All Chapters of Nafsu si perkasa: Chapter 31 - Chapter 40
107 Chapters
Bab 31
Tubuh Gera terseret saat Dinda berhasil menyerang bagian perut Gera dengan kayu besar itu. Tenaga wanita ini sangat besar dan kuat.            Sakit yang mendera sangat menyiksa Gera. Ia tak bisa bersuara bahkan saat kayu itu mengenai perutnya. Gera merasakan nyeri yang sangat menyiksa di bagian perutnya.  "Kau mau lagi, Nona?" tanya Dinda dengan gaya psikopatnya. Dia tertawa renyah melihat Gera memuntahkan cairan merah segar. Sekali lagi ia mengayunkan kayu besar itu.           Kayu itu mengenai dada Gera dengan sangat keras. Lagi-lagi Gera memuntahkan sesuatu. Membuat Dinda tersenyum puas. Ia merasa bangga bisa melakukannya.  "Kau cepat sekali pingsan, dasar lemah!"  Dinda mengolok Gera yang sudah tak sadarkan diri.  "Aku mohon, izinkan aku memukulmu sekali lagi. Oke?" tanya Dinda pada Gera seolah meminta izin. Benar-benar wanita gila!  Dinda memekik
Read more
Bab 32
"Maaf, Pak. Anak Bapak tidak bisa kami selamatkan. Karena istri Bapak terlalu banyak mengeluarkan darah. Dan juga perutnya sudah terkena benda tumpul lebih dari sekali."         Baik Roy maupun Luis terkejut akan apa yang dikatakan oleh dokter. Terlebih Roy, ia merasa sangat terpukul. Ia menyeret mundur tubuhnya sendiri dan segera ditangkap oleh Luis.  "Boss, Anda harus kuat." Luis berusaha menyemangati Tuannya.  Isak tangis keluar dari mulut Roy. "Luis, Gera hamil, Luis. Dan aku tidak sadar. Aku tidak menyadarinya."           Roy menghempaskan tubuhnya kasar hingga kepalanya terantuk tembok dengan cukup keras. Mendengarnya Luis langsung khawatir. Bagaimana pun Roy adalah Tuannya. Dan ayah dari jabang bayi yang sudah tiada, anak temannya, Gera.  "Luis... Bagaimana aku menjelaskannya pada Gera?" Roy meraung-raung. Tangisnya memenuhi koridor rumah sakit yang sepi. 
Read more
Bab 33
Kelar semua urusan, Roy menyelesaikan beberapa berkas terlebih dahulu sebelum kembali ke rumah sakit untuk menemani Gera kembali. ***"Bagaimana, Boss?" Luis bertanya saat Roy memasuki ruangan Gera. Roy tak langsung menjawab, ia segera menghampiri Gera dan mengecup keningnya dalam. "Bangunlah, sayang! Aku sudah sangat merindukanmu! Dan aku ingin membawamu ke suatu tempat nanti," bisik Roy.           Roy terlihat sedikit lebih tenang sekarang. Karena satu pengganggu, berhasil ia singkirkan. Tinggal melihat, apakah ia akan datang melawan lagi atau menyerah. "Aman, Luis. Semua sudah selesai." "Boss, makanlah! Sudah tiga hari Anda tidak makan. Makanlah agar disaat Nona Gera terbangun dari koma, ia tidak miris melihat Anda."         &
Read more
Bab 34
"Aku merasa tidak nyaman dengan perutku. Terasa sakit saat bergerak," kata Gera. Luis dan Roy saling melihat. Mereka sama-sama takut.  "Apa dokter tidak mengatakan apapun yang bersangkutan dengan apa yang aku alami?" tanya Gera lagi.  "Ma-maaf, sayang. Kata dokter kau baik-baik saja. Dan akan bisa pulang beberapa hari lagi. Kau tenanglah. Itu akan membaik dan pulih dengan cepat," jawab Roy tegang.           Mereka berdua bercengkrama, melupakan masalah-masalah yang telah terjadi.  "Aku sangat merindukanmu, Gera!" Ini sudah kesekian kalinya Roy mengatakan itu. Ia peluk erat tubuh Gera tanpa rasa malu walaupun ditonton oleh Luis.           Gera memberontak karena merasa sesak. Ia bahagia, tentu saja. "Roy, kau membuatku sulit bernapas!" Gera tertawa cekikikan. "Masuk saja!" ujar Roy. Luis segera berdiri dan menyambut. Ternyata dokter yang datang.  "Ma
Read more
Bab 35
"Luis, tutupi dulu tubuhnya! Kau suka sekali melihat itu. Aku jijik. Ada kotoran dimana-mana." Clay memalingkan wajahnya dari wanita yang sekarang masih berontak itu. "Kau saja, Clay!" timpal Luis. "Big no, Luis! Aku tidak mau! Kau saja."          Luis geleng-geleng kepala lalu mengambil kain kotor di belakang mobil untuk menutupi tubuh wanita gila itu. "Jangan menyentuhku!" Dinda memberontak. Luis terkekeh. "Cih! Kau kira aku sudi menyentuhkan tangan bersihku pada tubuh kotor dan menjijikkan milikmu? Jelas saja tidak!" "Kau gila, Luis! Lepaskan aku! Untuk apa kau menyeretku? Lalu mau kau bawa ke mana aku?" Dinda terus saja memekik tak jelas. Luis dan Clay geram. "Kenapa kau bising sekali, Nona?" tanya Clay. "Diam kau!" seru Dinda menyela ucapan Clay.          Wanita itu benar-benar keras kepala. Luis kesal karena dia tak mau juga diam. Ban mobil berdecit mendada
