Semua Bab I Can See You : Bab 111 - Bab 120
136 Bab
111. Gadis Tua
Rigel memperhatikan perubahan pada warna rambutnya, dan itu bagus. Dia menyukainya. Ini benar-benar berubah dari warna asli rambutnya menjadi brunette.Lana berdiri dibelakang Rigel dengan posisi ragu-ragu, seolah dia melakukan kesalahan. “Apa Anda menyukainya, Tuan?”“Aku suka. Kerja bagus, Nona.” Rigel memberinya seulas senyum singkat. “Di mana Yoan?”Lana tersentak. “Oh, dia ada di dapur, menemui Betty.” Segera dia mundur beberapa langkah saat Rigel keluar dari kursinya. Tadi dia sempat mengalami kejut jantung sesaat, ketika Rigel mengucapkan bahwa pria itu menyukai hasil kerjanya.Itu artinya, usahanya berhasil untuk mengubah auburn menjadi cokelat klasik yang sesuai bagi seseorang seperti Rigel dengan kulit tidak begitu pucat, tapi juga tidak terlalu putih. Kulitnya cenderung seperti kuning langsat. Sulit bagi Lana, karena Rigel terasa tidak memiliki ketetapan untuk semua yang tampak dalam dirinya.
Baca selengkapnya
112. Di Tempat Asing
“Aku menolak, ketika Rigel Auberon melamarku tempo hari.” Sia akhirnya mengatakan hal itu saat Vanth mengantarnya ke bandara.Vanth tidak terkejut, tidak juga memperlihatkannya. Dia bersikap biasa dengan bahasa tubuh yang wajar. Sudah lebih dulu tahu dari Rigel cukup menguntungkan baginya. “Lalu? Kau ingin menceritakan hal itu dan ketinggalan pesawatmu?”“Kau benar. Aku harus pergi,” kata Sia. Dia siap merentangkan kedua tangannya, tapi Vanth lebih dulu memeluknya dengan erat.“Walau hanya dua hari, jangan coba melirik pria lain. Jangan ambil kesempata sekecil apa pun untuk itu, karena aku selalu mengawasimu, Galexia Pandora.” Setelah mengatakan hal itu, pelukan terlepas, dan ciuman bibir yang dalam itu mengejutkan Sia, tapi dia tetap membalasnya.Ciuman singkat yang bermakna, selesai. Sia menyeret koper, melambai dengan wajah dipenuhi senyum walau tidak sampai menghilangkan kedua matanya.Vanth memba
Baca selengkapnya
113. Pierre Krunick
Tentu saja Sia tidak bersedia. Dengan senyum sewajarnya, Sia menolak dan meminta pada pelayan itu untuk meyampaikan maaf darinya kepada si pria yang berniat sesuatu pada dirinya.“Maaf sekali, aku sudah ada janji dan akan pergi sekarang.” Cepat beranjak tanpa berniat melihat ke arah mana pun di dalam kafe, Sia melangkah bersama tas belanjaannya.Perasaannya tidak nyaman. Ini di negara asing, tanpa teman, tanpa orang dikenal. Sia merasa sendirian, dia tahu itu tidak akan aman untuknya.Pria dari meja 9A mengikuti Sia keluar diiringi tatapan dari kedua mata Rigel. Tapi karena Pedrick Cullen terus menunjukkan bahwa dia akan beraksi, Rigel segera mengabaikan Sia.Sia mulai kembali memusatkan perhatiannya pada tujuan penting dia ke sini. Tugas pertamanya akan gagal total jika dia tidak pintar memanfaatkan peluang dan waktunya dengan baik.Memasuki sebuah toko yang menjual kacamata, Sia harus membeli dua pieces warna bingkai berbeda untuk seo
Baca selengkapnya
114. Becky dan Kutukan
