Semua Bab DENDAM ANAK LELAKIKU: Bab 51 - Bab 60
80 Bab
TERLALU JAHAT
Setelah mengetahui bahwa anak anak mendiang papanya itu tinggal di rumah ibunya, Raka jadi sangat malas untuk berkunjung ke rumah itu. Padahal saat ini, perasaan manjanya pada sang ibu sedang kambuh. Kehilangan Ayu membuatnya ingin selalu dekat dengan wanita yang telah melahirkannya itu.    "Adikmu akhirnya diterima kerja di perusahaan BUMN, Ka. Kita akan merayakannya malam ini. Kamu harus datang ya, Nak?" kata sang ibu saat mengabarkan melalui telepon bahwa Rio telah berhasil mendapatkan pekerjaan di salah satu perusahaan bergengsi di negeri ini.    Raka bersyukur karena akhirnya perjuangannya membiayai kuliah adiknya tidak sia sia. Ibunya terdengar sangat bangga saat mengatakan kabar itu padanya. Dulu saat kecil, sebenarnya Raka yang digadang-gadang untuk bisa menjadi seorang pegawai di salah satu BUMN atau bisa menjadi pegawai negeri sipil. Namun keinginan itu sepertinya telah pupus setelah pergin
Baca selengkapnya
DERITA MASA KECIL
Seorang lelaki berambut agak panjang yang diikat ke belakang berjalan tergesa menghampiri Ferry yang sedang duduk di sebuah sudut warung tenda pinggir jalan.    Setelah membungkuk sedikit seperti memberi hormat, lelaki dengan jaket hitam itu duduk di hadapan Ferry dan mulai berbicara dengan serius setelah menyodorkan sebuah foto dua orang pengendara motor yang baru saja membuka helm full face mereka.    "Mereka target kita, Capt," kata lelaki itu pada Ferry.   "Sudah berapa lama mereka membuntuti?" tanya Ferry setelah mengamati sebentar gambar dalam foto itu.   "Semingguan lebih, Capt. Sepertinya mereka sedang menunggu saat yang tepat dan sasaran mereka lengah."   "Terus awasi! Jika perlu, tambah personel untuk bergantian menjaga umpan kita. Sepertinya kita sudah sangat dekat dengan target," jelas
Baca selengkapnya
TERTANGKAPNYA ANAK BUAH ASTUTI
"Mayla, nanti Ibu kabari keadaan adik kamu kalau sudah ketemu dokternya ya? Kamu sekolah aja yang tenang. Biar Ibu sama kak Rio yang ngurus Faya hari ini," kata Rani saat mereka selesai sarapan pagi itu.    "Iya, Bu. Terima kasih banyak," kata Mayla seperti biasa, masih terlihat sangat sungkan dengan Rani. Lalu dia pun bangkit bermaksud membereskan peralatan makan mereka yang sudah terlihat kosong.   "O iya, sama nanti kamu berangkat sekolahnya bareng kak Raka aja, sekalian kak Raka balik. Ya kan, Ka?" lanjut Rani.    Raka yang mendengar itu, tidak berniat menjawab. Dia malah pura-pura sibuk menuang air putih ke dalam gelasnya.    "Eee, enggak usah, Bu. Biar May naik angkot aja. Nggak akan telat kok masuk sekolahnya," sahut Mayla menanggapi tawaran Rani.   
Baca selengkapnya
DITANGKAPNYA ASTUTI
Lima hari sudah Raka terbaring lemah di rumah sakit. Dokter menyatakan cideranya memang tidak terlalu serius, tapi dia masih belum boleh terlalu banyak melakukan aktifitas.    Dan saat dokter akhirnya mengijinkannya pulang siang hari itu, Rani dan Rio memutuskan untuk membawa Raka ke rumah. Lalu untuk sementara menyerahkan bisnis Raka pada sahabatnya, Radit.    "Raka pulang ke ruko aja, Mah. Raka udah sehat kok," kata pemuda itu saat mereka akhirnya sampai di rumah sang ibu.    "Jangan bandel, Ka. Kamu butuh istirahat, Sayang. Kata dokter minimal Kamu masih harus di tempat tidur semingguan lagi. Jangan beraktifitas dulu," jelas sang ibu panjang lebar.   "Ah, dokternya aja yang terlalu lebay, Mah. Raka udah sehat kok, nggak apa-apa," katanya tetap menggerutu.   "Udaaah. Pokoknya sekarang kamu
Baca selengkapnya
PENGAKUAN MAYLA
Suasana rumah Rani nampak sedikit ramai malam itu. Satu bulan setelah kesembuhan Raka, Mayla lulus dari Sekolah Menengah Pertamanya.   Rani membuatkan syukuran kecil-kecilan untuk Mayla. Wanita berhati emas itu semakin hari semakin menyukai Mayla seperti anak perempuannya sendiri. Dia bahkan sepertinya lupa, anak siapa Mayla itu.    Begitu pun dengan Rio, yang merasa sangat senang karena ada sosok seorang adik perempuan dalam keluarganya.   Dan sepertinya memang hanya Raka yang tidak nyaman dengan kehadiran Mayla.   Meskipun sikapnya terlihat sudah tidak sebenci sebelumnya, namun tetap saja masih ada kesan dingin dan ketus saat sedang berinteraksi dengan anak gadis remaja itu.    Saat acara selesai dan rumah kembali nampak sepi, Mayla yang duduk bersebelahan dengan Rani tiba-tiba berkata pelan pad
Baca selengkapnya
NASIB SANG NYONYA BESAR
