All Chapters of Alstroemeria: Chapter 11 - Chapter 20

Peraturan nomor sembilan di Sekolah Lembah Langit menyatakan: “Berpakaian sesuai apa yang telah disediakan di setiap lemari kamar murid.” Aku memperhatikan lemari di kamarku dengan rasa kagum. Kata Pangeran Pertama, lemari ini ajaib. Setiap hari, hanfu yang ada di dalamnya akan berubah sendiri, menyesuaikan ukuran tubuh pemiliknya. Di kamar ini juga tersedia bak khusus yang terbuat dari anyaman bambu. Setelah selesai memakai hanfu untuk kegiatan sekolah, kita cukup meletakkannya di bak sebelah kiri lemari. Pelayan khusus akan mengambil hanfu tersebut, mencucinya dengan kekuatan spiritual, lalu mengembalikannya ke lemari pemiliknya. Hebatnya, pelayan itu tidak perlu bolak-balik dari rumah ke rumah, semua dikerjakan dari jarak jauh. Saat kulihat isi lemari, hanya ada tiga gaun hanfu polos tanpa motif: biru muda, merah muda, dan abu-abu. Semua gaun dilapisi renda putih panjang dengan lengan longgar yang elegan. Selain hanfu, lemari ini juga menyimpan dua pasang sepatu putih yang ser

Setelah memperhatikan pertarungan yang berlangsung cukup lama, Zhang Li menarik napas dalam-dalam, mencoba membaca situasi. Sudah jelas Pangeran Ketiga akan menang—ia adalah Dewa Perang yang telah menorehkan banyak kemenangan di medan tempur. Namun, jika ia sengaja mengalah agar kakaknya menang, maka Pangeran Kedualah yang akan keluar sebagai pemenang. Aku menatap Pangeran Kedua dengan keyakinan. “Aku pilih Pangeran Kedua,” ujarku mantap. Song Lan tersenyum tipis. “Baiklah, kalau begitu, aku pilih Pangeran Ketiga.” Pangeran Pertama yang berdiri di sampingku menoleh tajam. Matanya menyipit, suaranya tegas dan agak kasar. “Kenapa kau begitu bodoh?” Song Lan menahan tawa, sementara aku hanya bisa mengerucutkan bibir dan menatapnya. Huh, apakah aku salah lagi? Aku mencoba menjelaskan logikaku. “Pangeran Ketiga tidak akan menang. Ia sudah terlalu sering menang di medan perang. Ia pasti akan mengalah dalam ujian ini. Lagipula, untuk apa ia mengalahkan kakaknya sendiri?” Aku menatap

Menembus kabut ungu yang berbau amis ini membuatku hampir mual, namun untungnya aku memiliki bakat alami menembus ilusi siluman. Bakat itu memudahkanku menemukan rubah tua. Dia atas atap! Seorang gadis sangat cantik duduk anggun di sana, menatap jantung yang masih berdetak di genggamannya. Hanfu hitam yang ia kenakan seolah menutupi cahaya rembulan yang menyinari Ibu Kota Yun. Tujuh ekor rubahnya berwarna ungu gelap, mengeluarkan asap hitam tipis yang melayang di udara malam. “Sepertinya aku lebih cantik darimu, Nona. Hahaha,” ucap rubah tua itu, suaranya penuh kepuasan dan percaya diri. Aku menelan ludah. Kenapa ia tiba-tiba menjadi muda? Padahal tadi suaranya terdengar seperti wanita tua. Tampaknya rubah tua ini sangat bangga dengan penampilannya yang awet muda. Tak lama, Pangeran Ketiga dan Xi An, pengawal pribadinya, muncul di langit, disertai beberapa prajurit Alam Langit yang menaiki awan. “Zhang Li, ini urusan kami. Biarkan kami yang mengurus rubah ini,” ucap Pangeran Ket

Kaisar Langit berkata dengan tegas, “Baiklah, karena semuanya sudah jelas, Dewi Phoenix Air tidak pantas lagi menyandang gelar Dewi. Ia harus dihukum.” Suasana altar suci mendadak hening ketika seseorang membuka pintu. Aura besar yang terpancar dari tubuhnya membuat semua Dewa langsung menyadari kehadiran sosok itu, bahkan Kaisar pun terdiam sejenak untuk memastikan. Sosok itu memberi salam lalu bersujud. Ternyata, ia Dewa Phoenix Lima Elemen “Kumohon jangan hukum adikku dari Alam Langit.” “Maaf,” jawab Kaisar, “meskipun kau penasihat utamaku, aku tidak bisa memutuskan sendiri. Ia sudah menyakiti gadis yang membela kebenaran di hadapan kita semua dengan nyawanya.” “Nona, bisakah kau mengampuni adikku?” tanya Dewa Phoenix Lima Elemen kepadaku. Tatapannya penuh penyesalan dan kesedihan. Aku hanya berpikir heran. Mengapa sifat adiknya sangat berbeda dari dirinya? Padahal ia penasihat utama Kaisar, begitu terhormat… sayang sekali. “Bagaimana ya,” jawabku pelan, “ia terlalu jahat dan

Saat aku memperhatikan bola spiritual itu, dua cahaya berbeda terpancar darinya. Setengah emas, setengah putih kebiruan. Seolah-olah dua kekuatan spiritual Dewa menyatu di dalamnya. Tapi siapa pemilik kekuatan emas selain diriku? Kaisar? Atau Guru Ru Ru? Ah, tak penting. Yang jelas, jika aku memiliki emas, maka aku harus bekerja sama dengan seseorang yang memegang kekuatan putih kebiruan. “Pangeran Pertama, di kelompok kita siapa yang punya kekuatan spiritual emas?” bisikku pelan. “Kekuatan spiritual berwarna emas hanya dimiliki oleh Kaisar. Kenapa kau bertanya begitu? Bola spiritual ini hanya berisi kekuatan spiritual Guru, yaitu putih kebiruan.” Ia… tidak melihat warna emas? Aku mencoba bertanya pada Pangeran Kedua, Pangeran Ketiga, dan Song Lan. Namun jawaban mereka sama. Semua menyebut hanya putih kebiruan. Ada apa dengan mataku? Tidak mungkin aku salah melihat. Cahaya emas itu masih ada, berkelip jelas di depan mata. “Apakah kau melihat sesuatu?” Pangeran Pertama menatapku