Semua Bab Nafsu si perkasa: Bab 21 - Bab 30
107 Bab
Bab 21
"Apa yang ingin kau beritahu padaku, Clay?" tanya Gera saat mereka makan siang. Clay memicingkan mata menatap Gera. "Wow, sepertinya ada yang semangat banget hari ini. Udah dapet asupan, Bun?" goda Clay membuat Gera tersipu malu. "Clay, ayolah. Jangan menggodaku! Cepat katakan apa yang ingin kau beritahu. Waktu kita mepet loh ini," desak Gera sekaligus mengalihkan pembicaraan. "Oke... Jangan marah." "Ge, ini tentang Dinda. Dan kamu nggak akan percaya dengan apa yang akan aku ceritakan sekarang," ujar Clay serius. Gera dibuat semakin penasaran. Refleks, ia  mendekatkan wajahnya kepada Clay. "Kemarin, dengan rasa penasaran yang sangat tinggi,  aku nekat ikutin Dinda waktu pulang kerja." "Terus?" tanya Gera semakin penasaran. "Dan ya Tuhan, dia ternyata main sihir-sihiran gitu... Aku inget betul cerita kamu waktu dianiaya sama Dinda waktu itu, kamu bilang nggak bisa ngelawan atau pun berontak sedikit pun,  k
Baca selengkapnya
Bab 22
Mendengar nama itu membuat Gera lemas tak berselera. Gera menggeleng lemah. "Tidak. Sudah lumayan lama berhenti." "What? Kenapa, Ge? Aku kira kalian baik-baik saja," ujar Alvin.          Gera nampak ragu. Tetapi ia ingin sekali mengeluarkan cerita itu untuk didengar oleh Alvin. Ia lelah memendamnya sendiri. Dan mungkin ini saatnya ia berbagi. "Adit selingkuh. Dan aku mergokin dia melakukan hal menjijikkan," tutur Gera. "Tunggu, maksud kamu, dia meniduri wanita lain?" tanya Alvin semakin penasaran. Gera mengangguk. "Ya. Aku hancur saat melihat bagaimana dia bersatu dengan Andin. Penuh peluh dan menjijikkan," Air mata lolos dari mata Gera. "Andin?  Teman baik kamu dulu?" tanya Alvin lagi. Gera mengangguk. "Gila si Adit. Kamu jangan nangis, Ge. Kamu sudah mengambil keputusan yang sangat tepat dengan meninggalkan dia."           Gera sekali lagi mengangguk lemas
Baca selengkapnya
Bab 23
Tangan kokoh Roy mencengkram kuat rahang Gera. Dia tak bisa melawan karena sudah jelas akan kalah. "Sakit, Roy. Hentikan," lirih Gera. "Tidak akan!  Kau sudah membuatku marah.""Selama ini aku berusaha lembut kepadamu. Berhenti memaksamu dan mencoba mengerti posisimu. Tapi ini balasannya! Kau... astaga!" Roy mengacak rambutnya frustasi.          Gera yang melihat itu semakin takut. Ia semakin terisak. "Maafkan aku, Roy. Dia hanya temanku. Aku tidak memiliki perasaan apapun untuknya. Murni hanya hubungan pertemanan." Gera masih berusaha menjelaskan pada Roy.Tatapan tajam melayang untuk Gera. "Tidak dengan dia, Gera. Aku bisa melihat cara dia menatapmu. Dan jika kau ingin pergi kau bisa memberitahuku terlebih dahulu," bentak Roy kasar.          Pipi mulus itu sudah memerah karena Roy. I
Baca selengkapnya
Bab 24
Terus terang saja, Luis prihatin dengan kondisi Gera yang saat ini mengalami trauma ringan. Ia juga sangat kasihan melihat Tuannya yang terlihat sangat sedih karena kata-kata Gera.          Tatapan Gera beralih menatap Luis. "Luis... Luiss...  Tolong aku! Antar aku pulang. Aku tidak mau di sini bersama dia! Dia sudah berbuat kasar padaku, Luis."          Gera ingin bergerak, namun tubuhnya terasa remuk. Terutama di bagian kewanitaannya. "Aw, sakit... kenapa ini terasa sangat sakit?" "Maaf... Maafkan aku, Ge. Aku menyesal," ujar Roy terbata-bata. "Ayo Luis bantu aku! Tolong bawa aku pergi dari sini. Aku ingin pulang. Aku takut, Luis. Jika kau tak membawaku pergi, nanti dia akan menyiksaku lagi." Luis merasa iba melihat Gera yang merengek meminta bantuannya. Tapi itu tidak mungkin. 
