All Chapters of Pendekar Lembah Iblis: Chapter 71 - Chapter 80
107 Chapters
Bab 71 Ruang Rahasia
Lelaki dengan bekas luka jahit di bibirnya itu segera mengeluarkan sesuatu dari tangannya, sebuah jarum panjang, seperi jarum akupuntur. Jarum itu lantas di tusukkan di sekitar dahi, telinga, dan kepala Kinan. Awalnya gadis itu hendak menggerakkan kepalanya, namun gelang belenggu yang mengikat kepala Kinan menghalangi gadis itu untuk menggerakkan kepalanya."Sialan! Apa yang kau lakukan padaku."Lelaki berpunuk itu menyeringai, "ini untuk kebaikanmu nona. Tusuk-tusuk jarum ini akan tetap menjaga otakmu aman. Sebenarnya aku bisa melakukannya bila kau tetap tertidur, karena mau terbangun jadinya kau harus melihat proses ini."Kinan berteriak, "apa yang mau kau lakukan padaku?!" jeritnya."Nona, kau sungguh sial, tuanku menginginkan kau jadi bahan percobaan kami selanjutnya," ucap lelaki berpunuk itu sambil terkekeh senang.Setelah menusuk bagian telinga, dahi dan ubun-ubun, lelaki itu lantas mengerakkan tempat pembaringan Kinan. Ternyata benda itu di
Read more
Bab 72 jalan keluar
Lilin itu menimpa wajah Kinan, lalu kemudian terus mengalir ke bawah wajahnya, menelusuri setiap jengkal tubuhnya dan melapisi tubuh Kinan seperi lapisan lendir yang semakin lama semakin pekat kemudian mengeras. Kinan sudah tidak berkutik ketika lilin cair itu membalut tubuhnya hingga berbentuk seperti patung pualam tanpa wajah. Otak Kinan yang masih bekerja dengan ketakutan dan juga semua kenangan seolah berhenti untuk berpikir dan berhenti bekerja. Dalam waktu yang bersamaan dengan lilin yang terus mengaliri dirinya, kesadaran Kinan pun hilang. Setelah tubuh Kinan terlapisi sempurna, si lelaki dengan punuk ditubuhnya segera mendekat, lalu menggali tepat di hidung Kinan sebuah lubang. Lalu lubang yang dia buat itu ditancapkan sebuah potongan bambu. Setelahnya, lelaki berpunuk itu dengan susah payah menyeret patung Kinan untuk si dirikan dengan patung lainnya. ** Perjalanan Limey
Read more
Bab 73 Perjalanan ke lembah iblis
Sion duduk di atas pepohonan, hari sudah menjelang sore. Di atas pohon Sion dapat mengawasi sekitar hutan. Pergerakan, burung burung dan langit. Dahulu, dia sangat ingin melihat langit. Ketika matanya buta, dia begitu gila mendamba melihat Warna langit kembali. Langit yang berwarna biru, langit diwaktu fajar, ataupun langit senja yang memerah. Sion merindu semua itu. Kini, setelah dia melihat, Yang selalu dirindukan nya setiap hari adalah sosok Limey. Memandang gadis itu diam-diam, bernapas di sebelah Gadis itu membuatnya bahagia. Menatapi wajah Limey dan matanya yang berkilau biru, Sion bersyukur dia sudah dapat melihat kembali. Sion ingin menghabiskan waktunya bersama Limey. Menikmati setiap hari dengan menatapi wajah gadis itu, bersamanya menikmati usianya yang semakin pendek. Merangkai kenangan terakhir bersama gadis itu. Tapi, kini harapannya musnah dengan bergabungnya Delvi kembali. Sion menghe
