Semua Bab Cincin terakhir istriku: Bab 11 - Bab 20
81 Bab
Bab 11. Ancaman
Sonya mencium tangan ibunda Rangga saat mereka tiba di rumah besar itu untuk berakhir pekan di sana. Bunda sengaja meminta Rangga dan Sonya menghabiskan akhir pekan di rumah itu dengan maksud keingintauan bunda, sudah sejauh mana hubungan anak dan menantunya itu. Sonya menata kue yang sempat mereka beli di toko kue dekat komplek apartemen sebelum ke rumah bunda. Bunda menghanpiri."Sonya, gimana Rangga? Sikapnya ke kamu," Bunda menarik kursi meja makan dan duduk di sana. Menatap menantunya yang tampak tersenyum. Akting yang luar biasanya dari seorang Sonya."Baik, Bunda. Mas Rangga care kok, sama Sonya," ucapnya diakhiri senyuman sambil menatap ibu mertuanya itu. Ghania ikut menghampiri. Ia hendak latihan basket di klub tempatnya bergabung."Ghan, bawa kue ini, ya, aku taruh di kotak bekal kamu." Sonya membuka lemari di sudut, mencari kotak makan untuk Ghania. Gadis itu hanya mengangguk."Tuh, kan ..., Bunda emang nggak salah pilih menantu. Sama adeknya Rangga aja perhatian banget. Gh
Baca selengkapnya
Bab 12. Nikah Siri
Tinggal seorang diri di kosan minimalis yang hanya berukuran 3x4 meter membuat Aya hanya bisa membawa tas pakaian dan beberapa perintilan barang-barang untuk riasan saat ia akan latihan tari. Seperti, selendang, kain jawa, stagen, kipas tangan, dan lain sebagainya.Kamar bernuansa warna putih itu hanya terdapat kamar mandi dan meja belajar, lemari pakaian pun tak ada.Aya duduk di atas tempat tidur tanpa dipan. Ia menyalakan kipas angin juga. Jendela kecil dekat pintu ia buka, supaya hawa dan sirkulasi udaranya masuk dengan baik.Tok ...Tok ...Seorang wanita seusianya berdiri di depan pintu."Baru ya tinggal di sini?" tanyanya, masih berdiri di depan pintu kamar Aya."Iya, Mbak, saya Aya," ujar Aya sambil beranjak dan mengulurkan tangan."Aku Dira. Di sini nggak boleh terima tamu cowok, kamu tau kan? Dan kalau teman atau keluarga, juga di batasi.""Iya, Mbak, tadi udah ketemu sama Ibu kos," jawab Aya ramah."Aku di kamar sebelah, sama kok kita, mahasiswi, tapi aku tinggal wisuda dua
Baca selengkapnya
Bab 13. Penolakan Aya
Aya tak mau jika ia harus nikah siri dengan Rangga. Baginya, pernikahan itu hal yang sakral. Rangga terus membujuk tanpa lelah juga menyerah, baginya, seorang Aya adalah segalanya, tapi bagi Aya, kehormatan adalah yang utama. Semenjak hari itu, Rangga kembali intens menemuinya, bahkan saat pulang bekerja, hal pertama yang ia lakukan adalah bertemu Aya, entah di kampus atau tempat mengajar. Rangga begitu terpikat, namun juga tak bisa terlalu dekat. Para mata-mata bundanya sudah mulai muncul. Sonya bahkan meminta Aya dan Rangga berhati-hati."Aku rasa kita salah, Rangga. Aku takut Bunda akan menyalahkan Bapak dan Ibu aku, juga mengancamnya. Aku nggak nyaman kalau kita diam-diam begini. Kamu juga sama aja mempermainkan pernikahan kamu dan Sonya. Jangan begini ...." Aya menangis. Ia tak suka kucing-kucingan, resikonya juga besar.Rangga memeluk Aya, mereka sedang berada di daerah puncak. "Bunda kamu bisa lakuin apa aja, aku nggak mau bahayain banyak orang." Aya semakin terisak."Nggak! Per
Baca selengkapnya
Bab 14. Khilaf atau sengaja?
