Semua Bab Sang Pengawal: Bab 1 - Bab 10
205 Bab
Part 1
“Ka … ka ….”   Erenst McCall mencoba untuk membuka mulutnya dan berbicara pada seorang wanita berparas ayu dengan tubuh seperti biola yang berdiri di sampingnya, Vanessa McCall. Beberapa kali Ernest mengerutkan alisnya menahan sakit akibat kesulitan untuk bernapas apalagi untuk bicara.   Namun pria ini tak menyerah, ia masih berusaha untuk mengangkat tangannya untuk mengambil masker hidung yang terhubung dengan tabung oksigen.   “Kau ingin ini? Ha ha coba saja kalau bisa!” seru Vanessa McCall wanita yang ia nikahi hampir sepuluh tahun lamanya.   Masker hidung itu memang berada di tangan Vanessa, dan itu memang sengaja dilakukan olehnya. Vanessa sudah muak dengan Ernest yang terus menerus berbaring lemah di tempat tidur.   Wanita berambut warna tembaga itu pun menjatuhkan masker hidung yang biasa dipakai suaminya ke lantai. Kemudian ia tertawa dengan keras, sambil melipat kedua ta
Baca selengkapnya
Part 2
Di batas kota...   Lalu lintas terpaksa ditutup oleh petugas polisi. Hanya ada mobil polisi dan ambulance saja yang diperbolehkan berada di sana.   Keadaan di sana begitu ricuh, sebuah sean mewah dengan logo macan kumbang tampak terbalik dan nyaris saja masuk ke jurang. Di depannya ada pohon besar yang baru saja tumbang dan menimpa bagian mobil mewah itu. Di belakangnya tampak truk trailer yang oleng akibat tabrakan yang barusan terjadi.   Dalam mobil hitam itu tampak seorang lelaki muda yang masih mengenakan sabuk pengaman dan tak sadarkan diri. Wajahnya penuh darah akibat pecahan kaca, bahkan sebagian kepalanya nyaris keluar melalui jendela samping. Petugas terlihat sedikit kesulitan untuk mengeluarkan lelaki itu.   Lelaki yang celaka itu Maxim, salah satu pengawal Don Ramford yang saat itu mendapatkan tugas untuk membawa mobil mewah itu ke bengkel dan melakukan service reguler. Maxim memang bersta
Baca selengkapnya
Part 3
Ernest menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan. Ia tak bisa menerima kenyataan yang baru saja ia dengar. “Tidaaak itu tidak mungkin!” serunya. Pria yang baru ditemuinya hanya berdiri terdiam. Dia adalah Ron salah satu penghuni asli dari langit yang memiliki peran untuk mengantarkan arwah menuju area penghakiman. Tempat mereka akan bertemu dengan raja langit yang akan memberikan penilaian pada mereka yang telah terpisah dari jasadnya. “Ayo ikut aku!” ajak Ron pada Ernest yang masih meratapi nasibnya sekarang. Dengan cepat pria berambut pirang ini bangkit dan mendekati tubuh Ron. Dengan tenaga yang ia miliki, ia pun mengguncang-guncang tubuh Ron yang berdiri di hadapannya. “Kau akan membawaku kembali ke bumi kan? Aku tidak pantas untuk mati kan?” tanya Ernest penuh harap. Sayang sekali Ron hanya menggelengkan kepala. Se
Baca selengkapnya
Part 4
Ernest mendongakkan kepalanya begitu mendengar pernyataan dari Raja Langit. Tanpa berpikir panjang, ia pun mengangguk dan mengatakan bahwa ia akan menerima apapun syaratnya asal bisa kembali ke bumi. Saat ini yang ada dalam pikiran Ernest adalah menyelamatkana kedua buah hatinya dari tangan serakah Vanessa dan Ramford. Ia harus merebut kembali harta kekayaannya dan memberikan semuanya pada Olive dan Daniel, kedua orang yang paling berhak dalam mengelola harta kekayaannya kelak. “Apapun syaratnya Yang Mulia, saya akan melakukannya. Saya hanya ingin menyelamatkan anak-anak saya,” katanya. “Hmm, jadi kau benar-benar ingin menyelamatkan anak-anakmu? Kau tahu kalau kau kembali ke dunia, maka kehidupanmu tak akan lagi mudah?” tanya Raja Langit. “Selama itu bisa menyelamatkan kedua anakku maka aku tak akan mempedulikan apapun,” jawab Ernest mantap. Ra
Baca selengkapnya
Part 5
“Suster … suster tolong suami saya, ia sama sekali tidak bergerak!” pinta Jade saat ia tiba di ruang perawat yang tampak subuk mengurus adiministrasi pasien. Ekspresi campur aduk tergambar jelas di wajah perempuan yang saat ini rambutnya tampak berantakan. Panik, sedih semuanya bercampur jadi satu. Perawat berkulit gelap di hadapannya mengangkat wajahnya dan menanggapi Jade. “Apa yang bisa kami bantu Nyonya? Tolong bicaralah pelan-pelan.” Jade mengambil napas panjang dan memejamkan mata sejenak. Kemudian ia mengatakan pada perawat yang bertugas mengenai kondisi suaminya. Sebagai seorang perawat, tentunya tahu apa yang terjadi pada suami Jade. Namun ia mencoba untuk tidak membuat perempuan di hadapannya semakin panik dan sedih. “Tunggu sebentar Nyonya, saya akan memanggil dokter jaga untuk memeriksa keadaan suami Anda,” kata perawat itu dengan maksud membuatn