Read more
Bab 74 Pasukan bayangan
Hanya ada dua ekor kuda. Satu kuda milik Delvi, dan satu lagi kuda yang dipakai Sion dan Kinan berbarengan."Kita akan jalan ke Utara," terang Delvi, "nanti akan sampai di ujung pulau. Kalau kita lihat pasti tahu. Disana kita harus meninggalkan kuda. Medannya tidak cocok untuk berkuda. Jadi kita berjalan kaki.""Berapa hari sebelum sampai ke sana?""Perjalanan menggunakan kuda membutuhkan waktu tiga hari." terang Delvi."Tiga hari tanpa berhenti?" sekarang LImey yang bertanya."Tentu saja dengan berhenti Mey. tiga hari hanya perkiraan kasar saja." kembali Delvi menjelaskan."Baiklah, sebaiknya kita berangkat. Semakin cepat semakin baik." Sion menghela kuda tersebut. Sang kuda terkejut, lalu kemudian meringkik dan melaju cepat. Limey buru-buru memegang pinggang Sion agar tidak melesat jatuh akibat dorongan gravitasi.Delvi mengikuti. Mereka memacu kuda secepat mungkin. Perjalanan panjangpun mulai ketiga orang itu lakukan.**
Read more
Bab 75 Pertemuan Kembali
“tuan….” Desis Limey antara rasa percaya dan tidak.Amon menatap Limey. Tidak kalah terkejut, “Mey?”Amon merasa bermimpi. berkali-kali dalam benaknya terekam kehilangan gadis itu dua tahun yang lalu. berkali-kali penyesalan menyergapnya karena kurang kuat dan tidak bisa menepati janji melindungi dua wanita dalam hidupnya. dalam kondisi perasaan takjub dan tidak percaya  Amon melenting turun dengan kecepatan kilat lalu segera mendekat ke arah Limey, menariknya sehingga Limey berdiri.Tangannya membelai pipi Limey sekaligus membersihkan wajah Limey yang kotor. Amon memandang Limey seakan merasa ini mimpi dan tidak mungkin kenyataan. Mata itu, sorotnya berwarna biru, seperti pantulan langit di atas sana. berkali kali lelaki itu memegang pipi, bahu dan juga rambut Limey yang sudah panjang.“Kau masih hidup?” desis Amon tidak percaya.“ya…” Limey dapat merasakan ada bening dimatanya yan
Read more
Bab 76 Dimana Kinan?
“Tuan, bagaimana tuan bisa di sini? Di mana Kinan? Kenapa saya tidak melihat Kinan?…” Amon mengangkat tangannya, memberi syarat Limey untuk diam, “satu-satu tanyanya. Yang mana dulu?” ucap Amon. Limey menyadari dia terlalu bersemangat karena sudah berjumpa dengan Amon. kerinduannya pada Kinan membuncah, satu-satunya saudara di tempat asing ini. dengan tekanan pasti Limey bertanya, “Kinan di mana?” Amon terdiam. Dia tidak menyangka akan bertemu dengan Limey ditempat ini. Terbayang dikepalanya ketika dia dan Kinan berpisah dengan hanya meninggalkan secarik surat. Dia sudah berpisah dengan Kinan hampir satu tahun lebih jadi begaimana dia menceritakan keadaan sebenarnya kepada Limey. Amon menghela napas. padahal dia berada di tempat menyebalkan ini hanya untuk menjadi lebih kuat, demi mencari perempuan dihadapannya ini. tapi ternyata perempuan ini muncul sendiri, seperti dikirim Dewa dari atas langit. "Tuan...." Limey memanggil, masih menunggu.
