Semua Bab Pendekar Pedang Tanpa Tanding: Bab 31 - Bab 40
119 Bab
31. Pertanda dari Calon Guru
Zhouyang Hong beranjak dari duduknya. Ia berjalan meninggalkan ruangan itu dengan wajah dingin tanpa menjawab pertanyaan Genjo Li. Sesampainya di ambang pintu lelaki tua itu berhenti. Tanpa menoleh ia berkata, “Pergi dan selesaikan tugas keduamu. Jangan lupa bereskan perabot makan itu.” Zhouyang Hong mengambil jeda. Lalu ia tersenyum dan menoleh. “Tanganku sudah gatal ingin memukul murid malas.” Genjo Li masih diam di tempatnya hingga Zhouyang Hong berlalu. Ia berusaha mencerna segala perkataan Zhouyang Hong. Ia bisa mendengar dengan jelas kalau lelaki tua yang sangat kasar itu berbicara seolah memberi pertanda baik pada Genjo Li. Bukankah Zhouyang Hong selalu menyebut Genjo Li sebagai ‘pemalas’?  Apa yang dipikirkan Zhouyang Hong sangat sulit untuk ditebak. Awalnya lelaki itu bersikap seperti mempersulit Genjo Li agar berhenti meminta diangkat menjadi murid. Namun, kemudian apa yang dilakukan Zhouyang Hong seolah menunjukkan kalau lelaki itu ‘mempermudah’ Genjo
Baca selengkapnya
32. Memenjarakan Tabib Istana
Pelayan meletakkan anggur kesukaan majikannya di atas meja. Ia mengisi tiga gelas kosong dengan minuman yang aromanya sangat berbeda itu. Tiga lelaki dengan senyum puas tampak bersulang bersama. Mereka melakukan perayaan kecil atas kemenangan yang semakin dekat. “Tunggu, sampai sekarang masih ada satu pertanyaan yang menggangguku.” “Apa Tuan Wang? Katakan saja.” “Bagaimana Tuan Liu bisa tetap baik-baik saja setelah menghirup dan memegang bunga Rubah Ungu secara langsung?”  “Hahaha, Ketua Wang ... dia ini seorang ahli! Mendengar bagaimana kau bertanya, aku yakin Tuan Liu telah melakukan pertunjukkan yang bagus.” Ju Shen tidak bisa menahan tawanya lagi. Ia terkekeh menyadari temannya telah melaksanakan tugas dengan sangat baik. “Tuan Ju berlebihan. Semuanya berkat arahan dari Tuan.” Liu Xingshen menggeser pandangannya dari Ju Shen ke Wang Weo. “Tuan Wang, sebenarnya aku sudah meminum penawar dari racun Rubah Ungu. Jika tidak, mungkin aku su
Baca selengkapnya
33. Kekuatan Dendam
Seorang lelaki menatap lekat seorang tahanan. Beberapa kali ia tampak minum ketika kedua matanya mulai dihinggapi kantuk. Ia sudah bertekad untuk tetap terjaga malam ini. Ia tidak mau kelalaian akan membuatnya mengulangi kesalahan yang telah dilakukan. Demi simpati dari sang kaisar, lelaki itu tidak akan tidur malam ini. “Kasim Qiang, wajahmu tampak pucat. Sepertinya kau memerlukan istirahat,” ucap seseorang dari dalam sel tahanan. Kasim Qiang tersenyum. Lalu menjawab, “Tabib Wu, kau tidak perlu mencemaskan keadaanku. Alangkah baiknya kau pikirkan saja keselamatanmu. Aku cemas jika hal buruk terjadi padamu, tentu akan berpengaruh juga pada Kiasar Long.” Baginya perhatian dari Tabib Wu hanyalah pengalihan supaya dirinya lengah dari penjagaan. ‘Apa kau pikir bisa mengelabuiku?’ Tabib Wu membalasnya dengan senyum pula. Lalu ia mulai merebahkan badannya di lantai. “Kalau begitu aku akan tidur dulu Kasim Qiang. Aku sudah sangat ... hua ... mengantuk.” “Ya,