"Apa ibu sudah siap?"    Ferry menghadapkan tubuh ibunya ke arahnya. Wajah lelaki itu begitu bahagia saat ini. Dia yakin hari ini adalah hari dimana wanita iblis Adyatama itu menerima pembalasan atas perbuatannya.    Sang ibu yang beberapa saat yang lalu telah didandani dengan rapi oleh suster yang merawatnya, hari ini terlihat lebih segar. Dan untuk pertama kalinya selama beberapa tahun terakhir, wanita tua itu mengembangkan senyum sambil menatap ke wajah putra semata wayangnya.    Mata Ferry mendadak perih. Ada rasa sedih bercampur bahagia di dalam hatinya saat ini. Setelah sekian puluh tahun, akhirnya dia akan bisa menyelesaikan tugasnya. Mengembalikan kebahagiaan ibunya yang telah direnggut paksa.   "Sudah siap, Kak?" Vanno muncul di pintu kamar perawatan Wanda. Pemuda itu tersenyum bahagia melihat ibu angkatnya berpenampi
Baca selengkapnya
TERPURUK
Ayu sedang duduk termenung di dekat jendela apartemennya saat Raka datang. Sudah ketiga kalinya dalam seminggu lelaki itu menyaksikan pemandangan yang sama.    Ayu Nindya Adyatama, wanita yang biasanya selalu bersemangat itu kini terlihat seperti manusia yang kehilangan nyawanya. Tidak hanya ibunya, sekarang dia bahkan kehilangan perusahaan yang selama beberapa tahun ini dia pimpin.    Meskipun uang bukan menjadi masalah buat Ayu saat  ini, karena dia pastilah sudah memiliki tabungan dan deposito pribadi yang cukup besar selama menjadi putri Adyatama dan memimpin perusahaaan keluarga itu. Namun, berubahnya kehidupan Ayu 180 derajat membuatnya seperti orang yang kehilangan arah.    Beberapa hari ini Ayu mulai kehilangan nafsu makannya. Bayangan sang ibunda berada dalam penjara yang jauh dari kemewahan membuatnya sangat sedih. Berjam jam di ruang apartemenny
Baca selengkapnya
RETAK
"Meeting sudah bisa dimulai, Bu. Semua manager sudah siap."    Ayu baru saja akan menutup laptopnya saat Rania, sekretaris pribadinya, muncul di ruangannya untuk mengingatkan jadwal meeting menjelang akhir tahun.   "Oke. Katakan pada mereka untuk menunggu sebentar lagi. Kita masih menunggu Pak Ferry dan Pak Vanno. Mereka akan datang dalam 10 menit," ucapnya pada sang sekretaris.    "Baik, Bu." Rania pun segera berlalu dari hadapan atasannya untuk kembali ke ruang rapat.      Seperti itulah hari-hari Ayu selama beberapa bulan terakhir. Dia kembali lagi ke perusahaan Adyatama, dan tetap dengan jabatannya sebagai direktur perusahaan itu.    Ferry dan Vanno tiba 5 menit kemudian. Keduanya telah memakai pakaian formal hari itu. Setelan jas berwarna abu gelap dan dasi warna
Baca selengkapnya
TERJEBAK
Raka mendadak merasa seperti menjadi orang bodoh hari itu. Duduk di bangku paling belakang sebuah Sekolah Menengah Atas, memperhatikan dengan malas seorang guru wanita berjilbab lebar yang sedang memberi sambutan untuk orang tua dan wali murid.    Tiba-tiba dia menyesal telah mengiyakan keinginan ibunya untuk menggantikannya ke sekolah Mayla hari itu untuk menjadi wali pengambilan buku laporan pendidikan.    "Ka, bisa tolongin Mama nggak?" tanya ibunya lewat telepon beberapa jam sebelumnya, saat Raka masih menikmati kasurnya yang empuk dengan bertelanjang dada.    "Kenapa, Mah?" tanya Raka masih dengan suara seraknya khas bangun tidur.    "Ini, Ka. Hari ini kan Mayla penerimaan rapor. Mama lupa kalau Mama sudah ada jadwal check up Faya ke dokter. Kamu gantiin Mama ya, Sayang? Cuma ngambil rapor aja kok, trus pulang. Nggak
Baca selengkapnya
BUKAN PUTRI ADYATAMA
Makam telah kembali sepi saat tangan Ferry menyentuh pundak wanita yang masih bersimpuh di pusara sang ibu. Lelaki itu bisa merasakan bagaimana perih hatinya. Dan Ferry merasa bahwa dia turut andil dalam menyebabkan Ayu saat ini harus kehilangan ibunya untuk selamanya.   Seandainya Ferry tidak menjebloskan Astuti ke penjara, mungkin Ayu masIh bersama dengan ibunya saat ini. Namun bagaimanapun, dia butuh keadilan. Astuti harus dihukum atas perbuatannya, meskipun anaknya tidak bersalah.    "Ayo pulang," bisik lelaki itu di telinga sambil berjongkok di samping wanita yang sedang larut dalam air mata itu.   Ayu menyentuh tangan kokoh yang saat ini sedang menempel di pundaknya. Menggenggamnya erat, seolah jiwa rapuhnya ingin berpegangan pada benda itu selamanya untuk menggantikan kekuatan yang kini telah pergi dari sisinya. Betapa dia sungguh terguncang karena bahkan ibunya p
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status