Semua Bab DINIKAHI KONGLOMERAT: Bab 21 - Bab 30
127 Bab
BAB 21
BAB 21 Ibu menyendok makanan sedikit ke piringnya. Sepertinya jiwa dan raganya masih seperti mimpi mendapati kenyataan seindah ini. Sementara, bapak dengan lahapnya mencoba satu per satu jenis makanan yang disuguhkan.“Wah, alhamdulilah … memang udah laper tadi … ayo semuanya makan!” ujar bapak dengan cueknya. Dia langsung menyendok makanan dengan semangat.Lelaki itu kini tampak gagah dengan setelan pakaian berkelas bernuansa putih bermotif gold. Pakaian bapak dan ibu senada dengan pakaian yang kukenakan. Putih bermotif gold.“Bu, makanlah yang banyak … setelah ini ibu akan di make up juga oleh team make up!” ucapku pada Ibu yang masih makan sambil menatap layar yang menampilkan para tamu undangan yang sedang berwara-wiri menikmati hidangan.Konsepnya bukan standing party. Setiap tamu undangan menempati satu meja bundar yang mereka pilih sendiri. Meja dengan nuansa putih h
Baca selengkapnya
BAB 22
BAB 22 Kaki jenjangnya melangkah dengan cepat berjalan dari sisi kanan suamiku. Sementara aku berdiri pada sisi kirinya. Butuh beberapa detik untuk berpikir ketika Elisa masih menyalami orang tuaku terlebih dulu. Aku tidak rela tangan suamiku harus berjabat dengannya. Terlebih membayangkan mereka akan cipika dan cipiki. Akhirnya wanita itu kini berada di depan kami.“Selamat, ya-““Awww!”Akhirnya aku memotong ucapan Elisa yang sudah mengulurkan tangan pada suamiku. Mas Ashraf berbalik memegangiku yang limbung. Aku sengaja terhuyung agar kedua tangan Mas Ashraf sibuk padaku dan tidak berjabat tangan pada wanita itu.“S-Sayang, kenapa?” Wajah Mas Ashraf terlihat panik sambil mendudukanku pada kursi pelaminan. Dia menoleh pada Elisa sambil tersenyum dan mengucapkan terima kasih.“Thanks, ya udah datang!” ucap Mas Ashraf masih sambil sibuk denganku.“Lis
Baca selengkapnya
BAB 23
BAB 23 Riuh tepukan dari para tamu undangan membuat air mata haruku hampir menetes. Ketika Bapak dan Ibu sudah berdiri bersama kami di sini. Mas Ashraf memegang sebuah kotak kecil berwarna gold yang diikat sebuah pita. Semua wartawan sudah bersiap untuk mengambil pemberitaan terhangat ini. Aku jadi ikut deg-degan juga karena tidak tahu, hadiah seperti apa yang sudah Suamiku siapkan untuk bapak dan ibu.“Bapak, Ibu … terima kasih sudah membesarkan Sinta dengan baik selama ini, sehingga hari ini saya bisa bersanding dengan putri Bapak dan Ibu yang memiliki perangai lembut dan menyenangkan!” Suamiku menatap pada kedua orang tuaku. Bapak dan Ibu kulihat hanya mengangguk-angguk saja.“Saya ada satu tanda mata, ucapan terimakasih pada kedua orang yang paling berjasa dalam kehidupan istri saya … ini bukanlah hal yang besar tapi saya sangat berharap Bapak dan Ibu menerimanya!” ucap Suamiku lagi sambil
Baca selengkapnya
BAB 24
