ada hasil yang terlihat di tubuh Sia.“Di mana Ares?” tanya Rigel. Dia mencari jejak Vanth disekeliling kamar Sia. Namun tidak ada, selain bantal yang terasa bukan hawa dari seorang wanita. Seketika wajah Rigel berubah masam. “Bisakah kupindahkan bantal ini?”“Silakan,” jawab Sia sambil memijat keningnya. Dia berbaring dengan perasaan mual yang masih menghantui ujung tenggorokannya.Selesai melempar bantal yang ternyata memang memiliki aroma Vanth itu ke sofa seberang ranjang, Rigel kembali ke sisi Sia dalam posisi duduk. “Biar kupija
Baca selengkapnya
122. Bukan Orang Asing
“H-hei ...” Yoan tergagap, sekaligus terperangah, “sedang apa kau?”“Menyembuhkan lukamu sebelum bertambah parah.” Wanita itu berkata santai, terus menyedot darah dari luka Yoan hingga benar-benar kering.Berjengit pelan, Yoan keheranan mengapa ada seseorang—terlebih ia wanita—yang tidak jijik melakukan hal seperti ini pada orang asing.“Sudah,” kata wanita itu. Dia menurunkan lengan Yoan dengan hati-hati, “lukamu sudah sembuh.”Memutar lengannya dan mengamati setiap inci kulitnya, Yoan tanpa sadar berdecak kagum akan hal yang terjadi, bukan merasa takut.“Waah ... luar biasa. Kau bisa menjadi tabib hebat di negeri ini.” Yoan takjub, memandangi wajah wanita itu sembari tersenyum lebar.Menanggapi hal itu, si wanita hanya tersenyum sembari bergumam untuk dirinya sendiri. “Kau melupakanku, benar-benar lupa. Tapi aku menemukanmu. Akan kubuat kau tidak akan
Baca selengkapnya
123. Tanda Lahir
Yoan menikmati, sungguh sangat menikmati setiap sentuhan berbakat dari tangan Ivorry di sepanjang wajahnya, terutama dagu dan sekitarannya.Kedua tangan Yoan yang awalnya hanya mencengkeram tepian wastafel, kini sudah melingkar sempurna di sekeliling pinggang Ivory.Takjub, Ivory merasa ini akan mendatangkan angin surga kepadanya. Selesai bercukur, sudah membersihkan seluruh wajah Yoan dari sisa busa krim untuk bercukur, Ivory mengusap wajah pria itu dengan gaunnya, mengakibatkan semua bagian bawah pakaiannya itu terangkat ke atas.Yoan membuka kedua mata saat gaun sehalus sutera milik Ivory menyapu lembut wajahnya. Sepasang matanya turun dan menangkap kedua paha wanita nakal ini terbuka untuknya.Bentuk dan warna yang indah. Yoan mengaguminya.Ivory mengerti, dia menuntun tangan Yoan untuk menyelinap masuk ke balik gaunnya.Yoan menegang, menahan lengannya agar tidak bergerak ke mana-mana. Itu berbahaya.“Kenapa?” Ivory m
Baca selengkapnya
124. Jelmaan
Sia hamil. Dia menyadarinya setelah merasakan mual di pagi ke esokan harinya. Rigel sudah kembali ke rumahnya setelah kemarin sore dia mengizinkan pria itu pergi setelah dirinya merasa lebih baik.Tidak perlu alat tes kehamilan, apalagi pergi untuk mengecek ke Dokter kandungan. Nalurinya lebih kuat dari mereka, bahkan kehadiran si calon bayi begitu memperingati dirinya.Gemetar setelah muntah, dia coba menghubungi Vanth. Dia tidak tahu bahwa pria itu kembali ke negeri atas awan, dan panggilannya tidak akan pernah tersambung.Tapi kemudian Sia termagu. Dia tidak bisa memberitahu Vanth ketika dirinya sendiri ragu calon bayi ini milik siapa selain milik Ibunya.Sia bahkan ragu untuk memberitahu Rigel. Mereka baru bercinta lagi, sepertinya ini bukan bayinya, tapi bisa jadi ini memang hasil dari percintaan mereka sebelumnya.Saat itu juga Sia memutuskan untuk tidak peduli. Rasanya itu tidak lagi penting. Siapa pun Ayah si bayi, bukankah tetap dia yang a
Baca selengkapnya
125. Vanilla Cokelat
Yemima Zvon Yolanthe memilih diceburkan ke kolam, sebab dia menyukai air lebih dari yang orang lain tahu.Adlin menggerutu saat melihat wujud cantik Yemima sudah menggantikan wujud si kucing kecil yang manis, yang kini tidak lagi manis di matanya.“Kau bukannya penduduk dunia langit?”“Bukan. Aku rekan Pemimpinmu. Ares.” Yemima malah berbaring di dalam kolam, membuat Adlin tercengang melihatnya. “Kenapa melihatku begitu? Kau tertarik padaku?”Wajah Adlin seketika menegang, bukan merona. Baru kali ini dia melihat wanita secantik Yemima, tapi bermulut asal bicara seperti itu.Aura Hortensia Dikova masih yang tercantik di negeri atas awan, sebelum Adlin melihat wanita ini, hari ini.“Tidak. Tentu saja tidak.” Menghindari malu, Adlin berkata ketus.“Baguslah.” Dengan tidak peduli, Yemima berendam di kolam ikan yang dangkal. Dia bahkan bermain-main dengan ikan-ikan di sana.
