Semua Bab SEPERTI MENDUNG : Bab 11 - Bab 20
38 Bab
Bag-11
"AYO, KITA MAKAN!" ajak Nek Iyam kepada Ani dan sekalian menyuruhnya untuk membangunkan Nur yang masih istirahat.  Semalam, makanan yang dibawa oleh Nek Iyam tidak dimakan. Jadi, pagi harinya oleh Nek Iyam dipanaskan kembali. Dan masih untung, makanan tersebut belum basi ataupun bau.  Aroma makanan yang menyeruak sehingga mengisi full ruangan meja makan. Duh, pasti enak, batinnya Ani berbicara di kala mencium aroma makanan. Akan tetapi, lelaki tua—Kakek Samad—yang rambutnya sudah memutih itu baru saja tiba dari depan rumah. Alangkah nikmatnya rasa yang tercium oleh mereka. Sampai, cacing-cacing yang ada di perut pun mulai berdemo ingin segera dikasih makan.  Nek Iyam sibuk dengan menata piring-piring di meja makan, sedangkan Ani yang disuruh untuk membangunkan kakaknya langsung pergi ke kamar. Wanita muda itu mengayunkan kakinya dengan memegang sebuah ponsel.  Alunan m
Baca selengkapnya
Bag-12
LANGIT YANG CERAH MENJADI SAKSI KETIKA SEORANG LELAKI SEDANG BERUCAP KEPADA ANI. Wanita itu pun tidak menyangka kepada apa yang diucapkan oleh Riki. Mulut Ani menjadi kaku di saat ucapan lelaki yang duduk di sampingnya itu menerobos masuk telinga. Dia bingung harus menjawab apa. Pikirannya pun tidak menampilkan jawaban-jawaban yang mau dia lontarkan. Sungguh, dia hanya dibuat terpaku atas ucapan yang Riki lemparkan kepadanya.  "Aku mau main ke rumahmu, boleh?" tanya Riki.  Ani terdiam dengan pertanyaan itu. Dia tidak tahu harus menjawab apa. Dalam hati yang bergejolak, jantung berdetak kencang. Wajahnya menunduk, seakan-akan itu kode yang baik bagi lelaki di sampingnya.  "Ya, udah. Ntar malam, aku ke rumahmu!" kata Riki mantap.  "Eh, t--tapi ...."  "Pokoknya, aku akan ke rumahmu titik." Riki memotong ucapan Ani. Siang yang begitu bers
Baca selengkapnya
Bag-13
ADA CAHAYA YANG TERPANCAR DARI DALAM SUMUR. Kakek Samad yang sedang duduk pun melihat itu semua. Dia langsung mendekatinya, sampai-sampai Kakek Samad tidak mengerti apa yang sedang terjadi di dalam sumur itu. Tubuhnya disandarkan ke tembok. Kakek Samad berpikir, ini hal yang janggal bahwa di dalam sumur itu seperti ada lampunya.  Malam ini juga belum terlalu malam, jam masih menunjukan pukul 20.00 yang mana Riki pun belum pulang dari rumah cucunya. Namun, lelaki tua itu malah mendapatkan kejadian yang di luar nalar. Kakek Samad menggeleng-gelengkan kepala. Kemudian, dia langsung mengayunkan kakinya untuk memberi tahu Nek Iyam yang sedang asyik menonton layar cembung bergambar; sinetron.  "Ambu ... Ambu ...!" panggil Kakek Samad yang sudah berada di belakang Nek Iyam.  Nek Iyam tidak menjawab, dia terlalu asyik dengan sinetron. Jadi, fokusnya hanya kepada layar cembung yang ada di depannya. &nb
Baca selengkapnya
Bag-14
