Lahat ng Kabanata ng Bukan Calon Kakak Ipar: Kabanata 11 - Kabanata 20
133 Kabanata
11. Ketemu Mantan
Awal bulan merupakan waktu buat belanja bulanan. Seperti biasa aku dan Ibu akan berbelanja di Moro membeli segala keperluan untuk satu bulan mendatang seperti persediaan shampo, sabun, detergen, minyak, kecap, saus, bumbu-bumbu dan masih banyak lagi.Namanya wanita, terkadang kami khilaf. Jatah yang harus kami beli satu jadinya dua atau tiga atau lima kalau ada promo. Mumpung promo ceritanya jadi beli lebih banyak."Udah semua Bu? Ada yang masih belum kebeli gak?" tanyaku sambil mendorong troli."Kayaknya udah semua Na. Tapi coba Ibu cek dulu."Ibu sibuk mengecek daftar belanjaan dengan barang yang sudah kami ambil. "Udah semua Dek. Nanti jangan lupa mampir beli baju anak ya buat nengokin cucunya Bu Mulyo," titah Ibu."Mbak Hana udah ngelahirin ya Bu?" "Iya, anaknya cowok. Ganteng." Ibu kelihatan sumringah sekali."Jelas gantenglah orang Bapak Ibunya juga cakep.""Coba kalau itu cucunya Ibu. Tambah seneng Ibu." Ibu mulai mengu
Magbasa pa
12. Pesona Kakak Ipar Gagal
Suasana riuh di aula Unsoed pertanda banyaknya orang yang ada disini. Aku, Leo dan Jeni sedang ikut seminar tentang operasi bedah mulut. Kalau bukan karena paksaan Jeni tak mungkin kami berdua duduk manis disini. Dari kami berenam hanya Jeni yang bukan PNS, dia bekerja di klinik kecantikan gigi milik orang tuanya. Anak horang kaya dia mah. Lusi dan Dino baru keterima PNS tahun lalu. Lusi memilih kembali ke desanya di bumi Wonosobo. Dino juga memilih kembali ke daerahnya di Majenang. Kalau Leo, Gita dan aku sudah dua tahun yang lalu lulus tesnya. Aku dan Gita kebetulan asli wong Banyumas sedangkan Leo pendatang dari luar Jawa dan menetap di Banyumas. Jadi kerjanya kami ya disini saja. Hidup Banyumas. Saat pendaftaran CPNS, aku memilih penempatan di Sokaraja, Lusi jelas milih Wangon yang dekat dengan Jatilawang. Sedangkan Leo justru memilih penempatan di Margono. Dia kan cowok jadi pasti pengen lebih berkembang karirnya. Aku dan Leo hanya berbincang sa
Magbasa pa
13. Pertemuan Bukan Lamaran
Aku duduk berhadapan dengan Mas Rayyan di kantin rumah sakit. Seina kembali ke Puskesmas karena hari ini dia piket. Sebelum berpisah aku tahu sorot matanya penuh rasa ingin tahu. Ah besok pasti aku bakalan dicecarnya."Kamu gimana kabarnya Na?" "Alhamdulillah baik Mas. Mas gimana?""Alhamdulillah baik. Akhirnya kita bisa ngobrol juga ya." Aku mengernyit, maksudnya apa?"Kemarin Mas lihat kamu sepintas sama temen kamu. Tapi kenapa gak jadi menghampiri Mas, hem?"Aku jadi malu. Ah, dia pasti melihat aksi dorong-dorongan antara aku dan Jeni yang sangat memalukan. "Hehehe. Kirain gak lihat Mas.""Terus kenapa Mas gak disamperin?""Malu Mas, takut Mas lupa sama aku. Lagian kemarin fans dadakan Mas banyak banget, kita kabur takut di bully netizens," ucapku sambil terkekeh. "Astaga Nasha. Kamu ini ya?" dia mencubit kedua pipiku guys."Aw... Aw... Aw... Mas... Lepasin sakit tahu." Aku mengusap kedua pipiku yang memerah. Ya
Magbasa pa
14. Chori-Chori Chupke-Chupke