BAB 24  Aku menoleh pada kedua orang tuaku. Kulihat Bapak sudah tiduran di atas kasur yang pastinya berbeda dengan yang kami miliki di rumah. Namun Ibu terlihat sejak tadi memperhatikanku.Aku mencoba menyembunyikan kecemasanku. Aku ingin Bapak dan Ibu bersitirahat dengan nyenyak malam ini. Biar besok saja kukabarkan mengenai kecelakaan ini. Lagi pula Mas Ashraf tidak akan mengijinkan kami untuk keluar selarut ini.“Ada apa, Ta?” Ibu menatap penuh kekhawatiran. Aku menggeleng sambil menarik kedua sudut bibir ini untuk tersenyum.“Ibu sama Bapak istirahat, ya … sudah malam! Sinta juga sudah ingin tidur,” ucapku.“Kamu tidur di mana, Ta? Suamimu tidak ikut ke sini?” tanya Ibu sambil menatapku yang berjalan menuju ke arahnya kembali.“Mas Ashraf ada urusan, besok pagi paling baru jemput aku, Bu!” jawabku tetap berusaha bersikap tenang.&ldq
Baca selengkapnya
BAB 25
BAB 25  Aku beringsut ke kamar mandi untuk mencuci wajah. Segera kuraih kerudung instanku. Namun tadi adzan subuh sudah berkumandang? Ah, aku mengurungkan niat untuk membuka pintu. Bukankah Allah lebih penting dari segala-Nya?Aku segera menunaikan salat Subuh dua rakaat. Aku panjatkan semua rasa syukur dan doa. Semoga Allah akan selalu melindungi sleuruh keluarga dari hal-hal yang tidak diinginkan. Ketika semua orang mencibir dan merendahkanku dulu maka dengan kekuatan doa dan harapan inilah aku bisa selalu mempuku optimisme. Roda berputar, hidup tidak jalan di tempat. Aku selalu yakin akan hal itu.Aku bergegas turun. Kulihat waktu masih belum beranjak ke pukul lima. Masih cukup pagi. Aku tidak khawatir akan siapa yang datang karena para pengawal yang Suamiku kirimkan pastinya sedang berjaga-jaga di depan.Aku tiba di lantai satu. Kunyalakan lampu. Masih belum ada tanda-tanda kehidupan. Sepertinya Ami kecapeka
Baca selengkapnya
BAB 26
BAB 26  “Sejak aku menyingkirkannya dari perusahaan, dia memang selalu mencari celah untuk menjatuhkanku … tapi aku masih tidak percaya ketika ternyata dia bermain-main dengan nyawa!” Kudengar Mas Ashraf berbicara pada dirinya sendiri.“Tapi kenapa yang dia kejar istriku?” gumamnya lagi.“Bukannya dulu dia juga yang membuat kau putus dengan wanita itu, Boss! Sepertinya dia tidak suka jika Kau menikah kemudian memiliki penerus! Kalau tidak ada penerus, pastinya keluarganyalah yang akan mengelola semua asset keluarga Adireja itu nantinya!” Mike mencoba menganalisa.“Bisa jadi … tapi jika benar dia, aku masih tak mengira jika dia sekeji itu ….” Mas Ashraf berkali-kali menarik napas.“Awalnya aku hendak mengajak Hasnan bergabung dengan perusahaan kembali setelah ini … tapi sepertinya itu tidak akan pernah kulakukan sebelum dalan
Baca selengkapnya
BAB 27
BAB 27 Aku mempercepat langkahku ketika kulihat Elisa sudah berdiri di samping Mas Ashraf. Langkahku semakin dekat dan bisa mendengar apa yang dia utarakan.“Diusahakan, ya! Mama soalnya nanyain kamu terus, katanya udah lama banget gak ketemu kamu!” Kulihat wajahnya penuh ekspresi manja. Meskipun suamiku tidak menoleh ke arahnya tapi tetap saja gemuruh pada dada ini kian memanas.“Saya gak ada waktu, sepertinya gak bisa datang, akhir-akhir ini lagi sibuk!” Kudengar penolakan dengan tegas dan jelas dari mulut Mas Ashraf.“Yah … padahal jauh-jauh aku ke sini cuma mau nyampein hal ini … abisnya kalau aku kunjungi ke kantor kamu gak ada terus, mau ke rumah sama security gak boleh masuk.” Wanita itu melipat bibirnya dan apa itu satu tangannya hendak meraih lengan suamiku.“Ehmmm!” Aku berdehem sedikit keras. Membuat kedua orang itu menoleh.Tampak Elisa p