Baca selengkapnya
34. Kacang Setan!
“Yang Mulia ....” Semua orang di dalam ruangan itu mengembuskan napas lega ketika melihat Long Feng membuka matanya. Beberapa waktu lalu Long Feng tak sadarkan diri usai meminta pelayan untuk mengambilkan minum. Terpaksa Tabib Wu dikeluarkan lebih cepat dari dalam penjara. Semestinya tabib istana itu baru dibebaskan setelah matahari benar-benar terlihat. Akan tetapi laporan dari pelayan Long Feng membuat Kasim Qiang meminta penjaga untuk membuka sel seketika itu juga. “Bagaimana keadaan Yang Mulia?” tanya Kasim Qiang melihat kerutan di dahi Tabib Wu. “Yang Mulia semakin lemah. Denyut nadi Yang Mulia bahkan timbul dan tenggelam. Ini sangat--" “Kalau begitu lakukan sesuatu! Sebagai tabib istana kau memiliki tanggung jawab untuk menjaga kesehatan dan keselamatan Yang Mulia! Jika hak buruk terjadi, kau tentu tahu akibatnya,” seru Kasim Qiang dengan nada agak tinggi. Tabib Wu menghela napas panjang hingga pundaknya sedikit turun. Dengan suara pelan
Baca selengkapnya
35. Nasib Kaisar
Long Feng tidak hanya mengeluarkan darah dari mulut saja, tetapi juga hidung, telinga, bahkan mata. Bajunya yang putih telah berubah menjadi merah. Sampai akhirnya Long Feng tak sadarkan diri. “Semuanya pasti karena biji setan ini!” Kasim Qiang meletakkan kotak kecil, yang menjadi tempat biji Kacang Dewa disimpan, di atas meja. Kedua tangannya bergetar hebat. Lalu, kasim itu mengalihkan pandangannya ke Tabib Wu. Dengan cepat ia menarik kerah baju sang tabib hingga wajah keduanya hanya berjarak sejengkal saja. “Tabib Wu, kau pasti yang merencanakan ini semua ‘kan? Kau sudah bersekongkol dengan Liu Xingshen untuk ... pengawal, tangkap Tabib Wu sekarang juga!” Tidak ada satu pun pengawal di ruangan itu yang bergerak melaksanakan perintah Kasim Qiang. Semuanya masih diam terpaku di tempat masing-masing. "Kenapa hanya diam? Cepat tangkap dan penjarakan Tabib Wu!" Kasim Qiang mengulangi perintahnya. “Kasim Qiang, Tabib Wu juga meminum biji itu kemarin. Tapi
Baca selengkapnya
36. Pembunuhan Long Feng
Suara tangisan pecah di ruangan itu. Semua orang menunjukkan kesedihan atas kematian sang kaisar. Namun, Liu Xingshen terus menggeleng, lalu berkata cukup lantang, "Berhenti!" "Kenapa Tuan Liu? Kenapa kau meminta kami berhenti menangis atas bencana besar di depan mata?" protes Kasim Qiang yang terduduk dengan berlinang air mata. "Ada yang tidak beres. Kasim Qiang, Tabib Wu, aku memberikan tiga biji Kacang Dewa pada Yang Mulia. Berapa biji yang sudah diminum Kaisar Long dan sejak kapan Yang Mulia muntah darah?" Liu Xingshen menyelidik. Ia merasa harus menuntaskan keganjilan yang terjadi. "Tuan Liu, Yang Mulia baru meminum satu biji dan langsung muntah darah. Sebelumnya, Yang Mulia telah berbaik hati memberikan biji itu pada Tabib Wu," jawab Kasim Qiang diikuti anggukan Tabib Wu. "Apa Tabib Wu sudah meminumnya?" Tabib Wu mengangguk mantap. Kemudian ia menjelaskan yang terjadi sebelumnya. "Iya, Tuan. Yang Mulia memintaku untuk lebih dulu meminum
Baca selengkapnya
37. Persidangan
Setelah pemakaman Long Feng selesai, seluruh penghuni istana dan juga rakyat Haidong melakukan perkabungan. Namun, dalam perkabungan itu pengadilan terkait pembunuh sang kaisar tetap harus dilaksanakan. “Aku memang memberikan biji itu pada Kaisar Long Feng. Namun, itu aku lakukan atas permintaan dari Yang Mulia. Aku sama sekali tidak berinisiatif untuk memberikannya karena semalaman aku berjaga di depan sel tahanan Tabib Wu untuk membuktikan bahwa biji itu tidak berbahaya. Tabib Wu-lah saksinya.” “Apakah itu benar Tabib Wu?” tanya Menteri Peradilan yang memimpin langsung jalannya sidang. “Benar hakim, saat itu aku berada di tempat kejadian. Kasim Qiang memberikan biji itu setelah Kaisar Long memintanya,” jawab Tabib Wu membuat sang kasim yang sedari tadi menatapnya merasa lega. “Apakah benar Tabib Wu juga meminum biji itu?” “Benar.” “Lalu, apa yang Tabib Wu rasakan sekarang?” “Aku merasa baik, bahkan sangat baik. Aku meminum bi
