Tous les chapitres de : Chapitre 11 - Chapitre 20
61
Teman 2
Kami menumpangi sebuah mobil Avanza hitam milik Predi. Aku tidak tahu apa pekerjaan Mang Ardi saat ini. Tapi yang jelas, keadaan ekonomi nya lebih baik dari pada keadaan ekonomi aku dan ibu. "Kamu sekarang kelas berapa?" Tanya Predi padaku dalam keadaan fokus menyetir."Kelas 2 kak." Ujarku."Lha? Kok panggil kak sih?"Jujur aku sedikit bingung saat itu. Aku sudah lupa berapa usia Predi sekarang. Kalau dulu sih aku memang hanya memanggilnya nama saja. Tapi sekarang beda, ia sudah besar, begitupun aku. Aku takut Predi tersinggung kalau aku hanya memanggil namanya saja."Panggil nama aja." Ujarnya lagi."Emangnya usianya berapa kak? Eh Per maksudnya.""Beda tipis lah sama kamu. Menginjak 21 tahun bulan ini." Ujarnya lagi sambil tersenyum dan sesekali melirik ku.Usia Predi ternyata tidak jauh berbeda dari usiaku. Dia juga masih muda. Sepertinya Predi melanjutkan pendidikannya ke jenjang universitas yang belum kuketahui dima
Read More
Guru baru
"Silahkan masuk saja pak." Tap tap tapTerdengar suara langkah kaki seseorang memasuki kelas ku.Saat orang tersebut sudah masuk, semua murid terutama para siswi membelalakan mata seraya berkata "woaaah." Mereka takjub akan kedatangan guru baru itu.Rupanya tampan, wajahnya bercahaya, ototnya kekar. Dia adalah Anhar alias Predi. Apa hidup seorang rakyat jelata selalu banyak kejutan ya?Belum juga selesai dengan Tasya, sudah diberi kejutan baru yaitu Predi.Pak Budi memperkenalkan Predi sebagai guru baru disana. Sekarang aku mengerti kenapa Predi memasukan mobilnya ke parkiran, aku mengerti kenapa Predi ikut masuk ke dalam. Dan aku juga sudah mengerti maksud Predi yang memiliki tugas disini, di kota ini.Yang aku tidak tahu adalah, memangnya jurusan hukum bisa menjadi guru? Setahuku hal-hal yang berbau dengan jurusan hukum itu seperti hakim, jaksa dan masih banyak lagi lainnya akan tetapi bukan guru.
Read More
Get Well Soon
Aku menatap Predi tanpa berkedip sekalipun setelah ia mengatakan bahwa dirinya tahu dimana Abay. Kenapa Predi ini penuh rahasia dimataku. Selain tiba-tiba menjabat menjadi seorang guru di sekolahku, kini ia juga tahu keberadaan Abay yang seorang pun tidak tahu.Rasa takut dan curiga perlahan mulai menghampiriku. Entahlah, aku hanya merasa ada yang sedikit aneh dan berbeda dari Predi ini."Abay dimana? Bapak tahu dari mana?" Aku bertanya sambil berancang-ancang. Kuletakan tanganku di klop pembuka pintu. Kalau Predi tiba-tiba berubah menjadi vampire atau serigala aku bisa lebih mudah untuk keluar sebelum dia menggigitku."Kita sudah diluar sekolahan. Bisa berhenti panggil aku bapak?.""Baiklah. Dimana Abay?""Dirumah sakit." Ujarnya dingin. Dingin tapi mematikan, dingin tapi seperti ujung besi yang dilelehkan lalu ditusukan ke bagian perut ku hingga menembus dan mengeluarkan urine-urine yang ada didalamnya."Ma-maksudnya? Siapa ya
Read More
Aneh
Semua jawaban kebingungan ku ada didalam ruangan dimana Abay dirawat. Setelah aku dan Predi menyusuri lorong rumah sakit yang menyengat dengan bau obat akhirnya kami sampai didepan pintu ruangan Abay dirawat.Aku menarik nafas panjang, menutup mata seraya membaca bismillah. Semoga saja Predi ini bukan serigala dan tisak ada bekasan cakaran di muka Abay dan Abay tidak akan berubah menjadi serigala yang terbakar oleh panasnya sinar matahari. Ah sudahlah, pikiranku sudah kacau kemana-mana."Abay?!"Aku main masuk saja membukakan pintu tanpa menunggu aba-aba dari Predi lagi.Aku membungkam mulutku dan hampir berteriak kala melihat kondisi Abay saat itu."Aaaaaa!" Bukan hampir, aku memang sudah berteriak.Disana, berbaring seseorang dengan kaki yang patah dan mata yang ditutup perban. YaAllah, apa yang telah Predi perbuat pada Abay? Satu lagi, selain kaki dan mata yang dibaluti perban, Abay juga botak.Aku tidak bisa menahan tangisanku, sa
Read More
Kerja lagi?
