Semua Bab Lima Jari Playboy: Bab 21 - Bab 30
44 Bab
Bab XX: Hanya Percaya Kau di Malam Hari
Selang beberapa hari setelah pertengkaranku dengan Jasmine si Jempol, Mandy si Telunjuk, dan sampai akhirnya membuatku membahas Gwen si Kelingking bersama Keanu di Cosmo King kala penghujung hari, aku mengalihkan banyak waktuku di urusan pekerjaan. Bulan ini banyak yang menyewa sound system dan alat musik di event-event kecil. Memang tak serumit jika mengurus event besar. Namun karena jumlah acaranya yang banyak, aku pun harus membagi banyak tugas kepada beberapa anak buahku. Sampai saat ini, aku memiliki delapan anak buah yang menurutku sebenarnya masih kurang untuk mengurusi lebih banyak event lagi. “Mas Cana, kapan kita follow up pemda lagi?” salah seorang anak buahku mengingatkan salah satu proyek kami ketika memasuki ruang kerja. Aku yang masih bermain video game di ponsel segera mematikannya dan kembali ke dunia realitas. Anak buahku ini membuat benakku mulai bekerja keras. Ada salah satu projek besar pemerintah ibukota yang sedang kugarap bersama para anak buahku. Aku tentu sa
Baca selengkapnya
Bab XXI: Janji si Kelingking
Tragedi yang terjadi beberapa waktu lalu dalam hidup Gwen si Kelingking membuat ‘hubungan’ kami semakin dekat. Karena dianggap sebagai salah satu pihak yang terakhir kali bertemu dengan Bang Phiyink sebelum ajalnya menjemput, aku harus mengikuti beberapa panggilan dari kepolisian. Keteranganku diharapkan dapat menjadi salah satu sumber penyelidikan. Selama aku bolak-balik ke kantor polisi di wilayah utara ibukota tersebut, Gwen si Kelingking selalu menemaniku. “Tolong jangan bilang sama ayah dan ibu kalau saya sering bolak-balik ke kantor polisi,” sebelum aku berangkat dari rumah, sewaktu itu, aku selalu meminta tolong pada orang rumah agar tak perlu mengatakan apa-apa kepada kedua orangtuaku. Pada waktu itu, kedua orangtuaku belum sesering saat ini berada di Perth. Meski begitu, aku tetap merasa tak ditemani di rumah. Lebih jelasnya lagi, tak ada bedanya suasana rumah kala ada orangtuaku atau tidak. Kedua orangtuaku terlalu sibuk dengan urusannya sendiri. Ibuku lebih senang berkumpul
Baca selengkapnya
Bab XXII: Tropical Love
Aku memutuskan untuk menemui Aubree sekitar jam tujuh malam di café bilangan Mega Kuningan. Ada sebuah café masakan Mexico yang sebenarnya berada di gedung perkantoran. Karena firasatku mengatakan jalanan akan macet sekali, aku lebih memilih untuk menggunakan taksi online. Can, gue udah sampai, ya…. Lo mau gue pesenin makanan apa? Baru saja aku turun dari taksi online, Aubree mengirimiku chat yang berisi tawaran untuk dipesankan makanan. Aku jadi terinspirasi untuk menjahilinya. Aku berbohong saja kepadanya dengan mengatakan bahwa kemungkinan aku akan sampai sekitar satu jam lagi. Jadi, biarkan saja dia makan malam terlebih dahulu. Satu jam lagiiiii? Oh MY GOOOOD! “Hihihi,” sambil melangkahkan kaki menuju lobi gedung perkantoran berlantai dua puluh ini, aku cekikikan sendiri karena merasa berhasil membohongi Aubree. “Eh?” namun sepertinya, rasa senangku hanya sesaat. Emang sih ibukota nggak bisa ditebak
Baca selengkapnya
Bab XXIII: Tak Indah Untuk Dikenang