Baca selengkapnya
38. Saksi Kunci
“Ampun Hakim yang terhormat, aku sungguh tidak bermaksud melakukannya. Jika aku tahu itu adalah biji Saga Bulan, aku pasti tidak akan memberikannya pada Yang Mulia. Aku akui aku memang bersalah karena telah lalai dan tidak memperhatikan biji itu terlebih dahulu sebelum memberikannya pada Kaisar Long. Tapi sekali lagi aku tegaskan, bukan aku pelakunya. Pelaku sebenarnya adalah orang yang mengganti biji Kacang Dewa dengan Saga Bulan,” ucap Kasim Qiang dengan tubuh bergetar dan napas tersengal.  Kasim Qiang tidak tahu siapa yang menjadi dalang pembunuhan Long Feng. Yang lelaki itu inginkan adalah terkuaknya pelaku sebenarnya. Oleh sebab itu, ia hanya mengatakan yang sebetulnya terjadi. Kasim Qiang tentu tidak ingin menjadi kambing hitam. “Benar, Hakim. Kasim Qiang tidak mungkin melakukannya. Aku melihat sendiri bagaimana Kasim Qiang berusaha untuk selalu menjaga kesehatan Kaisar Long.” Kasim Qiang melihat Tabib Wu yang memberikan pernyataan baik tentang dir
Baca selengkapnya
39. Kesaksian Zhang Bingjie
"Bukankah dia terlalu muda untuk menjadi pemimpin pasukan yang menyerang Menteri Wang?" "Lalu apa keterlibatannya dalam kematian Kaisar Long?" Dalam keributan ruang persidangan, tiba-tiba seorang lelaki berambut perak mengatakan, "Sebentar, sepertinya aku pernah melihatnya bersama Yang Mulia di luar istana. Ah ... ya, ya, aku ingat! Itu adalah salah satu pengawal kesayangan Kaisar Long." "Benarkah? Mengapa aku belum pernah melihatnya di istana sebelumnya?" "Dia pengawal rahasia Kaisar Long," ucap lelaki itu dengan kebanggaan tersendiri karena mengetahui hal yang menjadi rahasia sang kaisar. Hal itu menunjukkan bahwa ia memiliki hubungan yang lebih dekat dengan orang paling dihormati di Haidong. "Tuan Liu, jelaskan siapa orang yang menyebabkan kekacauan di persidangan ini?" sergap sang hakim menyumpal dugaan-dugaan yang terlontar dari para pejabat. "Dia adalah Zhang Bingjie, pengawal rahasia Kaisar Long. Hari sebelum Kaisar Long tewas,
Baca selengkapnya
40. Kasim Qiang Pelakunya?
“Benar, Hakim yang terhormat.” Kasim Qiang menggeleng tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Namun, ia berusaha keras untuk mengendalikan diri mengingat peringatan sang hakim yang akan mengusirnya keluar kalau tidak mampu menjaga sikap.  Dengan suara disabar-sabarkan, Kasim Qiang bertanya, “Hakim yang terhormat, jika apa yang dikatakan Zhang Bingjie benar, kapan dia memberikan Saga Bulan padaku? Juga kapan aku menukar Kacang Dewa dengan biji itu, padahal semalaman aku mengawasi Tabib Wu di penjara?” Zhang Bingjie tampak bingung atas pertanyaan Kasim Qiang. Kedua bola matanya bergerak ke kanan ke kiri sebelum akhirnya lelaki itu menundukkan kepala. “Soal itu ....” “Hahaha, pasti kau tidak bisa menjawabnya bukan?” Kasim Qiang membungkukkan badan pada hakim, lalu berkata, “Hakim yang terhormat, Zhang Bingjie tentu tidak bisa menjelaskan semuanya karena apa yang dia katakan bukanlah hal yang sebenarnya. Dia telah memberikan kesaksian palsu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
12
DMCA.com Protection Status