All Chapters of Milk and Coffee: Chapter 31 - Chapter 33
33 Chapters
Chapter 29. Gelisah
     Sabrina memandangi ponselnya. Dewa masih tidak membalasnya. Ia telah mencoba menghubungi ponselnya namun nada sambung tak terjawab. Tak tahan menghadapi ketidakpastian ini, Sabrina berniat untuk datang ke tempat Dewa di jam istirahat nanti.      “Ehm!” Sabrina terkejut dan ponselnya terjatuh. Ia tidak menyadari jika Reyhan sudah berdiri di hadapannya.      “Ba-bapak!” Sabrina langsung berdiri. “Ada apa, Pak?” tanya Sabrina gelagapan.      Reyhan melotot. “Kamu nih kerja yang fokus!! Saya sudah berdiri lama disini dan kamu malah asyik sama ponsel kamu! Kamu mau saya pecat?!” lagi, kebiasaan Reyhan adalah mengancam. Sabrina mulai kebal dengan ancaman Reyhan. Dia sudah merasakan kehilangan dirinya dan jiwa sombong Sabrina selalu berkata ‘pecat aku dan kamu pasti kelabakan’. Tapi bukan berarti kemudian Sabrina menyepelekan pekerjaannya.     “Maaf, Pak,” Sabrina meringis malu.
Read more
Chapter 30. Main Api
     “Sab! Sab!” Sabrina tersentak mendengar panggilan Awang. Sabrina, Awang, dan Erika tengah berkumpul di kantin, menikmati makan siang di jam istirahat mereka.      “Kamu dari kemarin melamun. Kenapa, sih?” Awang terlihat khawatir.      “Iya. Kamu lesu banget hari ini,” sambung Erika.      Sabrina tersenyum kecil. “Nggak apa-apa,” jawabnya. Awang tidak begitu saja percaya. Ia kenal Sabrina. Wanita muda itu  adalah wanita yang ceria. Diam dan melamun, sudah pasti bukan Sabrina. Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.      “Soal pacar kamu itu, ya?” tebak Awang.      Sabrina memandang Awang. Ia kemudian menggeleng dengan hela nafas berat. Sabrina tidak pintar berbohong. Ekspresinya selalu menjelaskan apa yang sedang ia pikirkan.      “Aku ambilin jus jeruk ya? Biar pikiranmu seger!” tawar Erika sambil beranjak.  
Read more
Chapter 31. Celah
     Awang melirik Sabrina dari sudut matanya. Sabrina hanya bersandar lesu dengan pandangan kosong ke depan. Ia belum berbicara lagi sejak keluar dari kantor Dewa.     "Sab,” panggil Awang pelan.     Sabrina tidak menjawab. Pikirannya masih melayang pada Dewa yang tidak bisa ia temui. Kalut dan pikiran negatif tanpa jawaban pasti memenuhi kepalanya.     Awang menghela nafas. Ia merasa sedih saat melihat Sabrina seperti ini. Ia kemudian menepikan mobilnya di halaman parkir sebuah minimarket. Barulah Sabrina tersadar dari lamunanya.     “Wang, ada apa?” Sabrina tampak bingung.     “Cokelat atau vanilla?” bukannya menjawab, Awang malah memberinya dua pilihan.     Alis Sabrina mengkerut. “Cokelat?” ia menjawab bingung.     Tanpa menjelaskan apa maskud dua pilihan itu, Awa
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status