Semua Bab Sang Pengawal: Bab 11 - Bab 20
212 Bab
Part 11
Beberapa pengawal yang dipekerjakan Ramford pun berjalan beriringan menuju gerbang mansionnya. Salah satu dari mereka adalah Rex yang menjadi pimpinan para pengawal. Rex adalah yang terkuat dan paling senior diantara mereka. Kesukaan dari pria berkepala botak ini adalah mempermainkan serta memperbudak anak buahnya yang lemah. Anak buah yang paling sering dipermainkan tentu saja Max yang terlemah. Selama bekerja sebagai pengawal pekerjaan Max hanyalah membawa barang di punggungnya seperti kuli panggul. Bahkan ia seringkali diminta untuk mengambilkan barang-barang yang dibutuhkan seniornya, termasuk air minum dan menyemir sepatu mereka. “Ha ha lihat siapa yang datang! Bill, kenapa kau tidak menyuruhnya untuk masuk?” tanya Rex kepada penjaga yang tengfah bertugas di gerbang, Bill. “Hmm baiklah Bos, dengan ijinmu aku akan membiarkan pecundang ini untuk masuk dan menikmati masa nostalgia
Baca selengkapnya
Part 12
Sambil melipat kedua tangan di depan dada, Rex terus memperhatikan Max yang berdiri di hadapan tumpukan beton. Kedua matanya menatap fokus ke arah lelaki yang dulu pernah bekerja bersama denganya. Sebenarnya Max tak memiliki kualifikasi apapun sebagai seorang pengawal. Tubuhnya sangat lemah, otot-ototnya pun tidak sekuat Rex dan teman-temannya. Tubuh Max cenderung kurus, dan gerak-geriknya lamban. Alasan ia diterima sebagai pengawal hanya satu, lelaki ini memiliki kepatuhan dan semangat. Saat itu memang Rex yang mendapatkan amanat dari Don Ramford untuk memilih calon pengawal. Melihat kesungguhan dan kepatuhan yang dimiliki Maxim, tentu saja ia menerimanya. Ia beranggapan kalau divisi pengawalan membutuhkan seorang pesuruh, dan dia Max. “Masih ada waktu untukmu mengundurkan diri!” teriaknya pada lelaki yang masih berdiri mematung di hadapan tumpukan balok. Namun sepertinya teriakan itu tidak digubris oleh Max
Baca selengkapnya
Part 13
Max menatap bangunan megah yang ada di hadapannyabegitu ia menghentikan mesin motornya. Ada sebongkah kerinduan saat ia melihat bangunan ini. Rumah dengan dua lantai dan ruang bawah tanah, dilengkapi kolam renang dan sarana olahraga. Sentuhan batu alam pada bagian eksterior memberikan kesan natural. Di tempat inilah ia biasa menghabiskan waktu bersama kedua anaknya, tentunya saat ia masih benar-benar Ernest. Namun kerinduan itu langsung sirna begitu ia mendapati sedan mewah milik Ramford terparkir di halaman mansionnya. Tak jauh dari air mancur yang berada di tengah halaman. “Sial! Apa yang dilakukan oleh bajingan itu di sini?” tanyanya sambil menatap tajam. Max mencoba untuk melupakan kemarahannya, dan fokus pada tujuannya datang kemari. Ia pun mencoba untuk bersikap sopan dan masuk ke dalam halaman rumah itu. Ia mulai memperhatikan sekeliling rumah, sudah ada peruba
Baca selengkapnya
Part 14
“Kau perlu sesuatu sayang?” tanya Leon Ramford sambil menyibakkan rambut kekasihnya ke balik telinga. Vanessa lalu memegang kedua tangan Ramford dan menatap mata cokelat itu dengan tatapan yang begitu teduh seperti saat awal pernikahannya dengan Ernest. Kemesraan itu terlihat jelas dari tempat Max berdiri yang hanya berjarak kurang dari tiga meter dengan mereka. Sudah jelas pemandangan ini membuat Max geram, ia membatin kalau seharusnya dirinyalah yang berada di posisi Ramford. Max sangat yakin kalau pria kurang ajar itu sudah berkali-kali mencicipi tubih istrinya yang aduhai dan juga ranum bibirnya. Namun kembali ia teringat akan pesan yang disampaikan oleh Gregory. Ia harus bisa berkompromi dengan emosinya sekarang. Ada hal penting yang harus dicapai sekarang, dan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan diperlukan sebuah pengorbanan. Max pun memilih untuk mengalihkan pandangan dari keme
Baca selengkapnya
Part 15
Setelah memberikan kecupan pada kekasihnya, Don Ramford pun meninggalkan pelataran rumah yang didominasi ornamen batu alam itu. Hari ini pria berjambang tipis itu telah merencanakan untuk mengajak Vanessa untuk menikah dan tinggal bersama dengannya. Sementara kedua anak Vanessa akan dicuci otaknya agar menjadi sosok yang begitu rendah diri, dan patuh pada mereka berdua. Awalnya Ramford memang tak menginginkan kedua anak itu, tapi setelah ia berpikir berulang kali, Daniel dan Olive bisa memiliki nilai ekonomis. Don Ramford telah mempelajari pembagian warisan dari warisan Ernest. Dari seluruh hartanya, Vanessa hanya mendapatkan 30% sisanya adalah milik Daniel dan Olive. Jika kedua anak itu meninggal, maka harta mereka akan diwariskan untuk lembaga sosial, kecuali kedua anak itu merubahnya. Untuk itulah, satu-satunya jalan agar Vanessa mendapatkan seluruh harta Ernest adalah dengan mencuci otak kedua anak itu untuk memberikannya pada Vanessa. D
