All Chapters of Dimadu Saat Hamil: Chapter 51 - Chapter 60
86 Chapters
Pindah
Aku masih mentertawakan kebodohan Mas Yoga, ingin sekali mengatakan padanya bahwa perempuan itu punya niat buruk untuknya. Bahwa bayi yang dia kandung bukannya darah daging Mas Yoga. Semua itu rasanya percuma, belum tentu dia percaya dengan omonganku. Aku memilih masuk ke kamar. Mengambil handphone lalu menghubungi Mas Candra. Dia mengirimkan pesan tadi, memintaku untuk menandatangani beberapa berkas. Aku ingin keluar sekarang. Biarkan saja Mas Yoga sendiri di rumah ini. Apa yang bisa dia lakukan?  Tak ada sedikitpun. "Hallo, Mas. Kita ketemu di kafe biasa ya? Aku mau jalan ini", ujarku. "Ya, mas juga mau jalan. Sampai jumpa disana ya?" balasnya. "Ok", ucapku. Lalu menyimpan handphone di dalam tas. Aku meraih kunci mobil dan juga kunci mobil yang satunya. Jangan sampai saat aku tidak ada, Mas Yoga membawa kabur mobil itu. "Kamu mau kemana?" tanya Mas Yoga saat aku memasang sendal di kakiku. "Aku kelua
Read more
Rumah Baru
"Amira, kamu dimana? Nggak jadi datang ke rumahku?" tanyaku pada Amira sesaat setelah dia menjawab panggilanku."Maaf sayang, satu jam lagi aku kesana. Ngurusin bocil dulu. Atau, aku langsung ke rumah baru kamu aja, gimana? Share lock aja nanti lokasinya", usulnya padaku."Ok, deh. Kita ketemu di rumah baru aku saja. Janji datang ya? Aku nggak punya teman soalnya", aku berharap Amira bisa datang. Menemaniku menata rumah baru itu. Masih banyak perabotan rumah yang harus aku beli. "Siipp...aku pasti datang kok!" jawabnya mencoba menenangkanku.Aku segera mematikan sambungan telpon. Orang yang memperbaiki kunci rumah sepertinya juga sudah selesai. "Sudah siap, Pak?" tanyaku."Sudah, Mbak. Ini kuncinya!" aku meraih kunci baru yang Bapak itu berikan.Aku merogoh saku baju mengambil uang untuk bayaran Bapak itu."Ini, Pak. Terima kasih banyak ya, Pak!" ucapku."Sama-sama, Mbak. Kalau begitu saya permisi dulu", ucap
Read more
Kedatangan Mertua
Aku langsung istirahat sesampainya di rumah. Kupandangi langit-langit kamar mataku berembun oleh airmata. Semua hal baru dalam hidupku akan dimulai dari rumah ini. Kehidupan sebagai seorang janda seperti mimpi buruk bagiku. Akankah aku sanggup hidup seorang diri? Membesarkan buah hatiku seorang diri?Rumah sebesar ini terasa sepi. Apa tindakanku benar? Apa aku tidak akan menyesal nantinya setelah bercerai? Padahal aku belum tahu kebohongan apa yang sebenarnya Mas Yoga sembunyikan.Aku mengusap butiran airmata yang jatuh membasahi pipiku. Aku tidak boleh sedih. Aku harus yakin bahwa keputusan ini adalah yang paling benar.Handphoneku yang terletak di atas kasur berdering. Aku segera meraihnya. Telpon dari Mas Candra."Hallo, Riana. Hari ini mas sudah mendaftarkan gugatan cerai darimu ke pengadilan. Tidak lama lagi, Yoga akan mendapat surat panggilan", ucap Mas Candra singkat."Baiklah, Mas. Terima kasih!" ucapku."Kamu kenapa? Kok kedengarann
Read more
Bujukan Mertua
 "Ayo Riana! Kita bicara di dalam!" ajak Mas Yoga sok berkuasa. "Kami sepertinya pulang saja ya, Riana?" ucap Amira padaku. Sepertinya dia tidak ingin mendengar obrolan kami nantinya. "Iya, Riana. Mas pulang saja dulu ya? Nanti kalau ada apa-apa cepat-cepat hubungi, Mas!" ucap Mas Candra padaku. "Memang seharusnya kamu tidak ada disini!" ucap Mas Yoga kasar pada Mas Candra. Mas Candra hanya menatap Mas Yoga dengan tangan mengepal. Sepertinya dia tengah menahan amarah. "Ya sudah, Mas, Amira. Terima kasih banyak sudah nemenin aku", ucapku merasa tak enak. "Mereka bakalan datang sebentar lagi, Riana", ucap Amira padaku. Yang dia maksud pasti pembantu dan satpam untuk rumahku ini. Aku mengangguk pada Amira. Lalu melepas kepergian mereka. Setelah itu aku langsung membuka pintu rumah dan masuk tanpa mempersilahkan mereka masuk. Mas Yoga dengan cepat mengikuti langkah kakiku memasuki rumah.