(21+)Mohon bijak sebelum membaca, beberapa adegan akan saya buat sesederhana mungkin. Dan, ingat, bukan untuk ditiru! Tapi jadikan pelajaran karena sebagian besar dari kisah di judul ini FAKTA, sumber akurat. Oke, makasih.____"Kenapa ke sini? Kamu jangan gila, Rangga?" Sorot mata Aya menatap tak nyaman saat mereka menempati apartemen milik Sonya."Aya, kalau kamu pulang ke kosan, yang ada Bunda akan kejar kamu terus. Aku nggak bisa lindungin kamu kalau kamu nggak di deket aku. Kamu lihat kan kalau tadi, Bunda aja bisa tega sama anaknya sendiri. Aku. Gimana sama kamu?!" Rangga duduk di sofa. Ia mengusap kasar wajahnya. Aya duduk di sofa yang berhadapan dengan Rangga, terpisah meja kaca. Aya memangku kedua tangan di atas pahanya yang tertutup celana jeans. Keduanya diam, memikirkan masalah yang sedang terjadi."Kamu bisa pakai baju Sonya, Aya, dia tadi bilang, ada di lemari kamar itu," tunjuk Rangga. Aya mengangguk. Tak mungin juga ia tak bersih-bersih diri setelah kejadian kacau hari
Baca selengkapnya
Bab 15. Aya hamil
Pagi hari itu menjadi tak biasa bagi Aya, ia menangis terduduk di atas kloset kamar kosannya, ia menggigit bibir bawahnya begitu menahan isakan tangis walau air mata terus membasahi wajahnya. Ia memegang hasil alat tes kehamilan, tanda plus itu tak bisa berbohong. Aya tertunduk, ia semakin terisak. Hal bodoh dihidupnya pun menimpa dirinya. Tak heran jika kini ia kalut dan tak tahu harus berbuat apa. Sementara di lain tempat, Rangga duduk diam mendnegar ocehan bunda yang terus mencecar dirinya kenapa bercerai dengan Sonya dan membuat malu keluarga. Rangga yang sadar jika ia tak bisa hidup mandiri tanpa sokongan keluarga, hanya bisa menahan emosi karena dirinya bodoh. Terbiasa hidup mewah dengan fasilitas lengkap juga gelimangan harta, ia kembali harus mengorbankan harga diri dan orang yang ia cintai. “Lihan kan, Rangga, mana bisa kamu hidup tanpa sokongan Bunda, bisa apa kamu! Kabur sama Aya yang pada akhirnya kamu pulang lagi. Bunda tau kamu. Kamu nggak akan bisa hidup miskin kayak A
Baca selengkapnya
Bab 16. Luapan Amarah
Aya tak mungkin melanjutkan ujian akhir dengan kondisi kehamilannya, hanya tangis yang bisa ia luapkan saat di rumah Rangga, wanita itu yang terus mengatai dirinya wanita murahan. Hatinya sakit, mana kala Rangga tak bisa berkutik saat ancaman bundanya terlontar kembali. Orang tua Aya hanya bisa melamun, masa depan anak pertamanya hancur bersama perlakuan tak baik keluarga Rangga. “Apa kita sehina itu, Pak?” tanya ibu. Pria itu hanya bisa mengusap bahu istrinya. Ia sama hancurnya dengan Aya. Rumah itu saksi air mata dan kesakitan yang Aya rasakan. Jani menghampiri, ia memeluk kakaknya yang meringkuk dengan terus menangis. Menyesali perbuatan hinanya dengan Rangga dan juga menghancurkan masa depannya. “Kak, udah, Kak, kasihan anak Kakak, Kakak mau bunuh dia? Kakak cuma menambah dosa,” ucapan Jani semakin membuat Aya menangis histeris, Jani terus memeluk Aya erat. Satu minggu berlalu, kabar buruk Aya terima, ayahnya terserempet mobil bersama ibu saat pulang dari pasar, menyebabkan kedu
Baca selengkapnya
17. Asing