Aku dan Predi masih membisu bahkan saat kami sudah keluar dari rumah sakit dan sudah sampai didalam mobil. Sesekali Predi sempat melirik ku, tapi aku bepura-pura tidak melihatnya saja. Aku masih belum bisa berdamai dengan hatiku yang panas ini. Perasaanku masih berkecamuk. Campuran antara rindu, marah, khawatir sekaligus kecewa. Dulu aku pernah berpikir bahwa aku akan baik-baik saja dengan cinta. Dulu aku berpikir bahwa hidupku akan selamanya bahagia dengan Abay meski kami saling tidak mengakui perasaan masing-masing.Tidak sampai dengan datangnya Tasya. Tasya seperti jin yang datang tiba-tiba kedalam hidupku dan menghancurkannya.Sekarang, perasaan ingin menjambak keras rambut Tasya mulai keluar. Kalau sudah seperti ini, hanya kata 'andai saja' yang mampu membuatku senang.Andai saja aku kayaAndai saja aku cantikAndai saja Abay ditakdirkan untuk kuAndai saja aku bisa bahagia bersamanya.Hush, sudahlah.A
Read More
Can I Call You Debi?
 Saat pagi sudah menyingsing dan Adzan shubuh sudah dikumandangkan, ibu sudah beres-beres rumah dan masak sepagi ini. Ibu sengaja beres-beres rumah lebih awal karena jika pekerjaan rumah sudah selesai ibu tinggal menungguku berangkat sekolah dan ia akan pergi ke rumah Abay.Semalaman aku berpikir keras apa reaksi Abay terhadap kedatangan ibu. Aku harap, Abay tidak mengacuhkan ibu sebagaimana dia mengacuhkanku. Aku berdo'a untuk kedewasaan Abay saat ini.Urusanku dengannya biarlah menjadi urusan kami berdua. Jangan sampai ibu tahu, jangan tambahkan lagi hati yang akan tersakiti.Aku keluar kamar dan melihat bagaimana senang dan antusiasnya ibu saat ia sedang bersiap-siap hendak pergi ke rumah Abay.Ibu tampak senang padahal ia adalah seorang pembantu yang kalau kata orang-orang pembantu adalah kerjaan rendahan yang dimana kerjanya mengikuti ujung jari telunjuk orang.Tapi bagi ibu dirinya lebih dari seorang pembantu. D
Read More
DeBay History
Aku dan Predi sudah sampai disekolah. Tidak ada obrolan lain lagi diantara kami. Yang terakhir adalah saat Predi mengatakan bahwa ia akan mulai memanggilku Debi mulai hari ini.Aku sedikit deg-degan dan gugup oleh karena hal tersebut. Bagaimana rasanya dipanggil Debi oleh orang lain. Pasti akan asing rasanya. Mobil Predi sudah terparkir ditempat yang sama saat kemarin dia parkir disini. Bedanya, didepan mobil Predi sudah terdapat mobil Abay. Mobil Abay yang biasanya dipakai untuk menjemputku.Kulirik arloji hitam yang merupakan pemberian Abay dihari ulang tahunku. Arlojiku itu menunjukan pukul 6:15. Bisa terbilang masih sangat pagi.Aku dan Predi memang sengaja datang pagi sekali karena ada yang harus Predi kerjakan selaku guru magang yang baru. Lalu ada apa dengan Abay? Dulu, kami paling pagi kesekolah jam 6:30. Tapi dia bahkan sudah mendahuluiku pagi ini."Mau diantar ke kelas gak?" Tanya Predi saat kami sudah turun dari mobil.
