All Chapters of The Bad Life: Chapter 11 - Chapter 20
47 Chapters
Berusaha
Akhirnya tugas-tugas ini selesai semua, batinku. Kemudian aku merebahkan badanku ke kasur. Enak banget! Selanjutnya aku memeriksa ponselku.“Ra, lagi ngapain?“Ra, sibuk nugas ye?”“Ra,”“Hoi!”“Ngapain sih?”“Jadi manusia tuh agak sante dikit gitu lo!”“Yaudalah, jawab ya kalo dah ga sibuk. Thx.”“Baru selese, napa?”“Eh, akhirnya. Dah keluar dari goa lo?”“Paansih, gajelas.”Keesokan harinya, aku datang sangat pagi sebelum banyak yang datang karena bunda harus berangkat lebih pagi. Beberapa saat setelah aku datang, Lana datang.“Eh Ra, kayanya kamu lagi dideketin Fian deh.”“Iya kayanya, tapi yaudah biasa aja. Kenapa emang?”“Ati-ati. Tapi, nanti aku bakalan ada terus di pihakmu. Oke?”“Hah?” tanyaku keheranan saat itu
Read more
Berusaha Lagi
Notifikasi yang membuatku hampir tidak bisa tidur dengan tenang adalah pesan yang dikirimkan Fian dan Nana. Ketika melihat waktu pesan diterima, mereka mengirim pesan disaat yang sama. Fian mencariku, bertanya beberapa materi yang tidak ia pahami dan menanyakan tugas yang harus dikumpulkan hari ini. Namun, bukan Fian namanya jika mengirimkan pesan tanpa pesan beruntun. Berbeda dengan Nana yang mengirimkan pesan dengan nada mengancam dan menyakitkan.Aku yang baru saja selesai mandi hanya duduk termenung melihat pesan yang dikirimkan oleh Nana. Nana mengatakan bahwa aku adalah perebut lelakinya. Lah? Yang kirim pesan duluan, yang saring cari perhatian juga siapa? Kok aku yang disalahin. Dasar aneh. Ingin rasanya menjawab pesan Nana seperti itu, tetapi aku hanya diam dan tidak membaca pesannya. Aku hanya membanya melalui notifikasi.Ketika sampai di sekolah, Nana menghampiriku dan berkata,“Halo genit, yang doyan caper sama cowok orang..” Katanya sambi
Read more
Memulai Kembali
Nana yang tidak bisa meluapkan amarahnya sedari tadi. Akhirnya bisa menumpahkan ketika Fian, Lana dan anak laki yang lain meninggalkan kelas untuk bermain basket."Berani-beraninya sih deket-deket sama Fian? Maumu tuh apa? Kaya gaada cowok lain aja?!?" Kata Nana sambil mendobrak mejaku. Sontak aku yang sedang tidur langsung terbangun."Gausa sok polos deh jadi orang!" Lalu ia langsung menjambakku kembali.Teman-teman ku berusaha memisahkan Nana dariku. Aku yang sedari tadi masih berusaha untuk menahan akhirnya tidak kuasa lagi.Aku langsung berdiri dan berusaha melepaskan tangannya dari kerudungku. Kerudungku yang terlihat berantakan langsung ku rapikan sebelum akhirnya ia menjambakku lagi. Plak. Ia langsung menamparku begitu saja. Rasa sabarku sudah tidak ada ketika ia menamparku."Maumu itu apa sih? Aku gaada rasa buat Fian! Sama sekali aku gapunya niatan buat deketin Fian!" Kataku sambil berteriak.Nana yang terkejut dengan perka
Read more
Setelah Itu
