Aku saat itu memakai pakaian seksi yang aku kenakan untuk mencari rupiah di jalanan. Tentu saja setelah hari itu mendapat telepon dari salah satu tamu atau yang biasa aku sebut pelanggan. Pelanggan yang malam itu menelponku dengan memakai nomor pribadi, menelpon diriku di saat keadaan sudah malam hari. Tepat pada jam sembilan malam.
“Dimana kau?
“Aku ingin mencicipi tubuh seksimu?
Ucap tamu atau pelanggan yang berkata demikian, seolah menggairahkan sehingga membuat aku semakin penasaran.
“Punya uang berapa?
Ucapku seolah meremehkan salah satu pelanggan yang menelpon itu, seolah tak percaya dia memberikan uang banyak atas pelayanan yang akan aku berikan. Maklum, aku memang tak bernafsu pada pelanggan atau tamu yang memang pelit terhadap uang. Tak sebanding dengan aku yang harus bermandikan keringat malam.
“Kau meremehkanku?”
“Berapa kau minta?”
Ucap laki-laki itu dari ujung telepon genggamnya, menantangku unt
“Cantika?“Cantika?Teriakku dari depan pintu sebuah kamar kontrakan, tepat di depan kamar Cantika yang memang hari itu tak kudengar suaranya. Sudah seharian ini dia memang tak terlihat atau memanggilku yang memang biasa dia lakukan setiap hari, tapi kali ini tak terlihat. Sebelum pergi ke hotel untuk berkencan, aku pun ingin memastikan keadaan sahabatku satu-satunya itu apakah dia baik-baik saja atau tidak.Terlihat saat itu aku sudah keluar dan berdiri dengan pakaian yang sudah aku siapkan sebelumnya. Sudah siap menuju kamar hotel tempat pelangganku menunggu. Tapi dengan rasa penasaranku saat itu ingin tahu apakah sahabatku itu baik-baik saja atau tidak. Aku sedikit mengintip dari balik tirai kamarnya yang saat itu sedikit terbuka. Terlihat dari luar sebuah tubuh telentang dengan Headset yang masih terpasang di telinga. Wajar saja dia tak mendengar sahutanku yang dari tadi memanggilnya.“Oalahh…. pantas saja
Aku begitu takjub dengan laki-laki yang berdiri di hadapanku saat ini. Begitu tampan dengan muka yang layaknya seorang keturunan bak pangeran berkuda yang seakan membangkitkan gairah malamku yang begitu menggebu-gebu. Aku tak perduli lagi, walaupun dia telah memiliki pasangan ataupun tidak. Aku tak mempersoalkan hal itu. Saat itu Aku lihat dia memandangku dengan penuh nafsu. Terlihat tubuh kekarnya denagn dada bidang berbulu,lalu laki-laki itu tersenyum padaku. Setelah aku masuk ke dalam kamar hotel aku masih berdiri di hadapannya saat itu. Laki-laki yang Memakai piama atau baju tidur panjang saat itu seolah menatap diriku di atas kursi santai yang didudukinya di dalam sebuah kamar hotel nomor tiga puluh enam itu. “Kau bisa menari? Ucapnya padaku sembari dia duduk di atas kursi santai itu, ditemani dengan segelas minuman berwarna merah yang aku tahu itu sejenis minuman memabukkan dengan minuman yang mengandung kadar alkohol, tercium dari
Samar-samar aku melihat pria itu membuka baju tidurnya, kemudian aku tak ingat apa-apa lagi setelah itu. Aku begitu benci dengan waktu yang begitu berjalan cepat, terperdaya malam itu dengan terlalu banyak minum-minuman alkohol yang disuguhkan laki-laki gagah itu. Sehingga, laki-laki itu begitu leluasa mengotak-atik bagian-bagian berharga dalam hidupku. Entah sudah keberapa kalinya laki-laki di luaran sana memakai tubuh yang ku anggap sebagai aset terpenting dalam hidupku ini.Aku tak tahu, aku gaman. Aku seolah baru dalam dunia seperti ini. Mungkin saat ini bisa saja aku menjadi primadona karena usia yang masih muda, tapi entah esok harinya bahkan esok harinya lagi. Semua seakan sudah menjadi rahasia yang memang sudah digariskan tuhan. “Sudahlah” aku hanya ingin menikmati apa yang ada sekarang, itu saja.”“Kau baru sadar?“Maaf ya. Aku memang sengaja memberikanmu minuman itu agar kau cepat menikmati permainan liar ini.”