Baca selengkapnya
Part 16
“Jadi kau benar-benar akan kembali pada Don Ramford?” tanya Jade sambil merapikan dasi yang melingkar pada leher suaminya. Sebenarnya risih juga bagi Max jika harus dasinya harus dirapikan oleh Jade. Namun ia tetap harus menahan diri agar menjalankan perannya dengan baik. Max kemudian mengancingkan jas yang meruoakan seragam khas pengawal Ramford. Jas itu memiliki garis leher sebatas dada atas, dan ini terlihat aneh di mata Jade. Selama mereka menikah, Max sangat malas untuk mengancingkan jas atau jaket kecuali ketika musim dingin tiba. “Ya, bukankah dokter sudah mengatakan kalau keadaanku jauh lebih baik, dan aku sudah bisa memulai aktivitasku kembali seperti semula,” kata Max kemudian mengambil tas punggungnya. “Tapi Sayang, bukankah kau pernah mengatakan kau akan mencari pekerjaan lain karena kau hanya dipermainkan di sana?” tanya Jade mencoba mencegah suaminya
Baca selengkapnya
Part 17
Max memilih untuk berada di mobil sambil menunggui kedua anak itu di sekolah. Ia masih bisa memantau kegiatan anak-anaknya melalui sela-sela pagar. Untuk membunuh kebosanan, Max pun mendengarkan alunan musik pop yang biasa ia dengar saat masih menjadi Ernest, sangat berbeda dengan Max yang sebenarnya, seorang penyuka musik cadas. Kesenangannya mendengarkan musik pun mendadak berubah saat seseorang mengetuk jendela kacanya dengan keras. Mau tak mau ia pun menurunkan kaca jendelanya dan mendapati lima pria gagah tengah menunggunya di luar. Belum sempat Max menanyakan keperluan mereka, kelima orang itu sudah tertawa terbahak-bahak lantaran mendengarkan lagu romantis yang diperdengarkan di mobil Max. “Hei orang baru keluar kau!” seru salah satunya sambil mencoba membuka paksa mobil yang dikendarai Max. Tak ingin mobil milik Tuan Ramford mengalami kerusakan seperti kecelakaan yang dialami Max
Baca selengkapnya
Part 18
Tampaknya Boz benar-benar terprovokasi oleh sikap Max yang jelas-jelas menantangnya. Ia yang biasanya ditakuti oleh para pengawal yang menuggu anak majikan mereka di area ini, kini tak bernilai apa-apa di hadapan seorang baru pertama kali muncul di area ini. “Sudah Boz tunggu apalagi, bukankah itu permintaannya agar kita semua menyerangnya secara bersamaan?” tantang salah satu anak buahnya yang berkepala botak. “Benar apa yang dikatakan oleh Dwayne, laki-laki seperti dia seharusnya diajarkan tata krama. Kita harus beritahu dia siapa statusnya, dan apa akibatnya jika melawan Gang Mata Pedang,” kelakar pria Asia membenarkan perkataan rekannya yang berkepala botak. “Ah besar mulut kalian, sejak tadi hanya bicara saja, sebentar lagi sekolah usai, kalian jadi menghajarku atau tidak?” tantang Max penuh dengan ejekan. Semakin lama ucapan Max semakin membuat gank mata peda
Baca selengkapnya
Part 19
Perlahan sosok berpakaian serba putih itu semakin tampak diantara kabut yang mengitari sekolah putra dan putri Ernest. Pria kurus yang tadi dihantam itu pun mendongak dan ia masih tak bisa menggerakkan kedua tangannya. Seperti biasa, setiap kali Gregory datang, semua aktivitas pun terhenti. Setiap mahluk yang ada di bumi akan mematung dalam posisi terakhir mereka, kecuali Ernest. Hanya dia yang bisa berbicara dengan Gregory Sang Malaikat Penjaga. “Ada yang ingin kau sampaikan Gregory?” tanyanya dengan susah payah, karena rahang yang terasa nyeri akibat dorongan telapak tangan yang baru saja menyerangnya. Ini kalinya Gregory tersenyum dengan tidak bersahabat. Sesuatu yang belum pernah terjadi selama mereka saling mengenal. “Kau telah melakukan kesalahan Ernest!” seru Gregory tanpa basa-basi. “Aku? Kesalahan? Apa yang telah aku perbuat? Aku hanya melak
Baca selengkapnya
Part 20
Semakin dekat kepalan tangan yang diarahkan Boz pada wajah Max, semakin cepat pula jantungnya berdetak. “Apa aku bisa melawannya, apa aku punya kekuatan untuk itu?” Max berpikir sambil memejamkan mata. Ia memang sudah mendapatkan kesembuhan dari rasa sakit akibat pukulan mereka, tapi tak yakin kalau kekuatannya kembali seperti sedia kala. Atau mungkin ia kembali menjadi manusia normal seperti pada umumnya. Bugh! Kepalan tangan itu berhasil mendarat dengan keras pada wajah Max, tepatnya pada hidung mancungnya. Namun keanehan pun kembali terjadi. “Hah ini sungguhan? Bagaimana mungkin pukulan itu sama sekali tidak membuat hidungnya berdarah? Atau setidaknya ia merasakan kesakitan seperti saat aku memukul perutnya beberapa menit yang lalu?” pikir Boz. Kali ini Max benar-benar tidak lagi merasakan pukulan yang dilontarkan oleh Boz. Bahkan k
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
22
DMCA.com Protection Status