Baca selengkapnya
BAB 28
BAB 28 Suamiku menutup teleponnya. Wajahnya terlihat gusar. Aku mengerti, bagaimanapun akhir-akhir ini begitu banyak hal-hal yang terjadi dan bukan main-main.Dia mendekat dan mendekapku erat. Hembusan napasnya terasa hangat menerpa pipiku. Beberapa kali dia membuang napas kasar. Setangguh apapun dia di luaran ketika bersamaku terkadang dia memunculkan sisi lain. Seorang lelaki yang butuh dukungan.Sementara pikiranku masih tertaut pada video itu. Aku memejamkan mata mencoba menepis gundah hati. Namun pikiran tidak bisa kuajak kompromi. Akhirnya sebuah kalimat pertanyaan terlontar tanpa bisa kutahan.“Mas, lelaki dalam video itu apakah benar kamu?” Akhirnya kalimat itu lolos begitu saja meski penuh keragu-raguan. Lelaki itu malah menyembunyikan wajahnya pada ceruk leherku. Tangannya melingkar pada perutku dan mengalus calon jabang bayi kami yang masih berumur beberapa minggu.“Maaas?” tanyaku s
Baca selengkapnya
BAB 29
BAB 29 Mas Ashraf menggendong tubuhku dan dibawanya ke kamar. Dia menerobos kerumunan Teh Selvi dan kedua kakak sepupuku tanpa basa-basi. Rupanya dia cukup kesal melihat mereka hanya menonton ketikaku terjatuh.Dia membaringkanku perlahan. Setelah melihatku terbaring dengan nyaman, Mas Ashraf merogoh sakunya dan mengambol gawai. Dia terburu-buru menghubungi seseorang.“Farrel! Tolong urus ketiga tikus yang hampir menyakiti istri saya … terserah kamu … buat mereka menyesal!” Kemudian dia mematikan teleponnya.Mas Ashraf membaringkan tubuhnya pada tepi ranjang sambil memelukku.“Mas, aku gak apa-apa! Kamu jangan berlebihan gitu!” Aku mendorongnya. Tidak enak juga ketika para tetangga sedang heboh menyambut kedatangan kami. Aku malah berdua-duaan di kamar seperti ini.Dia masih terdiam ketika kudengar dari ruang tengah suara Farrel memanggil Teh Selvi dan yang lainnya.
Baca selengkapnya
BAB 30
BAB 30 Mereka terlihat begitu akrab. Apakah wanita itu yang disebutnya sepupunya---Amanda? Tapi kenapa Mas Ashraf mengirimnya padaku? Aku segera memijit tombol telepon berwarna hijau dan menunggu nada tersambung padanya. Aku butuh klarifikasi secepatnya sebelum hatiku meledak karena cemburu.“Hallo … Sayang!” Suara bariton itu menyapaku dengan khas.“Mas, udah sampai?” Aku berbasa-basi.“Iya ini lagi sama Manda! Kenapa, Sayang?”“Mas, langsung pulang ke sini ‘kan?”“Hmmm … besok ya? Ini Manda minta di anter belanja pakaian dulu katanya, gak punya setelan buat melamar kerja! Lusa dia interview!”Aku mematikan teleponnya sepihak. Kenapa aku menjadi kesal seperti ini ya? Memang Mas Ashraf mengantar seorang wanita, tapi dia adalah Saudara sepupunya sendiri.Aku menyimpan telepon di atas meja kecil. Kulihat benda pipih itu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
13
DMCA.com Protection Status