“Bolehkah aku mengantarmu pulang Mawar?“Aku ingin mengenalmu lebih dekat lagi,”Laki-laki itu menawarkan bantuan kembali malam itu. Berniat mengantarku pulang hingga ke kontrakan di ujung gang sempit yang hanya bisa menjalani aktifitas sebelum matahari tenggelam. Melalui pekatnya malam berjalan menjalani malam-malam penuh tantangan.Tak banyak yang bisa dilakukannya hanya untuk membalas jasa yang aku berikan, seolah tahu dengan apa yang aku butuhkan dari seorang laki-laki, yaitu tanggung jawab. Ya, tanggung jawab dan rasa tulus. Tak hanya memikirkan nafsu dan hasrat pribadi yang dia salurkan padaku. Aku berpikir kenapa laki-laki itu begitu baik padaku yang begitu hina ini? sementara hatiku saat itu memang butuh orang seperti dirinya yang sedikit menunjukkan rasa peduli, walaupun aku hanya sebagai wanita penghibur di hadapannya.“Aku bisa pulang sendiri,”“Tak usah terlalu mengkhawatirkan keadaanku,”
Kembali pagi itu aku mengambil handphone yang aku taruh di atas rak hiasku hanya sekedar untuk menanyakan kabar Ibuy yang memang sudah aku rindukan suaranya. Hanya sekedar ingin mendengar suaranya yang begitu membuat hatiku nyaman dari semua rasa rinduku yang tak dapat bertatap muka. Tak kuhiraukan rasa mengantukku yang semalam masih bergelayut tepat di atas pelupuk mata, hanya suara Ibuku yang dapat mengusir rasa lelahku yang saat itu masih bersandar tepat di atas tempat tiudr yang aku masih rasakan sisa dari tenaga laki-laki itu semalam yang memang perkasa di atas ranjang kamar hotel itu. Berulang kali mengajakku untuk melakukan hubungan intim yang aku rasa tak sanggup melayaninya lagi.“Ibu…aku lelah,”“Apakah aku harus terus bertahan di tengah kota metropolitan yang aku rasa semakin banyak saja kisah hidup yang akan aku hadapi ke depan.”Aku berkata sembari menahan napas dan perlahan mulai mengeluarkan tetesan air bening
Aku mencari sesuatu dari balik laci meja riasku malam itu, apa lagi kalau bukan sebuah alat make up yang tentunya aku bawa kemana-mana dari dalam tas mungil kulit milikku. Biasanya aku selalu meletakan beberapa make up itu yang sudah tersusun dalam sebuah kotak kecil yang biasa aku taruh di dalam tas mungil.“Diman ya?“Aku menaruhnya kemarin persis di dalam laci,”Ucapku saat itu Yang terus membolak balik pintu laci meja riasku yang berukuran mini itu. Tetapi tak menemukan sesuatu yang aku cari.Tak aku pungkiri,sebuah kotak make up sangat berharga bagiku untuk merias penampilan wajah yang memang harus tampil begitu cantik ketika malam hari demi mencari rupiah di jalanan liar di sana.“Ahhh sudahlah, ada baiknya aku beli saja nanti,”“Toh enggak sebebrapa juga harganya,”Ucapku kemudian lalu kembali menutup laci meja sembari ingin berlalu keluar malam itu, tetapi aku lihat jam sudah terlalu larut mal
“Singkirkan mulut baumu dari wajahku!” Ucapku saat itu dengan marah dan emosi, langsung mendorong wajahnya yang ingin mencumbuku itu. Terasa sekali kalau dari hawa mulutnya tercium bau alkohol yang begitu menyengat sekali yang aku hirup, tepat pada pernapasannya yang seolah hari itu bernafsu sekali untuk segera mencumbuku. Gaun pendek sebatas paha yang aku kenakan kini merosot setengah dada, sehingga menampakkan bagian feminimku yang memang membuat nafsu liarnya itu semakin memanas. Dia mendorong tubuhku tepat di atas tempat tidur, seketika menarik gaun yang aku kenakan itu. Tak sempat lagi aku ingin memberontak malam itu. “Aku tak suka ini!” “Lepaskan!” Ucapku malam itu meminta laki-laki kekar itu yang terus mencumbu bagian terlarangku yang telah terlihat itu. “Ini pemaksaan!” “Lepaskan!” Tak ada rasanya kenikmatan dengan perlakuan kasarnya malam itu. Aku ingin menjerit rasanya sekuat kuatnya malam itu. Perlakuan
“Dari mana kau dapatkan alamatku!” “Cepat kau katakan! Aku kembali mencoba memaksa laki-laki itu yang mencoba mendekat tubuhku setelah lelah melakukan perbuatan pemerkosaan yang dia lakukan padaku. Apalagi akalu bukan perbuatan pemerkosan yang memang aku tak suka dan tak menikmati permainan panas itu yang harus melayani nafsu laki-laki bajingan bertubuh gempat itu. “Kau tak perlu tahu,” “Kau butuh uang bukan? laki-laki yang memang sudah beranak satu dan beristri itu mencoba berdiri dengan tanpa sehelai benag yang dia kenakan. Diambilnya tas sandang yang dia pakai saat itu. “Ambil perempuan murahan! “Aku memang tak pernah akan puas melampiaskan nafsu ku yang terus saja terbayang dengan tubuh indahmu!” Laki-laki itu berucap sembari membuka tas sandang yang dia ambil itu dari atas meja riasku yang saat itu memang sengaja ditaruhnya di sana. Sudah hampir dinihari laki-laki itu belum pulang dari kamar kontrakanku. Ti