Setelah “resmi” menjadi kekasih Fian, berita tersebut tersebar ke satu angkatan. Pada awalnya, semua erfikir ini adalah kisah yang “uwu” dan selalu berkata bahwa yang dilakukan Fian “berlebihan” dalam hal mencintai. Namun, sebenarnya itu adalah hal yang biasa dilakukan oleh sepasang kekasih. Entahlah.“Yan, kenapa sih sama Rara? Kenapa ga sama Nana aja?” tanya Aurum dengan sinis melihat penampilanku.Aku hanya terdiam dan berkata “bacot” dalam hati sambil tersenyum.“Ceritamu sama Nana tuh gimana, sih? Kenapa dia sampe kelitan tergila-gila sama kamu? Pake pelet ya lu?”“Pelet-pelet, makan ikan kali ah!” jawabnya dengan sinis“Serius-serius, gimana?”Lalu Fian pun menjelaskan. Pada awalnya, ialah yang mengejar-ngejar Nana dari kelas satu SMP. Fian yang saat itu merasa masih sangat cupu dan culun hanya bisa melihat dan mengagumi dari jauh. Namu, pad
Read more
Sendiri
Sesampainya di rumah, seperti basanya aku langsung bersih diri dan beristirahat sejenak sambil membuka handphone. Tidak lama, ada notifikasi line dari Fian!“Ra, yang diomong Putri tadi emang bener?”“Hah, ngga kok. Beneran deh.”“Lah?”“Aku aja tau dari Diah, tapi aku gapernah bilang apapun tentang Nana. Kenapa emang?”“Nana tuh ga penyakitan. Yang lagi sakit sekarang tuh kembarannya. Si Naya.”“Lah aku aja baru tau kalo Nana punya kembaran. Gatau tentang Nana dan gamau tau. Sumpah deh.”“Iya, aku percaya kamu kok.”Setelah itu, aku pun ketiduran. Ketika bangun tidur aku terkejut karena notifikasi line ku sangat banyak. Tidak seperti biasanya dan? Astaga!“Eh, Ra! Maksudmu apa sih?”“Kenapa tiba-tiba kamu ngomongin yang ngga-ngga tentang aku sih?”“Segitunya ngerasa t
Read more
Terbiasa
“Mas Raja?” Ucap Putri sambil terkejut melihat Mas Raja ada di sebelah Nana.“Apa? Udah ngerasa superior?” Tanya Mas Raja sambil membuang tangan Nana.Tidak lama kemudian terlihat Fian yang tergesa-gesa menghampiriku.“Ra? Kamu gapapa?” tanyanya dengan nafas yang tersenggal-senggal. Kemudian aku hanya mengangguk untuk menandakan bahwa aku baik-baik saja.“Lah? Ngapain disini?” tanya Fian kepada Mas Raja yang masih saja berdiri di sebelah Nana.“Lewat, terus ngeliat Rara mau ditampar Nana, jadi mampir sini dulu. Yuk basketan bro!” jawabnya sambil menepuk pundak Fian dan tidak lama Mas Raja keluar dari kelas.Tentu saja setelah Mas Raja pergi, siswa perempuan di kelasku langsung membicarakan hal tersebut dan tindakan yang hampir saja dilakukan oleh Nana. \“Lain kali jangan di kelas sendirian lah Ra. Ke Manda kek, atau kemana gitu yang penting jangan sendirian,” kat
Read more
Penyelesaian
Aku pun mengikuti wali kelasku menuju ruang guru. Sepanjang perjalanan menuju ruang guru, wali kelasku tidak terlihat galak, tetapi sebaliknya ia terlihat sangat baik.Sesampainya di ruang guru, wali kelasku mengajak ke dalam ruangan kecil yang ada di ruang guru. Di dalam ruangan itu ada seorang wanita paruh baya dengan wajah yang sangat menenangkan. Siapa dia? Batinku di dalam hati.“Oh, ini Rara ya?” tanyanya dengan suara yang sangat lembut. Kemudian aku pun mengangguk.“Saya mama dari Nana.”Deg. Ngapain ini mamanya? Mau ikutan marahin juga? Aku sudah panik pada saat itu, tetapi wali kelasku, Bu Tika langsung menyaut.“Ini mamanya mau minta maaf sama perlakuannya Nana ke kamu selama ini. Saya tinggal dulu ya, bu. Nanti bisa panggil saya di depan.” Kata Bu Tika sambil meninggalkan kami berdua.Beberapa menit kami tidak saling bertatap dan tidak berbicara sama sekali. Kemudian mama Nana
