All Chapters of Cincin terakhir istriku: Chapter 41 - Chapter 50
81 Chapters
41. Happy Father’s Day … Papa
Aya duduk di kursi sebelah ranjang rumah sakit ditiduri Sean. Ia sudah bangun sejak setengah jam lalu, melihat ke arah Sean yang terlelap, begitu pun Rangga yang terlelap di sofa bed. Aya diam, menatap bergantian dua laki-laki beda usia yang tampak mirip. Sean tidur meringkuk, pun, Rangga.Wanita itu beranjak, ia berjalan ke arah meja tempatnya meletakkan ponsel, tas dan laptopnya. Ia merapikan rambutnya, ia kuncir tinggi, dan Rangga melihat hal itu. Posisi Aya memang membelakangi Rangga yang memerhatikan gerakannya itu. Senyum Rangga terbit, paginya jelas berbeda, ia bahagia, walau masih begitu berjarak dengan Aya.“Halo… Abi, udah bangun?” suara Aya berbicara dengan Abi terdengar. Membuat senyuman di wajah Rangga pudar seketika. Ia memejamkan kedua matanya lagi, tetapi telinganya juga masih mendengarkan semua yang Aya ucapkan seperti menanyakan Abi sarapan apa, hari itu ada rapat atau tidak, dan menyetujui saat Abi akan menjemputnya sore hari di ru
Read more
42. Lost without you
Aya keluar dari kamar mandi, ia akan bersiap pulang karena Abi sudah tiba di parkiran rumah sakit. Kamar tampak kosong, hanya ada Rangga yang duduk sembari memainkan ponsel. “yang lain ke mana?” tanya Aya yang merapikan barang-barangnya.“Jalan-jalan di taman. Sean butuh udara segar. Kamu…, udah mau pulang?” tanya Rangga yang beranjak. Aya mengangguk.“Aku nggak tahu harus bilang apa, Aya. Kamu udah kasih Sean hal… beda,” ucapnya pelan sembari berdiri berhadapan dengan Aya.“Sama-sama. Aku juga… mau pamit, aku harus persiapin pernikahan dan pergi ke Singapura, karena Abi akan kerja di sana. Jadi… aku, pamit…” ucap Aya dengan senyum yang tampak ragu. Sudut bibirnya berkedut. Rangga diam, sungguh ia lemas saat mendengar kalimat Aya tadi.“Jaga kesehatan kamu, ya, jaga Sean juga.” Aya sudah menenteng tas laptop, tas pakaian, juga tas kerja yang ia cangklongkan ke b
Read more
43. Kepergian
Aya mematut dirinya di depan cermin, pukul delapan pagi keesokan harinya, dirinya tampak cantik dengan balutan kebaya warna putih yang sangat sederhana. Kedua orang tua kandung Aya dan Abi begitu terkejut dengan keputusan mendadak Aya itu, bahkan, kedua orang tua angkat Aya pun sama. Mereka tentu saja tahu, Aya sama sekali tak menutupi apa alasannya. Bahkan, Abi yang cukup terkejut, mau tak mau harus bersiap.“Abi mana?” tanya Aya sambil mencari keberadaan pria itu. Kedua orang tuanya mencari Abi yang pamit ke kamar mandi sejenak. Menit demi menit berlalu, hingga Aya menoleh ke arah kamar mandi dekat dapur rumah kedua orang tua angkat, belum sempat Aya melangkah, semua mendadak panik dan menoleh ke arah Aya.“Abi… Abi…” panggil Aya yang mendadak kalut karena semua orang melihat ke arahnya dengan wajah terkejut.***“Apa-apaan kamu Rangga!” bentak Arinda saat Rangga berdiri sembari menyerahkan surat pernyat
Read more
44. Someday
