All Chapters of Diary Sang Kupu Kupu Malam: Chapter 11 - Chapter 20
70 Chapters
Oh...Ibu
Aku telah pulang dari kosan cantika siang itu, kembali ke kosanku yang sudah aku tunggu beberapa bulan ini tentunya. Semua  peralatan dan bekal untuk makan serta menjalani hidupku sudah aku beli dan terasa cukup. Aku lihat di rantang berasku itu terisi penuh. Sebenarnya, ada rasa bersalah juga dengan uang yang aku gunakan untuk makan itu. Tetapi aku rasa tuhan tahu keluh kesahku, aku pun Cuma manusia biasa yang tidak luput dari dosa dan nista. Hanya bisa aku jalani, tetap meneruskan ibadahku meskipun tak tahu, tuhan menerima atau tidak? Semua kuserahkan padanya. Sisa uang yang aku dapatkan itu akan aku gunakan untuk aku tabung. Sebagai persiapan nanti jika terjadi sesuatu yang sama seperti kemarin di bulan berikutnya. Tak mau boros atau pun berfoya-foya saat itu, agar tak kelabakan seperti hari kemarin yang sudah membuat hatiku cemas serta selalu khawatir akan kehilangan tempat tinggal. Mau tidur di mana lagi diriku kalau aku diusir dari kontrakan ini pi
Read more
Pemilik Kontrakan Datang
Ketukan Pintu itu semakin keras aku dengar dari dalam kamar, aku sedikit membuka gordeng pintu sedikit mengintip dengan rasa takut barangkali ada orang jahat di luar sana yang memang tak aku undang datang. Tak kulihat siapa-siapa. Terlihat seseorang sedikit  bersembunyi di depan pintu. Aku masih baru di kota ini, berbuat jahat pada orang pun aku tak pernah, lantas siapa pikirku dalam hati. Kubuka gorden tirai itu dengan perlahan lagi. "HUffff....." syukur sedikit lega aku rasanya, ketika membuka tirai dalam bagian kamarku itu. Kulihat wajah yang tak asing lagi saat itu. Ya, itu perempuan pemilik kontrakan yang galak  ternyata sudah berdiri di depan pintu. Mati aku! Pikirklu hari itu, aku sadar memang beberpa hari ini sudah menunggak uang kontrakan tepat tiga bulan. Tak apalah, kuhadapi saja. Ibu kota memang kejam begitu juga orang-orangnnya, sesuai dengan semboyan ada uang ya disayang tak ada uang ya ditendang. Aku pun membuk
Read more
Orang-Orang Berwajah Munafik
Saat aku telah memberikan uang dalam jumlah lembaran yang lebih dari cukup untuk membayar kosan yang menunggak tiga bulan itu wajahnya berubah baik. Kata-kata kasar yang keluar dari mulutnya berubah begitu baik, halus mendayu-dayu ketika bicara padaku, aku pun muak mendengarnya. “Ini ada uangmu, "Kenapa tak kau bayar dari kemarin Mawar cantik..” "Kalau begini, aku tak perlu marah-marah padamu, "Bukan kah begitu Mawar?” Pemilik kosan itu yang mulai reda setelah melihat lembaran uang  yang aku berikan padanya dalam jumlah lumayan banyak. Rasa malas bercampur jengkel  aku melihat wajahnya, aku hanya dapat memandang wajahnya itu penuh dengan kebencian. "Sudahlah! Pikirku saat itu, dengan terpaksa memang aku tinggal di kosan murah ini. Begitu  sangat sulit mencari tempat tinggal. Ingat, keputusan untuk tinggal di sini tidak akan berlanjut lagi, tak akan pernah berlanjut aku tinggal di sini. Tentu saja aku akan segera
Read more
Memutuskan Pindah