"INI DI DALAM KOTAK, BUKAN HANYA SEKEDAR BENDA SAJA, TETAPI ADA PENUNGGUNYA." Kakek Samad tidak mengira apa yang diucapkan oleh orang pintar di depannya. Mulut lelaki tua itu serasa kaku, dia pun hanya bisa terpaku di tempat duduknya. Batinnya bergejolak, ingin sekali marah kepada anaknya. Namun, semua itu sudah tiada. Tidak bisa dipikirkan oleh lelaki tua itu, kenapa anaknya bisa sebejat ini. Mempunyai benda yang sungguh-sungguh dilarang oleh agama dan ini bisa disebut musyrik.  Orang pintar yang berada di kaki Gunung Ciremai itu pun memberitahukan semua isi di dalam kotak. Tentu, dari sebuah benda yang ada di kotak itu ada isinya. Wajah Kakek Samad pun tampak serius untuk memahami apa yang dikatakan orang pintar itu. Setiap penjelasan yang disampaikannya. Tentu, oleh lelaki tua itu setiap penjelasan selalu disangkutkan kepada kejadian yang menimpa keluarganya.  "Kek, isian ini berbagai macam dan tergolong bisa mengganggu kalau ti
Baca selengkapnya
Bag-15
DULU, KAKEK SAMAD PERNAH MENDENGAR ANAKNYA BERCERITA. Namun semua itu, hanya dijadikan hal yang biasa saja. Lelaki tua itu menganggap bahwa semua itu hal yang wajar. Ketika anaknya bercerita, bahwa sering banget di rumahnya terdengar suara yang aneh; macan; orang yang berdeham; segala macam yang terdengar oleh telinganya. Kakek Samad merasakan penyesalan yang amat dalam. Dia tidak mendengarkan cerita anaknya yang sewaktu masih hidup.  Pergolakan batin yang sungguh merajalela. Lelaki tua itu tidak bisa berdiam dengan tenang. Dia tidak mampu untuk melakukan segala kehidupan kalau semua ini belum ada jalannya. Apalagi ini menyangkut keluarganya. Lelaki tua itu seperti berjalan di atas jurang yang jembatan bambunya mau putus. Sungguh, gerak tubuhnya tidak bisa diam.  "Bah, dari tadi ke sana-sini terus," kata Nek Iyam yang melihat tingkah laku suaminya.  Sudah empat hari, mereka berdiam diri di rumah cucunya. N
Baca selengkapnya
Bag-16
ADA KEJUTAN YANG DIBERIKAN RIKI UNTUK ANI. Wanita itu tidak menyangka dengan tiga bungkus cokelat Silverqueen kesukaannya. Ada rasa yang begitu bergelora ketika bungkusan cokelat itu ada kata-kata yang jika digabungkan semuanya 'aku sayang kamu'. Mana mungkin wanita muda itu tidak bergetar hatinya, sedangkan dia terus menerima perlakuan yang sungguh di luar nalar.  Bungkusan cokelat itu dikirim melalui kurir dari salah satu pelayanan jasa. Awalnya dia bingung, siapa yang mengirim bingkisan kepadanya. Dilihat dari pengirimnya pun tidak ada nama. Namun, pada saat dia mendapatkan satu pesan chat dari pengirim yang bernama Riki. Wanita cantik itu langsung curiga di saat sebelum membuka chat pun. Alhasil, benar juga dugaan Ani yang mengirim cokelat itu adalah Riki.  'Sampai kapan begini?' Hatinnya terus bertanya-tanya. Ani merasakan bahwa semua pemberian ini adalah sebuah kode untuknya. Dia pun mempunyai prasangka bahwa Riki itu mempuny
Baca selengkapnya
Bag-17
NUR MENGAMUK, di saat orang pintar berkopiah hitam itu mulai membakar kain putih yang ada coretan dari tinta emas. Tubuhnya enggak bisa diam, ada warna yang begitu merah dari bulat matanya. Aa Ujang, orang pintar itu pun terus membacakan mantra-mantra untuk mengusir yang menempel di kain putih tersebut. Nur semakin memberontak. Kakek Samad sampai harus dibantu dengan istrinya untuk memegangi kaki yang menendang-nendang angin. Ani pun sibuk merafalkan ayat kursi di depan tubuh kakaknya yang terus memberontak itu.  Kejadian ini sudah diperhitungkan oleh Kakek Samad. Lelaki tua itu pun sudah mengira bahwa penunggu benda yang ada di kotak kayu akan menyerang salah satu keluarganya. Dan itu terjadi sekarang ini. Cucu yang paling besarnya diserang oleh penunggu kain putih.  Asap pembakaran semakin terlihat, kain putih mulai hilang sedikit-sedikit. Namun, keadaan Nur semakin parah. Mungkin, penunggu itu kepanasan. Sampai, air keringat men