Read more
Bagian Selanjutnya
Perempuan itu adalah Nana, ia meminta maaf kepadaku dan aku menyambutnya dengan senyum.“Boleh ngomong berdua aja ngga?”“Iya boleh, kemana?”“Di taman belakang sana. Nanti kita izin telat aja ke Bu Oni.” Aku pun menegiyakan permintaannya. Namun, aku berbicara kepada Mei agar kembali ke kelas terlebih dahulu dan kalau Bu Oni ada di kelass, aku meminta tolog untuk menghubungiku.Setelah itu aku pergi ke taman belakang bersama Nana.“Ra, maaf ya. Pasti kamu udah denger semua dari mama kan ya?” tanyanya dengan wajahnya yang sangat lembut. Berbeda dari biasanya.“Iya, mamamu udah cerita semua. Udah dimaafin kok.”“Aku masih boleh deket sama Fian kan?”“Iya, gapapa. Aku gapernah ngelarang kamu buat deket sama Fian lagi. Santai aja.”“Makasih ya, Ra. Sekali lagi aku minta maaf.”Kemudian kami berdua kembali ke kelas, tetapi d
Read more
Class Meeting I
Ujian yang berlangsung selama satu minggu itu akhirnya selesai juga. Aku, Mei, Lana dan Fian memutuskan untuk pergi ke salah satu mall di kotaku. Kami berempat memutuskan untuk memesan mobil melalui aplikasi ojol. “Eh, itu mobilnya udah sampe,” kata Mei sambil memastikan bahwa plat nomor mobil yang sudah sampai sesuai dengan di aplikasi. Kami berempat langsung masuk ke mobil dengan Lana di depan, aku, Mei dan Fian ada di kursi tengah dengan aku diantara Mei dan Fian. Kami berempat berencana untuk menonon film, makan dan berkeliling di mall itu. Sesampainya di mall itu, kami langsung menuju bioskop dan membeli tiket dan popcorn. Aku dan Mei bagian membeli popcorn dan minuman yang akan diambil nanti ketika akan mulai nonton. “Main yuk,” kata Lana kepada kami bertiga. “Ayo, skalian latihan buat class meeting hari Senin,” ujar Fian. “Oiya, Senin class meeting ya?” tanya Mei. “Hooh, kalian basket aja,” jawab Fian.
Read more
Class Meeting II
“Ara! Semangat ya!” sontak saja smeua orang yang berada di ruangan itu langsung menoleh ke arahnya. Orang ini ngapain? Aku yang mendengarkan itu langsung membuang muka dan segera menuju belakang panggung untuk persiapan lomba. “Ra? Orang itu kenapa?” tanya Mei kepadaku. Aku hanya menggelengkan kepala karena sebenarnya aku juga tidak tahu mengapa tiba-tiba ia seperti itu. Kemudian kami bertiga segera naik ke atas panggung karena cerdas cermat akan segera dimulai. Pada babak pertama, kami bisa meraih poin yang sangat tinggi. Poin tersebut mayoritas diperoleh oleh Mei yang sedari tadi panik dan mengatakan tidak usah belajar. Pada babak kedua ini, kami mendapatkan poin yang sama dengan salah satu kelas. Pemenang babak ini ditentukan oleh satu pertanyaan rebutan. “Negara mana yang dikenal dengan sebutan negara “adidaya”?” tanya si MC. Kriiing. Sontak aku langsung memencet bel. “Amerika,” jawabku. Pertanyaan
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status