All Chapters of PEMBALASAN ANAK LELAKIKU: Chapter 41 - Chapter 50

Mayang menunggu dengan gelisah di ruang tamu. Jam sudah menunjuk hampir tengah malam, tapi Andi belum juga kembali ke rumah. Rumah besar dan mewah ini jadi sangat lengang tanpa kehadiran lelaki itu.Beberapa hari terakhir pikirannya mulai kacau. Andi sering pergi untuk waktu cukup lama. Padahal wanita itu tahu pekerjaan Andi tidaklah tetap.Mulai timbul kecurigaan di hatinya mengingat lelaki itu sudah mulai tidak seromantis sebelumnya. Apalagi setelah keduanya bersepakat untuk menggabungkan seluruh uang mereka dalam satu rekening beberapa waktu lalu. Mayang ingat, lelaki itu hanya beberapa hari saja bersikap sangat manis. Setelahnya, dia lebih banyak menghabiskan waktu di luaran. Entah apa yang dia lakukan. Jam sudah menunjuk lewat tengah malam saat sebuah mobil terdengar memasuki halaman. Mayang pun segera berlari untuk menyambut, meski dengan hati dongkol karena sampai saat itu pun janji Andi untuk menikahinya belum juga terbukti.. Mayang sudah bersiap menyapa saat membukakan pintu

"Bang, ada yang mau ketemu di bawah." Seorang karyawan muncul dari pintu ruang kerjanya."Suruh naik," perintah Raka. Matanya tetap tak beranjak sedikitpun dari layar laptop di depannya. "Suruh ke sini, Bang? Serius?" tanya si karyawan, sedikit kurang yakin. "Iyaaa, lagi males turun. Nanggung nih kerjaannya," jelas Raka."Oke, Bang." Lalu pemuda berusia 20 tahunan itu pun bergegas turun ke lantai satu. Beberapa menit kemudian, kembali dengan diikuti tiga orang anak remaja berseragam sekolah. Melihat pemandangan yang sedikit aneh itu, sontak semua karyawan di ruangan itu menatap ke arah tiga gadis remaja yang berjalan sedikit gugup mengikuti pemuda di depannya. Saat pintu ruang kerjanya terbuka lagi, dahi Raka langsung berkerut melihat pemandangan yang tak biasa itu. Siapa mereka? Ada apa dengan hidupnya? Kenapa harus dibikin ribet dengan anak-anak sekolah lagi?"Ini Bang, tamunya," kata si karyawan, usai menyuruh ketiganya masuk. Keheranan Raka menatap ketiganya. Matanya seperti m

"Maafkan Papa, Kak." Tidak ada kata yang ingin disampaikannya selain itu, saat akhirnya Rio kembali menemui kakaknyaDia sudah menceritakan semua yang dilihat di rumah kontrakan ayahnya. Termasuk anak bungsu sang ayah yang sedang sakit parah dan membutuhkan biaya cukup besar. Raka tahu adiknya memang berhati lembut. Rio sangat mirip dengan ibunya yang mudah tersentuh dan jatuh iba. Adiknya juga menunjukkan beberapa foto yang diambil dari rumah kontrakan Romi. Termasuk foto Mayla. Gadis remaja itu terlihat lebih kurus dari terakhir kali Raka lihat. Mukanya makin tirus, baju yang dikenakan juga terlihat lusuh, tidak rapi seperti biasanya.Raka sontak teringat kembali pertemuan terakhirnya dengan Mayla. Saat itu hujan dan Mayla justru menunggu di sekolah sampai basah kuyup. Raka juga ingat terakhir kali membukakan pintu taksi online yang dipesannya untuk membawa Mayla pulang. Saat itu, dia bahkan sempat berharap agar tak lagi dipertemukan dengan Mayla. Dan Raka memang tak pernah meliha

Mayang kembali ke hotel melati tempatnya menghabiskan beberapa malam terakhir setelah pengusiran dirinya oleh Andi dari rumah mewah lelaki itu. Hidupnya benar-benar berbalik 180 derajat sekarang. Uang yang dibawanya hasil dari menjual rumah mewah yang diberikan Romi untuknya sudah berpindah ke tangan lelaki licik bernama Andi itu. Kini dia dibuang secara menyedihkan. Andi hanya menyisakan sedikit saja uang di rekeningnya dan hanya cukup untuk hidup beberapa waktu ke depan. Lebih tragis lagi, saat sore tadi dia mencoba menghubungi Romi, lelaki justru menolak keinginannya untuk bertemu dengan anak-anak. Romi yang dulu sangat memujanya, bahkan tak mau lagi memberi kesempatan untuknya.Hal paling sedih yang dia rasakan dari semua ini adalah kabar bahwa anak bungsunya, Faya, sedang sekarat karena harus menghadapi penyakit ganas yang menggerogotinya. Sekembalinya dari bertemu Romi, Mayang menangis di pojok kamar hotel melatinya yang hanya seharga 100 ribuan semalam itu. Itu pun tidak akan

Rani yang malam itu mengenakan sweater tebal warna maroon duduk di apit dua putranya. Rio sesekali memegang bahu sang ibu yang terlihat begitu sedih. Sementara Raka sedikit jengah melihat raut muka ibunya yang seperti itu. Dia sangat benci melihat wanita yang wajahnya sudah semakin banyak dihiasi guratan penuaan itu justru merasakan kesedihan dengan apa yang menimpa mantan suaminya. Seharusnya dia senang ayahnya mendapatkan ganjaran yang setimpal atas perbuatannya di masa lalu. Namun, ibunya justru sebaliknya. Di sebelah kanan sang ibu, Raka hanya duduk menyandarkan diri di kursi tunggu dengan malas. Satu jam sebelumnya, saat dia masih berada di ruang kerja bersama beberapa karyawannya, tiba-tiba ibu dan adiknya datang. Melihat mereka berdua sama-sama mengenakan baju hangat, membuat Raka yakin jika keduanya berniat pergi ke suatu tempat. "Kakak sudah dengar berita tentang papa?" tanya Rio."Berita apa?" Raka mengedikkan bahu. Lalu Rio mengulurkan ponselnya setelah membuka sebuah la