All Chapters of Sang Pengawal: Chapter 51 - Chapter 60
212 Chapters
Part 51
Rex hanya menghela napas saat mengetahui dirinya harus menyupiri Max. Namun ia mencoba berbesar hati untuk tidak memprotes, karena ini adalah permintaan Tuan Ramford. “Sial, kenapa dia mendapat kehormatan untuk duduk bersanding dengan Tuan Ramford, sementara aku menyupiri mereka. Huh untung saja ini permintaan Tuan, jika tidak sudah retak kepalanya,” gumam Rex sambil menyalakan mesin mobilnya. “Antar kamai ke GG club, aku akan bertemu dengan seorang rekan bisnisku!” perintah Tuan Ramford. “Baik Tuan,” jawab Rex. Melalui narrow miror, Rex dapat melihat bagaimana Tuan Ramford dan Max saling melirik dan tersenyum satu sama lain. Sepertinya mereka berdua tengah meledek Rex yang saat ini mengemudi. “Apa maksud mereka berdua ya?” tanya Rex penuh curiga. Pria berkepala botak itu menyetir sambil sesekali melirik bosnya,
Read more
Part 52
Waktu sudah hampir jam sebelas malam, dan Vanessa belum juga berhasil memejamkan matanya. Biasanya, wanita ini sudah terlelap jam sepuluh malam, dan bangun jam enam pagi. Demi menjaga kecantikannya ia membutuhkan tidur berkualitas selama delapan jam. Ia tak bisa tidur setelah bertemu Max sore tadi. Wanita empat puluh tahun itu terperangkap dalam de javu yang terus menerus memnuhi pikirannya. “Kenapa aku merasa dia mirip sekali dengan Ernest ya, memang ada orang yang memiliki kesamaan, tapi ini begitu mirip sekali, dimulai dari cara dia memberikan jas nya padaku, hingga cara makan dan minumnya, semua sama,” gumam Vanessa sendiri. Wanita berambut chopper itu pun berdiri menuju jendela, sambil menatap meja dan kursi tempatnya menikmati sajian minum teh tadi sore. Ia meremas tangannya sendiri seperti menutupi kegugupannya. “Apa Ernest belum mati ya? Atau mungkin dia terlahir kembali?&rd
Read more
Part 53
Pancaran sinar matahari mendarat pada wajah Rex. Perlahan ia pun membuka kedua matanya dan mendapati pergelangan tangan dan kakinya berwarna sedikit gelap. Kepalanya terasa pusing, dan badannya sakit semua seperti baru saja melakukan perkerjaan fisik yang sangat berat. “Uuuh tubuhku rasanya remuk semuanya,” keluhnya sambil mendapati tubuhnya yang telanjang. Ia pun menoleh ke sekeliling untuk mencari ponsel ataupun air untuk diminum. Saat itulah di atas nakas ia mendapati sebuah kertas bertuliskan “PELECEHAN DIBALAS PELECEHAN”. Sontak Rex langsung meremas kertas itu dan napasnya memburu naik turun. Ia tak bisa melupakan kejadian yang baru saja dialaminya semalam. “Sial! Jadi ini rupanya alasan Tuan Ramford tidak jadi menembakku? Huh awas kau Max, aku tak akan membiarkanmu lolos,” runtuk Rex sambil mengingat kejadian semalam. 
Read more
Part 54
Gadis pelayan bermata hijau itu masih saja menutup mulutnya saat Max dan Jade menatapnya. Perempuan muda itu terlihat gugup saat mereka menatap mata indahnya. Bahkan ia hampir saja menjatuhkan buku order taking yang ada di tangannya. Max sendiri juga gugup sama seperti si gadis pelayan. Bagaimana mungkin ada yang bisa mengetahui siapa sebenarnya dirinya. Dalam hati lelaki ini bertanya-tanya apakah mungkin gadis pelayan itu adalah jelmaan dari Gregory, seperti saat sang malaikat itu meminjam tubuh dokter Harris. “Apa kau mengenalku?” tanya Max. “Sa … saya,” jawab gadis itu sedikit gugup. Max mencoba mengingat-ingat, apakah pernah bertemu dengan gadis itu sebelumnya. Menyipitkan mata untuk mengingat lebih dalam. Saat itulah ia mengingat kalau beberapa kali gadis pelayan itu sempat menyajikan makanan dan minuman untuknya dan kedua anaknya. Jade melirik
Read more
Part 55
Seorang perempuan muda tampak mendengkus kesal di pinggir jalan. Sepertinya ia tengah bermasalah dengan skuter miliknya. Beberapa kali ia mencoba untuk menyalakan mesin skuternya, dan kendaraan roda dua itu pun tidak juga berfungsi. “Huh, kenapa juga ini?” omelnya sambil menendang skuter miliknya. Sepertinya perempuan muda ini terlihat putus asa dengan apa yang ia alami saat ini. Sesekali ia menoleh ke kanan dan kiri untuk melihat situasi. Kemudian melirik ke arah arloji yang melingkar di tangannya. “Hmm sudah hampir tengah malam pantas sepi,” gumamnya. Mengetahui keadaan yang sudah sepi, ia pun mulai bergidik, rasa takut yang menghampirinya semakin lama semakin besar. Tengkuknya terasa dingin, dan semakin lama ia merasa akan ada bahaya yang terjadi. “Aduh bagaimana ini, jika aku mendorongnya, aku khawatir tak bisa keluar dari lorong, tapi jika aku m
Read more
Part 56