"Jadi? Mandy cerita ke elo kalau gue sama dia sempet make out di villanya? Mak…sudnya dia cerita kayak begitu ke elo itu apa, ya?” selepas mendengar cerita panjang lebar Aubree mengenai Mandy, aku jadi tambah kesal dengan wanita si Telunjuk-ku itu. Lama-lama, aku sungguh-sungguh akan mencoretnya dari kategori lima jari wanitaku. Aku harap, wajahku saat ini pun tak memerah. Aku sebenarnya malu dengan Aubree. Pina Colada yang hendak kuseruput jadi kudiamkan beberapa saat. Aku sejenak mengalihkan wajah ke jendela yang berada di sampingku. Pemandangan gemerlap malam ibukota sampai tak mampu mengalihkan pemikiranku. Jujur saja bahwa aku tercengang. Aku tak habis pikir si Telunjuk Mandy dapat menceritakannya selepas itu kepada seseorang yang bahkan tak dia kenal sebelumnya, yaitu Aubree. Aubree menganggukan kepala. Dia baru saja memindahkan Taco ke piringnya. Jadi, dia berbicara padaku sambil memotong kecil-kecil makanan khas Mexico itu. “Gue sih&nbs
Baca selengkapnya
Bab XXIV: Chemistry
 "Woy, Can! Lo ngelamunin apa?” jentikkan jari Aubree di hadapanku langsung membuyarkan lamunanku perihal Mandy si Telunjuk. Rupanya sejak tadi, aku mengingat Mandy seraya melahap santap malam kali ini. Aku baru sadar jika makananku di piring sudah habis. Begitu pula dengan minumannya. “Lo tuh kayak raganya ada di sini, tapi pikirannya ke mana-mana. Mikirin apa?” lanjut Aubree.Aku mengangkat bahu, “Yaaaa, masih kesel aja sama ceritanya Mandy,”“Oooooh,” Aubree mengangguk-anggukan kepala, “Yaaa mungkin gue cuma bisa ngomong, ya. Gue nggak ada di posisi lo, tapi,” dia menaruh sedikit jeda dalam kalimat yang diungkapkannya, “kalau lo berkenan, gue mau move obrolan kita ke lain hal. A, atau lo masih mau bahas Mandy?”Aku menghela napas, “Yaaa udah nggak usah bahas Mandy. Lo mau ngomong apa? Mungkin nanti gue bisa ajak ngomong si Mandy un
Baca selengkapnya
Bab XXV: Jari Lentik Teman Ibu
“I got a man, but I want you I got a man, but I want you And it's just nerves, it's just d*ckMakin' me think 'bout someone newYou know I got so much to sayI try to hide it in my faceAnd it don't work, you see throughThat I just want get with youAnd you're right,” Lagu yang dibawakan Doja Cat dan Weeknd berjudul You Right ini diputar oleh salah satu radio di malam hari ini. Aku yang tengah menyetirkan Aubree sambil mencari tempat asyik untuk wawancara seputar kisah percintaanku jadi mengingat suatu kisah. Kisah tersebut, tak lain dan tak bukan mengenai kisahku bersama kategori lima jari wanitaku. Hal ini dikarenakan, lirik lagu dari lagu yang kudengar saat ini begitu cocok untuk menemaniku menyetir di malam hari ini sungguh sesuai dengan apa yang terjadi di kala itu. Tepatnya, kisah percintaanku dengan si Jari Tengah. Namun, nama dari gadis itu bukanlah Si Jari Tengah Naomi. Aku jadi mempertanyakan kabar dari Tante Venya. Tante Venya… Ya, dia adalah salah satu dari Jari Te
Baca selengkapnya
Bab XXVI: Teman Dekat Sebelum Akad
Menceritakan sosok Tante Venya si mantan Jari Tengahku kepada Aubree sesungguhnya bukanlah ide yang baik. Namun, apalah yang harus kulakukan? Aku hanya bercerita berdasarkan urutan wanita yang dekat denganku. Setelah aku patah hati dari kekasih pertamaku di bangku SMA itu, memang hatiku tergerak untuk berdekatan dengan Tante Venya. Aku tak berdalih jika diriku yang waktu itu sedang galau, sehingga dapat terjerat dengan pesona wanita yang jauh lebih tua. Aku menerima bahwa semua lika-liku ini memang terjadi dalam kehidupanku. “Kalau kamu masih berhubungan dengan Venya, saya tidak segan-segan untuk mengadukannya kepada ibumu!” Om Soegandi adalah suami baru Tante Venya. Usia pernikahannya ketika menelepon ponselku baru genap empat bulan. Di usia pernikahannya yang masih seumur jagung, tampaknya masalah sudah datang silih berganti. Aku sendiri harus menerima jika dijadikan kambing hitam atas segala permasalahan yang ada. “Om, siapa sih om yang masih berhubungan sama Tante Venya?!” waktu