Read more
Bab 36
Kaca ruangan pecah berkeping-keping. Roy panik. Peluru itu mengarah ke Gera dan sedikit saja meleset, Gera bisa dipastikan tiada. Namun, bahu Luis yang terkena peluru itu.   "Luis!" Gera histeris. Ia panik melihat darah yang mengalir deras dari bahu kiri temannya ini.   "Roy, bantu aku!" seru Gera memanggil Roy.            Dengan cepat Roy menghampiri Gera dan membantu memapah Luis. "Tahan, Luis."   "Iya, Boss. Ini tak terasa. Hanya sedikit nyeri saja," ujar Luis menyembunyikan sakitnya.            Roy tak membiarkan satu orang pun keluar dari pintu rumah. Untuk mengobati Luis, ia menelpon ambulance agar datang.            Karena kondisi seperti ini berbahaya dan cukup mengancam bagi Roy, tanpa menunggu lama ia menelpon seseorang dan mengerahkan seluruh anak buahnya untuk mengepung sel
Read more
Bab 37
       Gera pusing terus memikirkan apa yang akan terjadi pada Roy nanti. Ia berusaha mengalihkan pikirannya dan menghampiri Clay. "Clay, bagaimana Luis?" tanya Gera.        Alih-alih menjawab, Clay hanya melihat Gera dengan tatapan aneh dan senyum penuh misteri. Gera dengan wajah polosnya ikut menatap aneh pada Clay. "Kau? Ada apa, Clay?" tanya Gera bingung. "Aku masih syock!" jawab Clay berpura-pura dengan wajah pilu. Sontak Gera langsung panik. "Astaga,  Clay!  Apa yang terjadi? Apa orang-orangnya Devan melukaimu? Kau baik-baik saja kan?" Gera bertanya tanpa jeda. Clay hanya bisa tertawa geleng-geleng melihatnya. "Aku syok karena kamu, Ge! Bukan karena Devan atau orang lain," ujar Clay. Ia tertawa terbahak-bahak. Membuat Gera semakin bingung. 
Read more
Bab 38
Pelan namun pasti, jarak di antara mereka semakin terkikis. Gera bisa mencium aroma tubuh Roy yang membuatnya mabuk setiap kali mencium aroma itu. Bahkan deru napas Roy juga bisa ia rasakan. "Roy...."  Namun Roy tidak peduli akan apa yang Gera katakan. Ia hanya ingin merasakan bibir berisi itu. "Kau tahu, kau sudah membuatku gila, sayang! Aku benar-benar tidak bisa tanpamu," gumam Roy membisikkan Gera. "Aku juga gila karena memikirkanmu! Kau menyebalkan, Roy!" balas Gera dengan senyum manisnya. Roy semakin mempererat dekapannya. Walaupun lukanya masih basah dan tentu saja akan terasa sangat perih. Namun Roy harus menahan itu demi rasa rindunya pada Gera.  "Jangan, Roy. Kau masih sakit. Itu akan memperparah lukamu nanti. Kau bisa melakukannya saat lukanya sudah mengering nanti." Gera menghentikan tangan Roy yang bergerak untuk memeluknya. "Aku sudah sembuh. Bahkan rasa sakitnya tidak terasa. Kau sendiri tahu aku adalah
Read more
Bab 39
"Bicaralah, sayang," suruh Roy.          Gera menghela napas pelan. Ia terlihat berpikir sebelum menyampaikan apa yang ingin ia katakan pada Roy.  "Roy. Kau pasti ingat, beberapa jam yang lalu aku bilang, kalau kau sampai terluka lagi akibat permainan kita tadi, aku akan berhenti melakukan itu," lirih Gera gugup. Tetapi Roy masih bisa mendengarnya.  Roy menatap Gera dalam. "Ge, kurasa itu tidak perlu. Untuk apa? Kau sangat childish!" Suara Roy meninggi membuat Gera menatap tajam.  "Childish kamu bilang? Astaga, Roy! Karena itu kamu jadi semakin terluka bahkan tadi sampai pendarahan. Kamu santai, tapi aku gila melihat kondisi kamu yang semakin memburuk!" balas Gera tak kalah dengan suara tingginya.  Roy terkekeh. "Sayang, apa yang kamu katakan tidak akan mudah untuk dilewati begitu saja. Aku akan sulit menyalurkan hasratku tanpa bantuan kamu," ujar Roy memelankan suaranya.  "Roy, dewasal
Read more
Bab 40
"Ge, kau sudah bangun?" Roy membuka matanya menyesuaikan cahaya yang masuk. Gera mengangguk. Ia tersenyum sembari memainkan rambut Roy. "Maafkan aku, sayang," ujar Roy untuk yang kesekian kalinya. "Lupakanlah, Roy. Aku yang salah," timpal Gera. "Roy, kau bisa terluka lagi nanti," lirih Gera saat Roy berusaha menggapai wajahnya. "Aku janji, tidak akan kelepasan. Aku akan mengontrol diriku, Ge. Tapi tolong, jangan menjauhiku," pinta Roy lirih. Gera mengangguk. "Aku mencintaimu, Gera." Mendengar itu, entah darimana datangnya perasaan Gera yang bergemuruh. Jantungnya berdegup kencang nan gaduh.          Entah, air mata Gera menetes begitu saja. Ia terharu. Juga tak menyangka bagaimana bisa seorang Aroy mengatakan itu padanya. "Jangan bercanda, Roy! Ini
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status