Read More
Belajar Dingin
Setelah pertikaian ku dengan Abay selesai, aku memasuki kelas dengan langkah terhuyung dan muka yang murung bahkan lebih murung dibandingkan hari kemarin, hari saat Abay tidak ada dan sedang bersama Tasya."Abay kepergok lagi grepe sama Tasya yah Ley?"Itu Ina. Dia berdiri diambang pintu sambil memegangi kipas manual yang katanya dibeli di Jepang saat dia masih dalam kandungan. Pertanyaan dan perkataan Ina memang selalu nyelekit.Aku menggeleng pelan tanda menyangkal bahwa yang Ina katakan tidak lah benar."Terus?"Sepertinya Ina kepo alias ingin tahu  soal urusan Abay ini. Aku mulai memutar otak ingin mencari alasan yang bagus untuk diberikan kepada Ina. Aku tidak mau Ina mengetahui kejadian aslinya karena itu menyangkut Predi. Predi masih baru disekolah ini, jangan sampai dia kena hukuman akibat skandal yang beredar."Kepo lo!" Ujar seseorang yang berada dibelakangku.Aku menarik nafas lega karena tidak jadi harus berboho
Read More
Abay, maaf
Meski yang kumakan dikantin tadi adalah gehu pedas dan hangat buatan bi Susum tapi makan ku tidak lahap. Padahal perutku sangat lapar dan mulutku meminta makan. Tapi hatiku enggan untuk mendengarkan. Hatiku justru malah gusar, tidak dapat menikmati enaknya olahan tangan bi Susum ini.Alhasil,  jika biasanya aku habis gehu 3 tapi tadi 1 saja masih tersisa terigu-terigu krispy nya.Alasan tidak enak nya makan ku apalagi kalau bukan memikirkan Abay.Aku sampai tidak enak dengan Predi. Aku merasa bahwa aku telah mengacuhkannya tadi. Ragaku ada bersama nya tapi jiwaku entah dimana. Apa yang Predi katakan tidak dapat kutangkap jelas karena aku sibuk melamun. Bahkan tak jarang Predi memanggil-manggil namaku dan menepuk bahuku untuk menyadarkanku.Istirahat telah usai. Aku tidak tahu Abay dimana. Dikantin tadi aku tidak melihatnya. Apa jangan-jangan dia tidak makan? Ah sudahlah tidak usah dipikirkan.Ina pernah berkata bahwa Abay sudah besar dan ia bi
Read More
Jangan beritahu ibu!
Seperti biasanya, aku pulang dengan Predi mengenakan mobil hitam nya yang kupredisikan selama seminggu ini belum dicuci. Atau mungkin lebih dari seminggu, ban-bannya sudah seperti sehabis dibawa balap di adrenalin lapangan  bola yang baru surut dari banjir bandang.Predi masih dalam keadaan seperti biasanya, yakni mengemudi dengan senyum yang  merekah."Tadi Esa ngapain?"Entah kenapa ia tiba-tiba jadi menanyakan perihal Abay. "Ngajakin pulang bareng." Ujarku."Oh, terus gak kamu terima?"Aku mengerutkan kening tanda tak mengerti pertanyaannya ini. Kalau aku terima artinya saat ini pasti aku sudah pulang bersama Abay dan tidak bersamanya."Nggak." Aku menjawab sangat singkat. Lagipula mau apa lagi yang harus aku katakan."Kenapa?""Kan aku pulang bareng kamu."Senyum Predi semakin mengembang kala aku berkata begitu. Bukan maksud ku kepedean, tapi aku bisa menyadarinya dari garis senyum di pinggir b
Read More
Dernier
1234567
DMCA.com Protection Status