“Aku harus pindah dari tempat ini!” “Harus…!” “Sudah tak nyaman lagi berada di tempat busuk ini. Busuk dengan wajah orang-orang dan manusia bertopeng seperti mereka. “Munafik…! "Mereka seakan menganggap manusia paling suci dari kami yang menjadi pekerja malam di jalanan sana..” Aku bergumam hari itu, tak tahan lagi berada di tempat  yang serasa membuatku tak nyaman lagi dengan semua suasananya. Tak nyaman dengan mulut-mulut pedas mereka yang selalu menggunjing dan mengatakan kalau aku adalah seorang pengangguran dari desa yang tak mengenyam pendidikan sama sekali. Mengatakan kalau aku adalah orang yang tak memiliki pendidikan tinggi dan memang tak pantas berada di kota besar ini. Seharusnya, mereka tak mengatakan hal  yang memang harus mereka jaga. Menjaga lisan mereka sendiri, bukankah mereka orang berpendidikan tinggi? Mereka seharusnya lebih berpikiran jernih serta  matang, sebelum mengatakan dan mengeluarkan perkataan yang s
Read more
Meluncur Ke Lokasi
Aku pun hari itu bersiap-siap pergi ke kontrakan Cantika yang jauh dari Kontrakanku. Ya, berjarak cukup jauh memang. Seketika setelah menelpon Cantika, aku pun segera ambil langkah seribu untuk pergi dari sana, hanya untuk melihat kondisi Kontrakan miliknya yang memang segera akan aku huni nantinya. Sudah berniat sekali aku untuk pindah dari tempat ini, tak ada gunanya aku berpikir dua kali untuk bertahan lagi di tempat ini. Memang harus aku lakukan, untuk apa aku memilih masih tetap tinggal di sini, jika hatiku merasa sudah tak nyaman lagi. Untuk apa aku bertahan di sini, sementara selalu merasa tak tenang. Begitulah hari itu, segera aku pergi dan tak lupa mengunci terlebih dahulu pintu kamar Kontrakan, kemudian melangkahkan kaki. Aku telah sampai di Kontrakan Cantika saat itu, kulihat pintu kamar Kontrakann Cantika terbuka. Ku lihat dia masih mengenakan pakaian celana pendek dengan kaos minim. Aku sedikit tersenyum dan lega bisa sampai tiba di sini. Segera
Read more
Keputusanku
“Oh jadi kamu yang mau pindah ya dek? Bapak pemilik kontrakan itu ramah padaku, bapak yang berdiri dan menyapaku itu adalah pemilik Kontrakan tempat Cantika tinggal. Begitu ramah dan begitu bersahabat. Terlihat juga saat itu beberapa anak Kontrakan  lainnya sudah datang dan tersenyum padaku, tentu saja dengan begitu ramah. Semua aku rasa begitu berbeda dengan suasana semula di tempatku. “Hai Cantika? “Banyak dapat pelanggan semalam….? Beberapa anak laki-laki itu mencoba menggoda Cantika temanku dengan senyum ramah, bercanda dan melemparkan senyum  padaku dan Cantika. Aku  seketika mengernyitkan kening, mengalihkan pandangan pada Cantika yang saat itu menjawab pertanyaan beberapa anak laki-laki itu, tentunya menggoda Cantika dengan kata-kata pelanggan. “Pelanggan..? Timbul pertanyaan dalam hatiku saat itu. Apakah memang para anak laki-laki di tempat Cantika mengontrak dan tinggal itu tahu pekerjaan Cantika saat ini?
Read more
Pengalaman pahit
Ya… begitulah aku hari itu. Tak perlu menunggu kebimbangan dengan sikap dan keputusanku. Tak nyaman berada di tempat lama itu yang aku rasa semua kaku. Orang-orang yang selalu mencibirku dengan tingkat pendidikan mereka yang begitu tinggi, pemilik kosan lama yang begitu sangat menyakitkan hati, semua seolah membuat aku ingin cepat pergi. Padahal dulu, aku mengenal mereka semua selalu bersikap ramah, berkata manis.“Apakah semua orang di kota ini munafik?“Apakah semua orang di kota ini memang begitu cara mereka kepada semua pendatang?“Aku rasa tidak juga. Mereka hanya ramah pada setiap orang yang memang selevel dengan mereka. Sedangkan aku…?“Aaa… sudahlah buat apa aku terlalu memikirkannya,” begitu pikiranku saat itu. Tak mau banyak berpikir tentang hal-hal yang menurutku memang membuat kepalaku rasanya mau meledak. Tak ada untungnya juga aku memikirkan mereka yang tak ada sangkut pautnya dengan diriku.