Hari ini aku sedang melakukan pemeriksaan kesehatan mulut dan gigi di SMPN 1 Sokaraja. Kami berenam terdiri dari dua bidan, dua perawat, satu tenaga kesmas dan dokter gigi. Hal yang kami periksa ada tensi, tinggi badan, berat badan, kesehatan gigi dan mulut, kesehatan mata dan telinga serta mengecek kesehatan umum para siswa. Ini merupakan kegiatan rutin Puskesmas untuk istilahnya penjaringan. Selama dua minggu ini aku sibuk berkeliling sekolah tingkat SMP/MTs di Sokaraja dengan diselingi jadwal praktek di Puskesmas. "Akhirnya selesai juga. Ini tempat terakhir kan ya?" ucap Luna si bidan junior."Iya ini yang terakhir. Semuanya tolong dikumpulin dan di rekap ya, Wan!" Perintah Bu Ami bidan senior."Siap Bu Ami," jawab Wawan si perawat."Kirana masih di ruang kelas apa?" tanya Bu Ami lagi."Sepertinya masih Bu. Masih penyuluhan bahaya narkotika dan rokok," jawab Yuli seorang perawat juga."Oke berarti tinggal tunggu dia selesai terus nanti kita pam
Magbasa pa
15. Debar Itu Nyata
Demi apa coba, kenapa aku harus berada di sini bersama si buaya Kalirawa. Ingin kuteriak... Aaaaaa."Nasha, kamu makin cantik aja dech," dr. Wijaya memulai aksi gombalannya.Aku hanya tersenyum tipis. Malas berkomentar. Saat ini kami sedang kondangan di tempat drg. Dhini yang bertugas di Sokaraja I. Mana rekan kerjaku kayak kompak membuat posisi duduk kami bersebelahan. Di sebelahku Seina seperti menahan senyum. Awas kau Sei, besok-besok aku gak mau jadi sopir dadakanmu lagi."Seina, suamimu katanya pulang?""Sudah dok, sekarang dinasnya di Bataliyon, ini saya aja ikut suami di asrama hehehe," jawab Seina."Hem... Ya ya. Udah isi belum?""Doakan ya dok. Cepet isi.""Jangan lupa nanti periksanya di tempat saya. Klinik Ibu dan Anak Wijaya Kasih. Nanti saya kasih gratis," ucap dr. Wijaya sambil mengedipkan mata genit.Ya Allah, kenapa ini orang tebar pesona banget. Kenapa lagi si Seina pakai malu-malu meong. Hoek. Aku memilih fokus pad
Magbasa pa
16. Cinta Dalam Diam
Mobil melaju dengan pelan menuju bioskop Rajawali disopiri Mas Rayyan. Kami segera menonton film dua garis biru. Posisiku duduk diantara dua bersaudara.Baru sekitar 15 menit film diputar aku merasakan ada kepala yang menyandar di bahu kananku. Aku menoleh kulihat Mas Rayyan tengah tertidur sambil mangap. Pasti dia kelelahan habis jaga malam. Cowok kalau ganteng, mau tidur sambil mangap ya tetep aja ganteng. Aku membiarkannya tertidur pada bahuku. Merasai kehadirannya melalui indera penciuman dan perasaku. Ternyata rasa itu masih sama seperti 6 tahun yang lalu. Hatiku ternyata tak bisa berbohong. Aku memang jatuh cinta pada mantan calon kakak iparku ini. Iya jatuh cinta sejak pertama berjumpa dengannya. Tapi aku sadar dia milik kakakku jadi aku berusaha memendam cinta dalam diamku. Dan memutuskan berpacaran dengan Feri karena sepintas dia mirip dengan Mas Rayyan. Aku sudah tak fokus menonton film. Aku justru lebih memilih fokus menatap seseorang yang menya
Magbasa pa
17. Saya Tunangannya
Mobil melaju dengan kecepatan sedang menuju kebun strawberry, Purbalingga. Aku dan Rania sejak tadi bercerita dan bercanda. Mas Rayyan sesekali ikut juga. Namun, dia menjadi pendiam sejak kami membahas masalah cinta dalam diam. Sampai di kebun, aku dan Rania langsung turun dari mobil dengan antusias."Hati-hati Ra, Na. Dasar bocah," teriak Mas Rayyan.Aku dan Rania hanya tertawa. Kami sudah sampai di kebun strawberry. Kami berdua sibuk memetik buah dan berlarian. Emang kayak bocah sih, bocah tua sama bocah remaja hahaha. Mas Rayyan cuma berjalan mengikuti kami dengan memasukkan kedua tangannya ke saku celana Jeansnya.Sesekali kami berfoto dengan berbagai gaya, dari gaya normal sampai gaya urakan kami lakukan. Mas Rayyan kami jadikan sebagai fotografer dadakan. Sesekali dia ikut foto juga sih.Kami melewati sekumpulan lelaki. Sepertinya masih usia anak kuliahan. Beberapa dari mereka ada yang menggoda kami tapi langsung diam melihat tatapan tajam dari si mata elan