Baca selengkapnya
Part 6
Lelaki yang terbaring itu merapatkan alisnya yang tebal dan menatap tajam ke arah dokter Harris yang baru saja menyapanya. “Hah memeriksaku? Bukankah barusan,-” Ernest yang berada di tubuh Max tak melanjutkan ucapannya. Dokter Harris pun tersenyum, ia seperti sudah mengambil kesimpulan kalau kecelakaan yang baru saja dialami oleh pasien di hadapannya. Dokter Harris menganggap pasiennya kali ini tengah mengalami shock akibat benturan yang terjadi di kepalanya, hingga berpikir aneh atau mungkin berhalusinasi. “Saya periksa dulu,” kata dokter Harris. Dokter yang rambutnya sudah mulai kelabu itu pun mulai melakukan pemeriksaan. Menempelkan stetoskop pada tubuh lelaki yang terbaring, kemudian memperhatikan monitor di sampingnya. “Semuanya normal, ini sangat aneh, kenapa bisa terjadi seperti ini?” gumamnya. “Apa ada masalah
Baca selengkapnya
Part 7
Sadar telah membuat kesalahan Ernest pun memegangi kepalanya. Ia berpura-pura merasa pening hingga membuat perempuan yang tengah menungguinya bereaksi pada keadaannya dan melupakan apa yang baru saja ia ucapkan. “Sayang, ada apa?” raut kekhawatiran terlihat jelas di wajah bulat perempuan di sampingnya. “Tidak … tidak aku … aku hanya merasa sedikit pusing,” jawabnya berbohong. “Oh bagian mana yang sakit, apa perlu kupanggilkan dokter untukmu?” tawar Jade. “Tidak … tidak perlu, sepertinya aku harus istirahat.” “Kau yakin?” “Tentu aku yakin.” Max pun kemudian mencoba menoleh ke samping dan memejamkan kedua matanya. Ia belum siap untuk lama-lama melihat Jade di sampingnya. Bukan karena penampilan Jade, sebenarnya perempuan ini cukup menarik, meskipun
Baca selengkapnya
Part 8
“Selamat datang di istana kita, sayang,” Jade membuka pintu rumah mungil yang berhasil mereka bangun sendiri. Rumah itu hanya satu lantai, dan memiliki satu buah kamar tidur dengan satu ranjang berukuran king size. Ruang keluarga terletak di depan kamar, yang dilengkapi dengan sebuah sofa panjang dan sofa single, serta televisi layar datar. Max berdiri mematung ketika Jade mengajaknya untuk masuk ke dalam kamar. Perempuan bermata kelabu itu bermaksud untuk menyuruhnya beristirahat. “Eh di sini?” tanya Max yang tampak ragu-ragu. “Ya tentu saja di sini, bukankah kita biasa tidur di sini?” tanya Jade sambil tersenyum ke arah suaminya. Max masih saja diam, ia bingung apa yang harus ia lakukan. Ia berpikir sebaiknya ia tidur di sofa saja, tak mungkin dirinya tidur satu ranjang dengan perempuan asing. Tak mungkin juga ia yang tidur di kamar dan membi
Baca selengkapnya
Part 9
Kedua anak kecil itu berjalan dengan kepala yang menunduk. Di depan mereka tampak seorang wanita bergaya sosialita dengan busananya yang mahal. Wanita itu tak sendiri, tapi seorang pria berjambang tipis merangkul pinggangnya yang ramping. “Hei cepat sedikit kalau jalan! Dasar kalian lamban!” seru pria yang merangkul pinggang ramping wanita sosialita itu. Wanita sosialita yang mengenakan gaun merah itu pun berbalik ke arah dan mengalungkan kedua tangannya pada leher pria yang bersamanya. Mereka sungguh terlihat romantis sekali. “Sayang, begitulah jika memiliki bibit dari pria bodoh yang tak berguna,” kata wanita itu sambil melirik ke arah kedua anak itu. “Ibu, kenapa bicara seperti itu? Kenapa belakangan ini Ibu selalu saja menghina ayah?” tanya anak yang perempuan. Wanita sosialita itu segera melepaskan tangannya dari leher pria di hadapannya.
Baca selengkapnya
Part 10
Sekali lagi Max menghantam pohon yang ada di hadapannya, dan sekali lagi cekungan pada pohon itu pun muncul. “Ini gila, bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi?” tanyanya sambil mengamati telapak tangannya yang terbuka. Saat mengayunkan pukulan kedua, Max tidak memukulnya dengan keras. Saat melakukan ini ia dalam keadaan sadar dan tidak emosi seperti saat pukulan pertama tadi. Sempat terpikir, pukulan pertama tadi mungkin saja sangat kuat karena dibarengi emosi yang membara di dada. Sudah menjadi rahasia umum ketika seseorang sedang emosi atau tertekan akan muncul sesuatu kekuatan yang tak terduga. Untuk itulah ia mencoba untuk mengulangi apa yang dilakukannya pada pohon, dan ternyata hasilnya sama. Max mencoba untuk menebak-nebak darimana ia bisa mendapatkan kekuatan sedahsyat itu. Seorang petarung saja belum tentu bisa melakukan hal seperti ini, tapi dia bisa melakukan ini dengan mudah.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
21
DMCA.com Protection Status