Read more
Berbicara Masalah Hati
 “Aku akan pindah bu.”Aku berbicara sembari menunjukkan raut muka datar hari itu, seolah memang sudah bosan memandang pemilik kosan lama  yang aku anggap memang budak uang. Aku sadar mereka juga butuh uang, tetapi bisakah dia menahan kata-kata kasarnya selama ini, ketika menagih uang padaku yang telat bayar kontrakan. Tetap tak bisa, hanya menambah sakit hati saja mengenangnya.“Apa kau sudah berpikir matang-matang?”Ucap pemilik kontrakan lama itu bertanya balik ke padaku, tentang rencana diriku yang memang ingin pergi dari tempat kontrakan miliknya. Aku memang tak ada hati lagi untuk tinggal di sini, berbagai alasan yang memang sengaja tak aku ungkapkan hari itu dan ingin cepat pergi, muak dengan wajah bertopengnya yang seolah ramah. Ya, biarlah ini menjadi pelajaran dari pengalaman serta perjalanan hidupku. Tentunya lebih berhati-hati memilih tempat tinggal di ibu kota ini, kenyamanan yang memang terkadang susah
Read more
Private Number
Malam hari adalah malam yang kami tunggu. Sudah tak sabar lagi rasanya aku menunggu matahari tenggelam dari aktifitas menyinari bumi hari itu. Biasanya, aku sebelum jam lima sore terlebih dahulu mandi dan kembali tidur. Hal itu aku lakukan agar kembali segar ketika akan melakukan profesi malamku itu. Ya profesi di gelapnya malam sebagai gadis kupu-kupu malam yang berdiri tepat di pinggir jalan. Menantikan hidung belang dengan membawa rupiah yang berguna untuk meneruskan kehidupan dan perjuangan berat di kota Kejam ini.Setelah bangun tidur pada saat tepat pukul Sembilan malam, aku biasanya berdandan dan mempoles seluruh bagian wajah dan juga mengenakan pakaian seksi milikku, cantik bak perempuan liar jalanan. Ya, hampir setiap malam aku melakukan hal itu begitu saja terus. Jika malam hari atau saat azan berkumandang biasa digunakan  untuk beribadah orang-orang, aku tak melakukannya. Bukan tak mau beribadah, tetapi aku berpikir memang belum pantas untuk menye
Read more
Karakter
Aku saat itu memakai pakaian seksi yang aku kenakan untuk mencari rupiah di jalanan. Tentu saja setelah hari itu mendapat telepon dari salah satu tamu atau yang biasa aku sebut pelanggan. Pelanggan yang malam itu menelponku dengan memakai nomor pribadi, menelpon diriku di saat keadaan sudah malam hari. Tepat  pada jam sembilan malam. “Dimana kau? “Aku ingin mencicipi tubuh seksimu? Ucap tamu atau pelanggan yang berkata demikian, seolah menggairahkan sehingga membuat aku semakin penasaran. “Punya uang berapa? Ucapku seolah meremehkan salah satu pelanggan yang menelpon itu, seolah tak percaya dia memberikan  uang banyak atas pelayanan yang akan aku berikan. Maklum, aku memang tak bernafsu pada pelanggan atau tamu yang memang pelit terhadap uang. Tak sebanding dengan aku yang harus bermandikan keringat malam. “Kau meremehkanku?” “Berapa kau minta?” Ucap laki-laki itu dari ujung telepon genggamnya, menantangku unt
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status