Aya melangkahkan kaki turun dari KRL itu, stasiun Bogor ia jajaki. Hiruk pikuk suasana kota yang baru Aya pijaki membuatnya mendadak diterjang pikiran kosong. Ia tak tahu harus ke mana, ia tak kenal siapapun di kota itu. Aya memeluk tas ransel miliknya, hanya berisi pakaian dan juga dompet serta ponsel. Tak ada barang beharga lainnya. Ia berdoa dalam hati, meminta keselamatan atas dirinya dan juga janin di dalam perutnya. Dengan mantap, ia berjalan menyusuri pinggiran trotoar sambal menuju ke satu-satu persatu rumah makan guna mencari pekerjaan. Kondisinya sedang hamil muda, dan ia kabur, maka pekerjaan sederhanalah yang mampu ia lakukan. Aya menuju ke rumah makan padang, tak ada pekerjaan di sana, lalu beralih ke took kue, took pakaian, hingga berakhir ia duduk di taman kota karena kakinya merasa lelah berjalan. Ia membeli minuman dan makanan, perutnya lapar, dan hari sudah petang. Tujuan Aya selanjutnya adalah musala atau masjid, untuk ia jadikan tempatnya menginap. Ternyata, tak s
Baca selengkapnya
18. Kebaikan pemilik warung
Aya mengangguk, tangisannya tertahan juga, namun tetap terasa sesak di dalam dadanya. Ia menerima segelas teh manis hangat dari ibu tersebut. “Neng, Aya, semua orang pernah berbuat salah, seharusnya memang keluarga laki-laki itu jangan bertindak begini. Repot memang kalau hidup masih berdasarkan gengsi dan juga strata sosial masyarakat. Hal itu juga kan yang membuat yang kaya akan terlihat makin kaya dan yang miskin kalau nggak bisa bertahan ya akan semakin miskin. Neng Aya yang sabar, yang penting jangan digugurin, anak itu nggak salah.” Aya mengangguk, ia paham betul akan hal itu, setidaknya ia masih punya sosok Rangga dari anak di rahimnya itu.
Baca selengkapnya
19. Pernikahan kedua
Satu tahun kemudian. “Kita sudah menikah, Rangga,” ujar wanita bernama Mita yang kini menyandang nama belakang Rangga ‘Satrio’. Keduanya duduk berjajar dipelaminan, sebenarnya, perjodohan itu sudah lama di elu-elukan oleh bunda, tetapi Rangga terus mengelak dengan tujuan mengulur waktu. Selama setahun, ia terus mencari keberadaan Aya secara diam-diam namun, hasilnya nihil.Mita menggenggam jemari tangan Rangga yang tak ia balas genggaman itu. Mereka masih harus tampak harmonis, meskipun raut wajah Rangga tak akan di bohongin aura dinginnya. Bahkan, Ghania yang baru saya mengenyam bangku kuliah, harus rela pulang dari Singapura demi pernikahan memuakkan itu.      “Kenapa kamu nggak mau belajar mencintai aku, Rangga? Bahkan Bunda kelihatan bahagia dengan pernikahan kita.” Jemari tangan wanita itu terus menggenggam erat jemari tangan Rangga yang kala itu mengenalan stelan jas putih dan
Baca selengkapnya
20. Hilang nyawa
Tangis Aya pecah, ia memeluk makam berukuran kecil di hadapannya. Lilis dan Ening ikut menangis sembari memeluk Aya. Ketiganya, baru saja memakamkan jenazah putri yang baru enam bulan ia lahirkan. Naya, bayi perempuan itu lahir enam bulan lalu dan langsung mengalami kelainan pada salah satu organ tubuhnya yang tak berkembang sempurna, hingga akhirnya Naya kembali kepada sang pencipta.“Aya, ayo kita pulang, Pak Ustad juga udah pulang dari tadi. Relakan Naya ya, Aya.” Lilis memeluk Aya, lalu merangkul bahu dan membantu beranjak.“Anak Aya meninggal, Ibu…” tangis Aya kembali pecah di dalam pelukan Lilis. Ening beranjak, membantu kakaknya memapah Aya yang masih tampak lemas.“Nanti kita ke sini lagi, sekarang kita pulang, udah sore. Aya yang sabar, ya,” kini Ening ikut bicara. Aya masih terisak.Tak ada orang tua yang mudah merelakan kepergian darah dagingnya. Perjuangan Aya menjalani kehamilannya juga tak mudah, be
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status