Magbasa pa
18. Kok, Beneran sih!
Satu minggu ini aku harus menulikan kuping dan menyabarkan hati. Ya Allah, ngenes banget hidupku. Dari mulai cinta dalam diam, dikhianati pacar, sering di PHP-in, sekarang punya tunangan ya cuma bohongan. Miris.Saat ini aku cuma rebahan aja di kamar. Padahal kalau Minggu biasanya aku lagi ngedate sama Rania plus kakaknya. Tapi sejak kejadian Minggu kemarin aku males pergi sama mereka lagi. Rania udah WA sampai telepon berkali-kali merengek minta ditemenin ngemall. Aku beralasan lagi sakit. "Dekkkkk..." teriak Ibu membahana."Apa sih Bu. Kuping Nasha jadi budeg ini.""Kamu kenapa? Sakit?""Capek aja Bu. Pengen rebahan. Kangen ma kasur.""Tumben hari Minggu di rumah.""Kan Adek emang gadis rumahan Bu? Ya wajarlah Adek di rumah.""Biasanya kan kamu jalan-jalan sama Rania dan Rayyan. Ini kok di rumah aja.""Lah kan jalan-jalan gak setiap Minggu juga.""Yah, padahal Ibu penginnya kamu main keluar. Kalau di rumah kamu itu cuma glund
Magbasa pa
19. Nasehat Ayah
Aku masih belum percaya dengan semua yang terjadi. Apa iya aku beneran dilamar? Selama dua minggu ini aku sering melamun jika sedang tak ada kegiatan. Bahkan aku kadang sering tersenyum sendiri."Ya ampun, pasti Mas Rayyan cuma bercanda. Buktinya hampir dua minggu ini dia tak ada kabar." Aku mengucap itu berulang kali. "Cuma Rania sama Tante Helena yang sibuk menghubungiku tanya ini itu. Ah, bodo amat. Dasar Mas Rayyan nyebelin."Rupanya dua minggu ini, aku terlihat uring-uringan. Seina dan Suster Mira sampai bingung dengan tingkahku."Kamu kenapa Na?" tanya Seina."Gak papa." Aku berusaha tampil baik-baik saja."PMS kamu?" tanyanya penuh selidik."Enggak.""Lah terus?" Rupanya Seina masih kepo."Aku cuma capek kok Sei."Seina nampak ingin bersuara lagi namun aku memberinya kode kalau aku butuh ketenangan. Itu berarti aku butuh sendiri dan tak ingin diganggu.*******Aku membuka pintu, mataku terbelalak. Mas Rayyan? A
Magbasa pa
20. Ujian Sebelum Pernikahan
"Kamu mau pilih yang mana?" saat ini aku sedang memilih perhiasan, katanya buat seserahan. Aku memilih model yang sederhana tapi elegan dan gak banyak permatanya. "Kita kemana lagi Mas?""Beli baju, sandal sama kosmetik.""Okeh." Mas Rayyan menggenggam tanganku, aku sempat syok namun memilih diam dan menikmati hawa hangat dari genggaman tangannya.Setelah berkeliling mencari seserahan dan pemapag untuk Mas Rayyan, akhirnya kami makan di area foodcourt. Sebenarnya agak gak enak juga sih, semua benda pemapag yang niatnya aku beli untuk Mas Rayyan seperti kemeja, celana panjang, kaos sampai dalemannya malah dibayarin sama Mas Rayyan. Tapi gak papa sih lumayan jadi ngirit.Saat kami sedang mengobrol dan menunggu pesanan datang, kulihat dr. Wijaya tengah berjalan bersama Mbak Hilda. Mereka melihat kami sehingga memutuskan ikut duduk bersama kami."Halo Nasha cantik. Gimana kabarnya?" dr. Wijaya menyapaku dengan overdosis lebaynya seperti biasa."B
Magbasa pa
PREV
123456
...
14
DMCA.com Protection Status