Baca selengkapnya
126. Tanda-Tanda Perpisahan
Sia mengerjap. Ada seseorang yang tahu dirinya sedang mengandung. Siapa wanita ini?Menatap lekat pada si wanita berkulit eksotis dengan gaya berpakaian yang tampak normal dan segala gerak tubuh yang terlihat alami, tidak mampu membuat Sia mencurigai wanita ramah dengan tatapan berbinar ini.“Kenapa dengan bayiku, Nona?” tanya Sia penasaran. Dia hanya akan bertanya tanpa berusaha memikirkannya, jika itu bisa.Wanita itu mengulurkan satu tangannya ke hadapan Sia. “Perkenalkan, namaku Zareena. Penduduk asli di tempat ini. Namamu, Nona?”Dengan senang hati Sia menyambutnya, membalas dengan hangat. “Galexia Pandora.”“Namamu bagus.”“Terima kasih. Namamu juga menyenangkan saat disebut, Zareena.”“Apa kau ingin mendengar tentang apa yang bisa kulihat?”Sia mengangguk, dengan cepat langsung setuju. “Silakan.”“Kau dan bayimu akan jadi reb
Baca selengkapnya
127. Yang Akan Mendatangkan Bahaya
“Mau ke mana kau, pecundang? Setelah mengancamku seperti itu, kau akan melarikan diri?” Sia menahan pundak kiri pria berambut hitam ikal dengan kulit sawo matang itu agar tetap di tempat.Dia berbalik, membiarkan tangan Sia menekan pundaknya dengan rasa sakit yang tidak ada arti sama sekali baginya. “Tidak ada yang bisa kuberitahu padamu, Nona Minerva.”“Lalu dengan mudahnya kau memintaku menggugurkan kandunganku tanpa alasan yang jelas, dan kau pikir aku akan langsung mengikuti perintahmu, begitu?” Sia tertawa. Merasa konyol sekaligus marah dan berkeinginan untuk menghajar tanpa ampun pada pria dihadapannya ini.“Ketika aku mengatakan alasannya, mungkin kau akan langsung menyetujuinya.” Pria itu berekspresi yakin, wajahnya menunjukkan aura tidak bersahabat, dan Sia bisa merasakan hal itu.Pemilik toko yang merasa terganggu karena suara Sia tadi sempat mengundang perhatian pengunjung yang lain, segera mendek
Baca selengkapnya
128. Ayah dan Ayah
Tersadar dari pingsannya, Sia mengalami sesak napas.“Sayang, cobalah bernapas dengan perlahan.” Vanth yang tidak tidur sama sekali dan terus terjaga saat Sia terlelap, tetap tenang walau ada gelisah yang menghantuinya.Sia coba mengikuti saran Vanth, tapi tetap tidak membuahkan hasil apa pun. Sia terus kesulitan bernapas dan Vanth segera membawanya ke Rumah Sakit.“Selain kesulitan bernapas, tubuhnya juga kehilangan cairan cukup banyak. Dan ...” Dokter wanita itu melepas kacamatanya, mencubit pangkal hidungnya, dan bingung harus bagaimana menyampaikannya, “maaf, Tuan.Seperti ada parasit yang coba menyerap darah dan mengganggu kinerja organ tubuh lainnya. Parasit yang sampai saat ini belum bisa kami temukan berada di bagian tubuh mana di dalam tubuh istri Anda. Jujur saja, ini aneh. Seperti di luar akal sehat kami, para Dokter. Bukan tidak mungkin, tapi—”“Aku mengerti.” Vanth menarik diri, per
Baca selengkapnya
129. Ibu Yang Pantas
Rigel mengangkat tubuh Sia ke tempat tidur. Wanita itu kembali pingsan untuk kesekian kalinya.“Temani dia. Aku harus kembali sebentar ke negeri atas awan.” Vanth sudah bergerak untuk pergi.“Aku tidak bisa meninggalkan Sia seorang diri saat akan melakukan penjemputan.”“Aku tahu.” Vanth mengusap kusen, merapalkan mantra di sana. “Jika aku terlambat kembali, seorang teman akan datang menemani Sia.”“Harus seseorang yang tahu tentang kondisi kehamilannya.” Rigel memperingatkan. Seorang manusia normal pasti akan panik saat menghadapi situasi kesakitan Sia, dan pasti memilih untuk membawanya ke Rumah Sakit.“Ya. Dia temanku, bukan teman Sia. Jadi sudah pasti dia paham akan kondisinya.” Setelah bicara, Vanth pergi. Ada rasa sedih yang disimpannya rapat-rapat di dalam hati, dia harus kembali karena ada beberapa tugasnya sebagai Pemimpin yang belum selesai.Rigel melihat wajah
Baca selengkapnya
130. Cadee
Austin ingin tertawa mendengarnya. Ini kesalahpahaman yang bahkan tidak pernah terjadi padanya dan Disi. Kenapa bisa Irene berpikir terlalu jauh seperti itu? “Aku punya kesibukan yang lain beberapa waktu lalu hingga ketika tiba di rumah, aku lebih mengutamakan bayi Cassie karena dia jarang sekali bisa bertemu denganku. Denganmu, aku bisa melihatmu selalu. Kita tidur bersama sepanjang malam. Jadi kupikir, aku tidak ingin kehilangan momenku sebagai seorang Ayah bersamanya. Dan ... aku memikirkan ini lebih jauh Irene. Ketika kita bercinta, aku selalu lepas kendali. Kekuatanku menindih tubuhmu bisa mematahkan ranjang. Kau sedang hamil, dan aku tidak ingin lepas kendali yang bisa berakhir dengan menyakitimu dan bayinya. Apa hal itu justru menyakiti hatimu?” Austin mengangkat dagu Irene agar berani menatapnya. “Tidak. Kau tidak pernah menyakitiku. Justru aku takut diriku bisa membuatmu terluka dan kecewa.” Irene meraih tangan Austin, menggenggamnya sesaat,
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
91011121314
DMCA.com Protection Status