Perlahan gadis itu membuka matanya, dan ia mendapati lelaki yang tadi mencoba menciumnya jatuh tersungkur, dengan hidung menatap jalan yang berbatu. Suara benturan tadi sangat keras, dan ia yakin kalau hidung lelaki itu pasti patah atau setidaknya berdarah. Kedua lelaki yang tadi mencengkeram lengannya pun sama ternganga seperti dirinya. Tak ada yang mengira kalau posisi gadis yang mereka temukan sendirian itu bisa berubah beruntung. Bisa-bisanya ada seseorang yang tiba-tiba mencegah mereka. “Hei kau! Jangan ikut campur, atau kau juga ingin menikmati ranum tubuhnya juga?” ejek lelaki yang masih mencengkeram kedua gadis yang mereka temukan. Sementara teman mereka yang jatuh tersungkur mencoba untuk bangun perlahan-lahan, sambil memegangi hidungnya yang nyeri dan mulai memerah, sepertinya terjadi luka di dalam. “Aku akan membiarkan kalian pergi jika kalian membiarkan gadis itu pergi!&
Read more
Part 57
Kedua lelaki berandal itu saling pandang satu sama lain. Kemudian melihat temannya yang terjatuh. Salah satu dari mereka menyentuh hidungnya untuk memastikan apakah masih ada hembusan napas di sana atau tidak. “Dia masih hidup, tapi sepertinya napasnya sudah mulai tersendat,” kata si botak. Apa yang mereka lihat barusan seperti mimpi. Dorongan yang ditujukan untuk si rambut merah terlihat tak bertenaga, tapi mengapa dengan mudahnya kawannya ini tumbang. Salah satu dari mereka berpikir kalau pendarahan yang dialami kawannya dikarenakan pengaruh alkohol. Sementara yang satu lagi justru berpikir kalau orang yang mendatangi mereka bukanlah manusia biasa. Orang yang mendatangi mereka sepertinya adalah dewa yang menjelma dalam tubuh manusia. Kedua orang itu pun segera berdiri, berpaling ke arah pahlawan kesiangan, kemudian kembali saling pandang. “Ini tak bisa dibiark
Read more
Part 58
Max melihat Vanessa berdiri di dekat kopor-kopornya. Wanita itu terlihat begitu anggun dengan baju terusan yang menunjukkan lekuk tubuh. Penampilannya selalu sama seperti dulu, menawan dan menggoda. “Max, kau datang tepat waktu!” serunya pada pengawal muda ini. “Saya Nyonya, apakah Anda membutuhkan sesuatu?” tanya Max sopan. Ia sudah tahu apa yang akan dilakukan Vanessa kali ini. Mantan istrinya itu tentu saja ingin pergi bersenang-senang. Kopor itu biasa ia gunakan saat hendak memanjakan dirinya ke suatu tempat, dan saat kembali pasti akan bertambah satu kopor lagi. Sejenak ia membandingkan Vanessa dan Jade, mereka berdua memiliki kepribadian yang sangat berbeda, termasuk dalam membelanjakan uang. Jade lebih memilih untuk membelanjakan sedikit uang untuk kesenangannya. Bagi Jade yang terpenting adalah fungsi dan kenyamanan bukan kemewahan. “Aku akan
Read more
Part 59
Max memberanikan diri menatap mata indah Vanessa dengan tatapan yang tajam pada Vanessa yang kini berdiri dengan angkuhnya. Tatapan itu berangsur-angsur berubah teduh, dan lambat laun membuat jantung Vanessa kembali berdegup kencang. Wanita ini merasa tatapan Max membuatnya seperti gadis yang bertemu dengan lelaki yang ia puja. Melihat reaksi Vanessa yang seperti ini, Max pun langsung mengambil kesempatan, membuat dirinya sedikit terlena oleh tampilannya. Max mulai mendekatkan wajahnya pada Vanessa seperti hendak mencium Vanessa, dan membuat dadanya semakin berdebar-debar. Bahkan hidung Max hampir saja bersentuhan dengan Vanessa. “A … a,—” Vanessa tak sanggup untuk melanjutkan kalimatnya, ia seperti sudah terbius oleh Max. “Maaf Nyonya, ada serangga yang hendak mendekati rambut Anda,” kata Max tiba-tiba sambil menangkap sesuatu dari samping telinga Vanessa. Wanita
Read more
Part 60
Restoran antares tampak terang dan mewah di depan, tapi tidak ketika Tuan Ramford mengajak Max ke dalam. Semuanya terlihat sedikit suram, tirai yang menghiasi jendela didominasi warna gelap, sementara pencahayaan didominasi lampu kuning yang redup. Sejak dulu restoran Antares memang didekor seperti ini, entah apa penyebabnya. Yang jelas banyak pertemua rahasia terjadi di tempat ini, entah itu pertemuan pejabat dengan penjahat, atau pasangan yang ingin mencari suasana romantis. Ernest sendiri pernah mengunjungi tempat ini saat ia diundang oleh salah seorang rekan bisnisnya beberapa saat sebelum ia mulai mengkonsimsi arsenik secara rutin dengan terpaksa. Pertemuan yang dilakukan Ernest saat itu bukanlah hal yang terlarang, tapi rekannya memang tidak bisa terlalu banyak mendapatkan sinar matahari. Kulit rekannya akan melepuh ketika terkena sinar matahari langsung. Ernest menawarkan bertemu di malam hari, tapi sayang pria it
Read more
PREV
1
...
45678
...
22
DMCA.com Protection Status