Read more
Bab 77 Bertemu Musuh Lama
kakek tersebut tersenyum, “Amon itu, Dia agak-agak tidak peduli dengan orang lain. Ketika tadi di depan gerbang, dia mati-matian melindungimu dari seranganku. Padahal kalau orang lain, dia tidak akan peduli… aku jadi penasaran seperti apa wanita yang bisa membuatnya seperti itu…” lalu kakek tersebut memandang Limey sambil tersenyum, “Mata yang indah, siapa namamu nak?”“Limey," jawab Limey, kemudian dia menatap kakek tersebut, sedikit ragu, tapi akhirnya ikut bertanya juga, "Maaf kalau boleh tahu, kakek siapanya Amon?”“Aku—hohoho, kita belum berkenalan ya. Namaku Altis, itu namaku di masa lalu, orang-orang sekarang lebih suka menyebutku kaisar…”“Kaisar?” Limey mengernyitkan keningnya, “orang yang menyandang nama Kaisar di ranah sembilan ini hanya satu orang. Dia adalah kaisar langit. Apa anda kaisar langit?” mata Limey membulat terkejut. siapa sangka, dihadapanny
Read more
Bab 78 Bukan Hanya Sendirian
“Gadis kecil, kau pasti bukan orang dari dunia ini?!” tanya kaisar langit, yang membuat Limey tercengang. Bagaimana mungkin orang ini tahu. Apa terlihat jelas? kalau hanya karena warna matanya, bahkan Amon saja tidak mencurigai hal tersebut, tapi lelaki tua ini...“Kenapa anda berkata begitu?” tanya Limey dengan hati-hati.Kaisar langit mengais-ngais jenggotnya senyumnya terlihat lembut, seolah dia memahami perasaan Limey yang waspada. “Kau tahu Nak, di dunia ini tidak pernah ada seseorang yang memiliki mata berwarna biru.” terang Kaisar Langit.“Tapi, saya memilikinya…” jawab Limey. "Dunia ini luas, jadi pasti ada satu atau dua orang yang memilikinya bukan," ucap Limey lagi.“Itu semakin mengukuhkan bahwa kau bukan orang dari tempat ini.” terang Kaisar langit. “Dahulu, ada juga seseorang yang pernah mengaku bukan dari dunia ini. Seorang jenius yang luar biasa.” Kaisar langit m
Read more
Bab 79 Mencari Kinan
keduanya jadi diam. Hanya suara gemericik api yang kini tertinggal. Daging yang Limey bakar sudah matang. Limey menyodorkannya pada Amon. Amon menerima dan memakannya. Lalu kemudian terdengar suara keras yang dikirim dengan imdok. “Amon!!! Kau ada di dalam—aku kakak seperguruanmu hendak bertemu!!” seru suara tersebut. Amon berdiri, dan Limey pun ikut berdiri. “siapa?” tanya Limey. “kakak tertua. Bixi!” “Kau terlihat tidak suka?” “aku tidak pernah suka dengan semua saudara seperguruanku. Semuanya gila!” “tidak disahuti?” Amon diam saja. Dia merasa sangat terganggu menerima kunjungan. Dari dulu Amon tidak pernah akur dengan semua kakak seperguruannya. Di antara semua kakak seperguruannya, dialah yang paling lemah. Suara lewat imdok dikirim kembali, Amon tidak menyahuti. Lalu mendadak seseorang berjalan dengan tenangnya masuk ke dalam hutan. "Amon, kau dengar! aku kakak tertuamua!" Limey men
Read more
Bab 80 Jebakan di Depan Gerbang
“Tidak mungkin!” seru Gillian, “kalau pun ada, dia harusnya sudah menjadi tumpukan mayat seperti yang di ujung sana!” tunjuk Gillian pada sebuah kabut tebal. Sion mencoba melihat ke arah yang ditunjuk Gillian, tidak melihat apa-apa. lalu berjalan mendekat, dan terperanjat karena tampak tulang belulang orang yang mati. “Korbannya pasti akan diletakkan di depan gerbang begitu saja. Kalau di depan gerbang tidak ada siapa-siapa, itu tandanya, Limey tidak pernah masuk kemari. Merope tidak akan pernah membiarkan siapa pun masuk ke dalam wilayahnya dengan bebas, kecuali Valta!” terang Gillian. dalam ingatannya terbayang bahwa gerbang ini merupakan gerbang yang pernah sangat disukainya dan dia selalu menyempatkan waktu berkunjung. tapi waktu telah mengubah semua itu, gerbang ini menjadi gerbang yang dibencinya. “Kau tidak termasuk?” Sion bertanya heran, membuat wajah Gillian memerah. masa lalu yang ingin dikuburnya seolah menyeruak keluar, membuat perasaan Gillian tidak nyam
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status