Baca selengkapnya
Bab XXVII: Di Bawah Lampu Sorot
Tak ada suara apapun selama aku dan Aubree menyantap sekoteng. Sayup-sayup hanya terdengar alunan lagu The Weeknd dan Post Malone dari radio mobil. Sepertinya Aubree tak tahu bahwa sejak tadi, otakku berpikir bagaimana caranya membuka topik pembicaraan. Untuk orang yang senang berbincang seperti aku, diam adalah sebuah malapetaka.Bukannya aku membela diri, tetapi karena aku tak dapat bertahan dalam diam, aku cenderung menyudahi kondisi hening tersebut. Jika diam yang kurasa karena sedang berada di tempat sepi, aku bisa meramaikannya dengan mendengarkan musik atau browsing segala hal di internet. Akan tetapi, jika diam yang tercipta lantaran merenggangnya hubunganku dengan seseorang, biasanya aku berusaha memperbaiki. Beda kasus jika aku mendapati bahwa konflik akan bertambah luas jika aku memperbaiki hubungan. Biasanya, aku akan mencari keramaian lain yang tak beresiko. Jadi, jika Mandy si Telunjuk dan Jasmine si Jempol masih berhati keras mendiamiku, siap
Baca selengkapnya
Bab XXVIII : Cinta dan Pamrih
Kuanggurkan saja Bordeaux 1993 di atas meja bar pribadi apartemen Aubree. Dengan alasan lelah, sedangkan cerita yang hendak disampaikan masih kelewat panjang, aku menyarankan Aubree untuk menyudahi pertemuan dan melanjutkannya di lain kesempatan. Rupanya, Aubree tak ingin seperti itu. Dia ingin menceritakan mantannya malam ini juga. Katanya, mumpung amarahnya sudah terlanjur muncul di permukaan hati. Aku yang tadinya hanya berniat mengantarkannya pulang ke apartemen malah diajak untuk mampir sesaat. Tentu saja, untuk lelaki macam aku begini, mana mungkin menolak? Apalagi, malam ini, aku sudah resmi jadi pasangan Aubree, kan? Atau belum? Mengenai mantan Aubree, sebenarnya dia sudah membuka topik pembicaraan denganku di mobil tadi. Aubree bercerita bahwa mantannya itu sangat membanggakan Aubree di kalangan teman-temannya, tetapi ketika kami sedang kencan berdua saja, Aubree merasa mantannya itu cuek. Tanpa berpikir panjang, aku katakan saja padanya bahwa Aubree hanya alat pamer si m
Baca selengkapnya
Bab XXIX: Penembak Jitu
“Keanu, Cana lagi dekat sama cewek lain, ya? Story social media-nya semalam bikin aku nggak bisa tidur sampai subuh,” ketika sedang membantu beberapa karyawannya untuk membersihkan meja café and bar Cosmo King sebelum waktu buka di jam sebelas siang nanti, Keanu mendengar seseorang memanggil namanya dari belakang. Tak hanya memanggil, tetapi juga melemparkan pertanyaan. Anehnya, bukan pertanyaan mendasar macam, “Apa kabar?” atau “Jam berapa Cosmo King buka, ya?” Keanu segera membalikkan badan dan dilihatnya Jasmine sudah berdiri di belakangnya. Pagi pukul sembilan ini, dia tampak cantik bak anggun bagai bidadari dengan dress selutut berwarna putih. Sepatu high heels transparan berpitanya memberi kesan bahwa dia seperti Cinderella yang mengenakan sepatu kaca. Kulit putihnya mungkin seperti Putri Salju. Belum lagi anting tempelnya yang berupa mawar putih yang membuatnya
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status