Baca selengkapnya
Bag-18
"AKU MENCINTAIMU," kata Riki. Wanita yang memakai hijab warna navy itu menghentikan ayunan kakinya. Kedua bulat mata Ani pun menyorot ke wajah Riki dengan tatapan yang begitu serius, seolah-olah sedang menghadap ujian sekolah. Namun, jalanan tampak ramai sekali oleh kendaraan yang berlalu lalang. Bahkan, suara yang dilemparkan oleh Riki pun menjadi samar-samar. Untung saja, wanita yang ada di sampingnya masih mempunyai pendengaran bagus.  Memang, tidak ada hal romantis dalam pengungkapan rasa yang terkandung di hati Riki untuk wanita harapannya. Bahkan, kentut kendaraan menjadikan mereka menutup hidung. Sial, kata Riki, wanita itu hanya tersenyum. Dia sudah terbiasa dengan kentut kendaraan yang seperti roket membom dirinya hingga menutup hidung, itu semua sudah biasa terjadi di jalanan. Ani semakin memandang wajah Riki, mulut yang dimilikinya pun tidak bisa berkata-kata. Namun, bulat matanya seolah-olah ingin melemparkan kode cinta kepada lelaki yang ada di
Baca selengkapnya
Bag-19
CUCU KAKEK SAMAD YANG PALING BESAR ITU BINGUNG. Badannya serasa remuk dihantam orang. Namun, dia sendiri tidak tahu apa penyebabnya. Bulat mata yang dimiliki oleh Nur memandang langit-langit kamar. Indah. Sangat indah langit-langit kamar dijadikan tempat untuk kedua cicak saling berhadapan. Mungkin, mereka saling mencurahkan isi hatinya atau saling mengobati kerinduan antarpasangan hewan. Beda sekali dengan Nur yang masih mengalami serangan makhluk astral—Nek Kusmiati. Nur kalah oleh serangan Nek Kusmiati yang berulang kali untuk bisa masuk ke dalam tubuhnya. Makhluk itu terus mengawasi dari celah-celah yang ada. Keadaan di dalam kamar menjadi hening ketika Nur membukakan mata. Bahkan, Kakek Samad pun seperti patung yang menempel di keramik.  Kesendirian membuat wanita yang terbaring di ranjang itu menjadi sering melamun. Namun, Nek Kusmiati kasihan kepadanya yang sering menyendiri. Makhluk itu mencoba untuk masuk dan memakai tubu
Baca selengkapnya
Bag-20
SANGAT TERASA OLEH KAKEK SAMAD, rumah yang ditempati cucunya sudah tidak suram lagi. Suasana di ruangan tempat dia duduk pun menjadi nyaman sekali, tidak ada suara-suara dari atas asbes yang suka membuat bulu kuduk merinding. Lelaki itu merasa berhasil dengan apa yang telah dibuatnya. Bulat mata yang dia miliki menyapu ke setiap sudut-sudut ruangan tempat istirahat menyandarkan punggung di kursi. Dia melihat di tembok ada cikcak yang menunggu kedatangan nyamuk untuk dicaploknya. Lelaki itu tersenyum. Lelaki itu tak bisa lagi untuk berkata-kata, selain menikmati malam yang menurutnya beda sekali dengan kemarin-kemarin.  "Kek, kenapa senyum terus?" Tiba-tiba saja, Ani mengangetkan kakeknya itu.  "Duh." Kakek Samad memandang cucu terakhirnya.  Ani tidak ingin tahu lebih lanjut dengan apa yang sedang dipikirkan oleh kakeknya itu. Dia pun mengayunkan kakinya menuju kamar untuk istirahat. Gerak tubuhnya pun terl
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status