Baca selengkapnya
Bab 25
Dengan keras Roy melemparkan botol minuman keras yang sudah kosong ke sembarang arah."Aku harus bagaimana, Ge? Kau membuatku gila!" Roy kehilangan akal setiap kali mengingat Gera yang menolaknya keras. "Aku sangat menyesali apa yang telah aku lakukan padamu!" Teriaknya lagi. Ia menjelaskan seolah ada Gera di depannya.          Dengan kasar ia menggebrak meja dan berteriak sekencang-kencangnya. Tak akan ada yang mendengarnya, sebab disana sangat bising hingga membuat suaranya tertelan dentuman musik. ***        Sudah berjam-jam Gera menunggu kepulangan Roy, namun yang ditunggu belum juga pulang. Membuat Gera merasa sedikit resah. "Roy, kau dimana? Astaga!" Gera menghentak-hentakkan kaki pincangnya kesal.          M
Baca selengkapnya
Bab 26
Pagi itu Gera berangkat bersama Roy. Karena kebetulan akan ada meeting bersama Devan. "Roy, bisakah kau berjalan sedikit pelan? Langkahmu sangat panjang," tegur Gera kesal. Ia tak bisa menyetarakan langkahnya dengan Roy. "Kita harus meeting, Gera," Roy menimpali tanpa melihat Gera yang mengejar dari arah belakang. "Tunggu! Roy! Tunggu!" Langkah Roy terhenti. Saat menghadap belakang, ia mendapati Gera yang ngos-ngosan. "Kau membuatku berlari! Jika aku lelah sepagi ini, aku tidak akan bisa fokus bekerja nanti. Kau menyebalkan, Roy!" Kantor masih sepi, namun mereka sudah terburu-buru.          Roy memutar kepala malas. Ia segera menghampiri Gera yang tengah berjongkok di sana. "Sini kugendong!"          Tanpa menunggu persetujuan Gera, Roy mengangkat dan menggendongnya. "Roy! Aku bisa jalan sendiri. Lepaskan!" Gera menjerit-jerit dan memukul punggung kokoh Roy. "Turunkan ak
Baca selengkapnya
Bab 27
"Adit?" Gera memekik lirih.          Adit menyeringai licik. Barang-barang yang ada di tangan Gera kini terlepas. Dengan kecepatan yang ia bisa, Gera berlari. Dan mengejutkan, Adit mengejarnya. Smirk mengerikan itu tak hilang dari wajahnya.  "Kau tak akan bisa lari, sayang."           Gera menangis saat Adit berhasil menangkapnya. Gera meringis merasakan tangannya yang perih akibat digenggam terlalu erat oleh Adit.  "Kumohon, lepaskan aku!" Gera memohon sembari meraung menangis.  "Tak akan! Aku sudah kalah beberapa kali. Tapi tidak sekarang. Kau harus menunduk padaku," geram Adit kasar.  "Tapi kau menyakitiku!" Gera berteriak keras.          Smirknya semakin mengerikan. Gera sudah sangat takut. Ia ingin meminta pertolongan, tapi di sini sepi. Tak ada yang bisa dimintai bantuan.          Ia meronta
Baca selengkapnya
Bab 28
Suara keras itu membuat siapapun yang ada di tempat ini terkejut bukan main. Gera termangu dengan air mata yang semakin mengalir deras. Terlebih saat cairan merah segar membasahi tubuhnya.         Seseorang telah membidik Adit. Kini Adit sudah tersungkur di bawah sembari memegangi pahanya yang berlubang akibat serangan itu.  "Gera! Kau baik-baik saja?" Roy segera menghampiri Gera dan membuka jasnya untuk menutupi tubuh Gera yang terbuka.  "Boss, apa yang selanjutnya kita lakukan?" tanya Luis.  "Setan kalian! Aw!" Adit merasakan sakit yang teramat pada pahanya.           Wajah Adit terlempar saat Roy menyerangnya dengan kekuatan penuh.  "Aku sudah mengingatkanmu untuk tidak mengganggu Gera lagi. Apa kau tuli? Ini konsekuensi jika seseorang dengan sangat berani mengganggu apalagi melukai yang menjadi milikku." Geram Roy tepat di depan wajah Adit.  "Ge
Baca selengkapnya
Bab 29
Pagi ini Roy mengantar Gera ke dokter untuk memeriksa kondisi kepalanya. Roy takut jika itu bisa berakibat buruk untuk Gera. Jangan sampai hal buruk terjadi padanya. "Bagaimana, dok?" tanya Roy begitu dokternya keluar dari ruang pemeriksaan. "Begini, Pak. Luka di kepala istri Bapak tidak parah. Tetapi jika teledor bisa infeksi kapan saja." Gera keluar saat dokter itu mengira dirinya dan Roy adalah sepasang suami istri. "Saya bukan-" sela Gera. Ia ingin meluruskan pikiran si dokter bahwa dirinya bukanlah istri Roy. "Sayang, kemarilah. Duduk di sini," panggil Roy. Pria ini memotong kalimatnya. Gera berpikir pria ini benar-benar suka sekali memanfaatkan segala hal. "Baiklah, Bu. Luka Ibu bukan luka yang serius. Tetapi Ibu harus tetap antisipasi agar tidak terjadi infeksi. Tetap di obati secara teratur," jelas dokter.
Baca selengkapnya
Bab 30
"Pagi ini aku akan membuatmu senang dengan permainan yang sudah kau rencanakan, Devan!" gumam Roy menyeringai.          Karena di rumah Gera ada setelan kerja Roy yang pernah tertinggal, Roy memutuskan untuk berangkat bekerja dari sana.          Dengan ceria dia bersiap, ini karena tadi malam ia sudah menyalurkan asupan pada Gera.  Ia merasa sangat bahagia pagi ini. Mendapati Gera di sampingnya saat ia terbangun. Sarapan disiapkan juga oleh Gera.  "Aku mengerti yang kamu maksud, Roy. Tapi pekerjaan di kantor juga sedang menumpuk," bantah Gera dengan mimik wajah tak enak dipandang. Roy menghela napas panjang. "Sudah, tak apa. Kau diam saja di rumah dan istirahat."         Roy sengaja menyuruh Gera diam di rumah karena ia ingin melihat Gera senang dengan menikmati waktu di rumah kesayangannya. "Ck! Baiklah... Baiklah... Aku akan diam di sini," lirih Gera. Ia
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status