Sebelum sempat Rigel menjawab, Sia sudah maju untuk membungkam tawa Pierre dengan tamparan darinya. Setengah dirinya memang sedang dikuasai Minerva, terkadang.“Tutup mulutmu, bajingan!” Sia mendesis geram. Wajah tampan menyebalkan, untuk apa semua itu?Pierre tidak merasakan sakit, ingat, dia Iblis. Tapi harga dirinya terusik. Dengan geram dia mencekik Sia dan mengangakat tubuh wanita itu tinggi-tinggi di atas kepalanya, di udara.Rigel mendekat, meninju dada Pierre dan tangannya terlepas dari leher Sia. Pukulan dengan tenaga dalam yang dimanfaatkan Rigel sekuat tenaga.Tubuh Sia terjatuh ke tanah dengan bunyi keras. Rigel bahkan tidak menangkap tubuh Sia hingga wanita itu mengaduh kesakitan dengan suara pelan dibelakangnya.“Mau dilanjutkan?” tanya Rigel, dengan senyum sinis. Jiwa bertarungnya juga sama terusiknya dengan Pierre.Suasana mulai gaduh. Beberapa orang memotret, bahkan sejak tubuh Sia diangkat tinggi-tin
Baca selengkapnya
115. Tempat Gelap
Rigel menyusuri jalanan menuju Eastwood Lighthouse dengan berjalan kaki. Memtuskan untuk menunggu di sini lebih dulu, karena pada akhirnya Pedrick Cullen tetap akan berakhir di tempat ini, sesuai takdir.Pierre tetap tidak bisa turut campur meski dia turun ke bumi untuk mengacau. Yang dia butuhkan raga, dan memusnahkan jiwa Pedrick sebelum sempat dibawa oleh Rigel.Jadi si Iblis itu juga pasti menantikan saat-saat ini segera terjadi tanpa kendala.Bersandar di pagar tembok tinggi tua yang terlihat mulai ditumbuhi lumut, Rigel tidak peduli dan lebih memilih untuk meneliti mercusuar dengan matanya.Sementara itu, Sia tengah berlari di sepanjang trotoar untuk menyusul Becky. Hatinya berulang kali berteriak memperingati, “Jangan ikut campur, Sia. Pergi makan, isi perutmu.”Sia semakin mengabaikan itu. Tidak peduli apa keinginan Minerva yang menentang kemauan kerasnya.“Jangan ikut campur. Sekarang ini, hidup ini milikku. Kau di
Baca selengkapnya
116. Manusia Bisa Jauh Lebih Keji
Merasakan dingin lebih dari sebelumnya, Sia memeluk dirinya sendiri tanpa mempedulikan Pierre di sisinya yang tengah tersenyum menatapnya.“Pakai ini,” katanya sembari melepas mantel hitam dari tubuhnya, menutup kedua pundak Sia kemudian.“Tidak usah—”“Meski aku Iblis, bukan berarti aku tidak bisa berbuat baik.”Sia mencibir Pierre di dalam hatinya, tapi tidak mengatakan apa pun dan memilih menerima mantelnya. Sungguh, udara malam di pantai benar-benar membuatnya hampir mati beku.“Sekarang, bisakah kita berpisah sebentar?” Pierre tersenyum, begitu lembut. Ini bentuk merayu untuk manusia keras hati dan pendirian seperti Sia.Dengan sekali anggukkan Sia menjawab. “Pergilah. Aku juga tidak akan menunggumu di sini.”Pierre menyembunyikan kekesalannya. “Dasar wanita sombong.” Dia bergumam, dan jangan harap Sia mendengarnya.Pierre berjalan menuju jalanan
Baca selengkapnya
117. Iblis Yang Memiliki Nurani
Suara keras Becky mengejutkan Sia. Wanita itu menatap bingung pada keduanya yang kini saling berhadapan dalam pandangan membenci satu sama lain.“Aku tidak bersandiwara, sungguh.” Pedrick benar-benar kehabisan akal, dia mendekat untuk memeluk Becky, tapi wanita itu menendang  tepat di tulang kering kaki kanannya.“Jangan berpura-pura lagi, Pedrick Cullen. Aku tahu maksud dan tujuanmu.” Becky sudah berbalik, dia ingin pulang. Memeluk, dan meminta maaf pada Adik serta Ibunya karena telah memiliki keinginan untuk bunuh diri.Apa jadinya sang Adik yang masih kecil itu dia tinggalkan begitu saja bersama Ibunya yang lumpuh? Membayangkannya saja sudah membuat hatinya hancur, remuk redam.Sia menjerit memberitahu bahwa Pedrick dari arah belakang berniat buruk pada Becky. Sayangnya, peringatan itu tidak berguna, Sia transparan. Lagipula, Becky sudah lebih dulu dicekik oleh Pedrick.Menjerit tanpa suara yang bisa keluar, Becky ny