Read more
POV Yoga ( Putus Asa)
Aku melajukan kendaraan keluar dari rumah baru Riana. Sialan! Dia beli rumah yang sangat mewah. Jauh sekali bandingannya dengan rumah yang lama. Aku mengumpat di dalam hati. Aku tidak menyangka sedikitpun Riana bisa menjadi keras kepala seperti ini. Semua bujukanku sekarang tak mempan sedikitpun untuknya. Bahkan sekarang aku malah jadi pengangguran. Dengan mudahnya dia mendepakku dari kehidupannya. Baru sebentar aku merasakan nikmatnya menjadi seorang direktur, sudah banyak keinginan yang terencanakan di benakku. Sekarang semuanya nihil. Aku memukul stir dengan perasaan dongkol."Apa maksud Riana dengan rahasia besar itu? Apa yang kamu rahasiakan darinya?" Ibu malah bertanya soal itu di saat pikiranku mumet."Aku tidak ingin membicarakan itu, Bu!" balasku enggan. "Ayo ceritakan sama ibu. Mana tahu ibu punya solusi atas semua masalah ini?" bujuk Ibu padaku.Aku melirik Ibu sekilas. Apa sebaiknya aku bicarakan itu pada Ibu?
Read more
POV Yoga ( Bertengkar)
"Bagaimana? Apa mereka suka dengan rumahnya?" tanyaku pada agen penjualan rumah itu. "Suka, Pak. Hari ini juga mereka akan menyelesaikan pembayarannya!" ucapnya lagi. "Baguslah, saya bisa ikut ke kantor untuk mengurus pembayarannya!" balasku.  "Maaf, Pak. Mbak Riana bilang, dia sendiri yang akan menerima pembayarannya. Dia berpesan untuk tidak berurusan dengan orang lain selain dirinya!" aku menjadi kesal dengan jawaban agen itu. Sialan Riana! Dia ingin memakan semua uang hasil penjualan rumah itu seorang diri.Aku segera merogoh handphone dari dalam saku celana. Aku segera menghubungi Riana."Maksudmu apa dengan melarangku ikut campur masalah penjualan rumah?"  tanyaku marah sesaat setelah Riana menjawab panggilan telpon dariku."Aduh Mas...itu rumah atas nama pribadiku sendiri. Jadi suka-suka aku dong? Kamu juga sudah memberikan perempuan itu rumah yang sama bagusnya denganku. Kalau kamu butuh uang, jual saj
Read more
Perempuan Itu
Semua urusan perceraian aku serahkan pada Mas Candra. Aku tak pernah menghadiri sekalipun sidang perceraian antara aku dan Mas Yoga.  Saat kutanyakan pada Mas Candra bagaimana kelanjutan sidang, dia selalu menjawab semuanya baik-baik saja. Dia memintaku untuk tetap sabar. Sidang agak tegang karena Mas Yoga tetap kekeh tak mau bercerai. Aku memilih tak menghadiri persidangan karena aku tahu, Mas Yoga akan bersikap seperti itu. Karena dia akan sangat rugi jika bercerai denganku. Rumah dan mobil sudah aku jual. Uangnya aku simpan di rekening. Sekarang dia pasti tengah bingung. Karena tidak memiliki apapun lagi, yang dia miliki hanyalah perempuan itu saja. Dan aku yakin sekali, sebentar lagi perempuan itu akan meninggalkan Mas Yoga karena tidak ada lagi yang bisa dia harapkan dari Mas Yoga. Aku sedang merencanakan sesuatu untuk perempuan itu dan juga selingkuhannya. Mereka silau akan harta. Setelah mereka tahu aku kaya dan bergeli