Rangga begitu tak peduli dengan sikap dan komentar Arinda sejak ia memutuskan untuk keluar dari perusahaan untuk memulai bisnisnya sendiri. Dua bulan berlalu, bahkan kini, Sean sering menanyakan Aya. Bocah itu seperti kehilangan sosok yang ia idam-idamkan sebagai seorang ibu untuknya. Mita tak pernah absen menelpon Sean, tapi tetap saja, ada yang bed ajika bersama Aya.Tangan Rangga menggandeng jemari tangan Sean, ia mengantar putranya ke sekolah yang baru, ia pindahkan ke dekat kantornya yang baru yang ia sewa satu lantai di gedung berlantai dua puluh. Hanya butuh jalan kaki lima belas menit untuk sampai di sekolah Sean.“Pa, Tante Aya ke mana?” tanya Sean. Rangga hanya tersenyum sambil melirik ke Sean yang mendongak ke arahnya.“Sean kangen Tante Aya?” tanyanya balik. Sean mengangguk.“Tante Aya baik, Pa, beda sama Mama.” Mendengar itu Rangga diam, ia ingat, ia tak boleh menjelekkan Mita, bagaimanapun, wanita itu ibu
Read more
45. Seandainya
Dua bulan kemudian. Orchrad road terasa ramai, lalu lalang masyarakat yang beraktifitas dari dan menuju ke gedung perkantoran atau pusat belanja begitu menyita perhatian Rangga. Pria itu sudah satu malam berada di sana. Ia akan bertemu dengan salah satu investor di sana yang akan menyuntikan dana ke perusahaannya. Ghania, ia sudah wisuda dan sibuk mempersiapkan pernikahannya dengan Reno, sehingga tak bisa ikut menemani Rangga ke Singapura.Pria itu berjalan dengan langkah tegap menuju ke salah satu hotel yang ada di sana,  ia akan bertemu dengan koleganya di sana. Berada di antara masyarakat lokal maupun pelancong dari berbagai negara, membuatnya tak perlu repot menggunakan mobil sendiri, ia nyaman berbaur tanpa ada orang yang tahu siapa Rangga. Jika di Jakarta, akan susah, kondisinya berbeda.Rangga mampir ke kedai kopi, bukan untuk membeli kopi, ia ingin memesan Ice greentea latte, cuaca cukup terik, setidaknya dengan memesan minuman itu
Read more
46. Yang tersimpan
Rahasia. Tidak selamanya akan terus terkunci rapat, akan ada masanya hal itu terkuak muncul kepermukaan tanpa disadari. Hari ke tiga di negara itu, Rangga tak bisa menghubungi Aya, wanita itu mengganti nomor ponselnya.Tangan pria itu membuka tirai kamar hotel, di sesapnya kopi panas yang ia buat sendiri, kenangan akan Aya selalu saja menghampiri setiap hari, bahkan di saat momen-momen yang meminta kata ‘seandainya’ berperan cepat.Hari itu bertepatan dengan hari jumat, suasana kota tergolong semakin padat. Rangga memutuskan berjalan-jalan seorang diri, setelah merasa lega karena perjanjian dengan koleganya membuahkan hasil yang sesuai kesepakatan. Segera ia berganti pakaian, sejak subuh ia sudah mandi, sudah menjadi rutinitasnya. Sembari memilih pakaian, ia juga melakukan sambungan video call dengan Ghania yang ia titipkan Sean pada adiknya itu.“Abang, Bunda sakit,” ucap Ghania. Rangga tersenyum masam.“Suruh ke dokter,” sahu
Read more
47. Waktu bersama
“Bi… kamu yakin?” tanya Aya yang merasa ragu. Abi mengangguk. Aya lalu berjalan ke mendekat ke Abi, berlutut seraya menatap. “Kamu tahu kan, inti permasalahan aku sama dia apa?” tatap Aya lekat.“Tahu, Aya, makanya, aku mau kamu jalan sama Rangga, kalian harus ngobrol hati ke hati. Aku tahu ini nggak mudah, kalian juga sama-sama gengsi akuin perasaan masing-masing, kan?” godanya. Abi lalu mengusap wajah Aya pelan.“Aku nggak gengsi. Aku cuma jaga perasaan, Bi, aku takut terluka lagi, kamu juga tahu hal ini—““Aya. Dengar, kalau kalian berjodoh, sejauh apa pun menghindar, pasti akan bertemu lagi. Udah, sana jalan, udah cantik gini. Mama Papaku pasti juga seneng lihat kamu dan Rangga bisa bersatu lagi,” ucap Abi mengulum senyum.Aya bingung, ini ide Abi atau Rangga ia tak tahu, yang jelas, setelah makan siang bersama beberajam lalu, Rangga mendadak menghubungi Aya yang sudha pasti, tau