Baca selengkapnya
118. Mengusik dan Terusik
Rigel menatap tajam pada roh Pedrick Cullen yang tidak mau beranjak dari sana.“Cepat bangun dan ikut aku,” perintah Rigel pelan. Dia melihat Becky sudah berjalan sejauh lima belas meter dari tempat mereka saat ini.Wanita itu tertatih, menangis tiada henti. Dia butuh banyak bantuan untuk memulihkan fisik dan mentalnya setelah ini.“Harusnya aku tidak mati—”“Tutup mulutmu dan ikuti saja perintahku. Dosa-dosamu sudah terlalu banyak. Jangan harap kau bisa lari.” Rigel menghadang roh Pedrick yang bersiap melesat pergi dari pengawasan Rigel.“Harusnya wanita itu yang mati. Kenapa harus aku?”Rigel menghela napas berat. Dia sudah menunggu sejak tadi untuk melihat aksi si manusia bajingan ini, dan sekarang harus mendengar drama setelah kematiannya? Yang benar saja!“Sudah takdirmu. Terima saja. Kau akan mempertanggungjawabkan kesalahanmu. Itu sudah kewajibanmu. Berani melakukan, i
Baca selengkapnya
119. Aura Hortensia Dikova
Vanth menutup kedua telinga menggunakan earphone yang dibawanya dari bumi. Jika sudah berada di negeri atas awan, maka telinga dan apa pun anggota tubuh lain miliknya pasti akan setajam posisinya sebagai seorang Pemimpin.Dia tahu, bukan salah siapa pun. Rigel mencintai Sia mengalahkan hal apa pun yang menjadi obsesinya selama hidup abadi. Vanth menyadari keduanya kini tengah bercinta dengan erangan dan rintihan yang mampu tertangkap telinganya, dan berputar-putar di benaknya.Dia tidak akan cemburu. Wanitanya memang bisa kembali bereinkarnasi dengan baik berkat Rigel, jadi dia tidak akan protes, mengeluh, apalagi cemburu. Tidak, itu tidak perlu.“Aku pernah menggunakan ini saat malamku selalu dihantui mimpi buruk,” kata seorang wanita cantik berambut keperakan yang helaian lembut tiap rambutnya melewati punggungnya. Rambut panjang yang mempesona.Vanth tahu sejak lama, bahwa sesama makhluk negeri atas awan yang memiliki kesetaraan kekuatan, a
Baca selengkapnya
120. Perjanjian Dengan Darah
“Aku tahu,” jawab Aura begitu cepat, tanpa pikir panjang. Itu karena dia mengerti. Tahu siapa wanita yang tidak tergantikan di hati sang Pemimpin negeri atas awan. Wanita itu, Minerva.Saat Aura dibawa untuk pertama kalinya ke sini, ke negeri atas awan, oleh Tranmier, pria tua itu menjelaskan semua hal terkait dengan negeri yang akan ditinggali Aura, hingga pada kehidupan pribadi sang Pemimpin saat ini.Secara langsung, Aura belum pernah bertamu Minerva. Tapi dia tahu, wanita itu sangat biasa, namun luar biasa tangguh dan dicintai semua penduduk negeri atas awan. Sekilas, tidak tampak seorang Minerva pantas mendampingi Ares Vanth Dier.“Itu artinya kau mengerti?” Vanth memastikan. Tidak ingin bertindak gegabah. Dia memang sedang berhasrat, tapi tidak ingin menjadi tolol dengan mengambil sikap sembarangan.“Aku mengerti. Apa kau butuh bukti?” Aura paham, karena dia juga tidak ingin gegabah.“Jika ada, apa ya
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
91011121314
DMCA.com Protection Status