Read more
Pembalasanku
Aku menunggu beberapa hari, tapi perempuan itu belum juga kembali menghubungiku. Apa dia sedang merencanakan sesuatu? Mas Candra sudah menemukan lima orang tukang pukul yang aku inginkan. Mereka hanya menunggu aba-aba dariku saja. Aku sudah tidak sabar lagi. Saat aku tengah makan siang, masuk pesan singkat dari perempuan itu. Dia mengatakan untuk membawa uang itu ke tempat dimana dia pernah menyerahkan aku pada Mas Yoga dulunya saat mereka menyekapku. Aku segera membalas pesannya. Dia berpesan agar aku jangan membawa siapapun. Aku menyanggupinya. Waktu pertemuan sudah di tentukan. Dia memintaku datang ke tempat itu jam 10 malam. Aku yakin mereka pasti merencanakan sesuatu padaku.  Aku berusaha tenang dan menyanggupi apapun yang mereka minta. Kali ini mereka yang akan aku balas.  Aku segera menghubungi Mas Candra, memintanya untuk mengumpulkan orang-orang itu. Aku akan pergi sendiri ke tempat itu, diikuti oleh
Read more
Penyekapan Mereka
"Kamu perempuan berhati iblis! Aku sudah membantumu dengan memberikan diary itu tapi malah ini balasannya!" teriak perempuan itu tak terima di ikat seperti itu.Aku melepaskan pelukan Mas Candra lalu berjalan mendekatinya."Kamu yang berhati iblis! Setelah Mas Yoga tidak punya apa-apa lagi, lalu aku yang menjadi sasaranmu. Tidak bisa! Aku tidak akan mengabulkan keinginanmu!" teriakku tepat di telinganya."Riana, ini semua uang itu! Dan juga lihat ini", ucap Mas Yoga sambil meminta koper itu pada preman yang ku bayar."Apa Mas?" jawabku sambil mendekati Mas Yoga."Mereka sepertinya berencana untuk kabur setelah mendapatkan uang darimu! Selain koper uangmu, ada juga sebuah koper lain yang berisi uang dan perhiasan serta beberapa dokumen penting!" ucap Mas Yoga sambil membuka koper yang satunya lagi.Seketika aku kaget melihat isinya. Uang dalam jumlah yang mungkin lebih banyak dari ya
Read more
Pengakuan
 Sepanjang malam aku tidak bisa tidur. Kuulangi membaca halaman demi halaman diary milik Mas Yoga. Semakin bertambah hancur hatiku. Begitu licik dan penuh tipu muslihat dia mendekatiku. Dia merencanakan semuanya. Cara dia mengikutiku secara diam-diam, cara dia mulai pura-pura minta kenalan denganku. Ah, betapa bodohnya aku. Tidak curiga sedikitpun padanya. Bahkan aku begitu mempercayainya. Menerima lamarannya dengan senang hati. Bahkan aku sempat menentang Paman karena ingin menjodohkan aku dengan orang lain. Hampir delapan tahun aku hidup dalam kebohongan. Sakit sekali rasanya. Aku begitu malu pada mendiang kedua orang tuaku. Apa mereka sedih dengan apa yang sudah aku lakukan? Aku hanya mampu bergumam meminta maaf pada mendiang Ayah dan Ibu. Sekarang aku akan menuntut keadilan untuk mereka. Aku tak bisa tidur sampai pagi, saat azan subuh berkumandang aku segera sholat subuh. Berdoa untuk keselamatan mendiang kedua orang tuaku
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status