Read more
48. Terlalu cepat
“Aku nggak bilang kita balikan, Rangga,” tegur Aya. Rangga mengangguk. Ia terus menggandeng jemari tangan Aya saat keduanya berjalan kaki menyusuri jalanan sekitar lokasi itu.“Sean tanyain kamu terus, Aya,” ucap Rangga. Aya mendongak, menatap Rangga yang juga menatapnya. “Sean kangen kamu… Papanya juga, sih,” ledek Rangga yang mendapat cubitan di lengannya dari Aya. Rangga tertawa.“Cinta aku nggak? Kamu belum jawab dari tadi,” tanya Rangga lagi.“Nggak,” jawab Aya yang terdengar seperti gumaman.“Nggak denger. Cinta nggak sama aku?” Rangga menghentikan langkah kakinya, keduanya berdiri berhadapan. Aya menatap lekat, kedua bahunya merosot.“Nggak tau, bingung…” jawab Aya dengan wajah menggemaskan, ia memejamkan mata lalu membuat lengkungan bibir ke bawah. Rangga terkikik geli.“Aku mau peluk kamu, ya,” izinnya. Lalu dengan cepat mem
Read more
49. Ajaran siapa?
Aya terkejut saat mendengar Sean memanggilnya dengan sebutan ‘Mama’, terasa janggal tapi ada rasa senang juga walau sedikit. “Hai ganteng,” sapa Aya sambil memeluk Sean dan menciumi puncak kepala bocah itu. Jani mendekat namun melirik ke arah Rangga yang senyum-senyum. “Sean udah makan belum?” Aya merapikan tatanan rambut lurus Sean yang tampak panjang. “Kok nggak cukur rambut? Gantengnya kurang dong,” ledek Aya. “Kata Papa nanti aja, mau lihat Sean gondrong,” jawab bocah itu. Aya tersenyum. “Sean anak laki-laki, jangan bergaya seperti perempuan, ya… rambut laki-laki itu pendek lebih bagus dan kelihatan rapi.” Aya mengusap wajah Sean yang mengangguk sambil tersenyum. “Kangen Mama Aya,” lirih Sean sambil memeluk Aya lagi. Kedua mata Aya menatap Rangga dengan tatapan tak percaya. Sedangkan pria itu hanya meringis sambil mengusap pelipisnya. Jani membuatkan Sean minuman es teh manis, bocah itu yang ternyata belum makan. Aya berjalan ke ka
Read more
50. Cita-cita
Sean terkejuta, saat ia bangun tidur, ada di kamar lain, bukan kamar yang biasa ia tempati di rumah Rangga. “Papa…” panggilnya yang langsung terduduk di atas ranjang. Ia celingukkan. Kakinya menapak lantai, ia merapikan bantal juga selimut. Berjalan perlahan ke arah pintu, tangannya memutar membuka pintu kamar. Ia melihat Rangga masih tertidur pulas di sofa, lalu tampak Aya dan Jani berada di dapur.Senyum Sean mereka, ia nginap di tempat tinggal Aya. “Ma…” panggilnya pelan. Aya menoleh, lalu berjalan ke arah Sean.“Udah bangun? Sean biasa sarapan apa kalau pagi-pagi?” Aya berjongkok di hadapan bocah itu yang justru memeluk leher Aya. Ia memejamkan mata, merasakan bahagia karena pagi itu terasa beda.“Sean mau ke kamar mandi dulu, Ma,” dengan cepat Sean melepaskan pelukan lalu berlari ke kamar mandi. Jani terkikik. Ia lalu pamit berangkat kerja lebih dulu, ia pegawai baru, dan saat itu hari senin, tak
Read more
PREV
1
...
34567
...
9
DMCA.com Protection Status