All Chapters of Lelaki Tanpa Kasta Mengguncang Dunia: Chapter 61 - Chapter 70
116 Chapters
Part 61. Keluarga Tuan Junara Jatuh Miskin.
Mohzan sudah kembali berkumpul dengan keluarganya. Mama dan nenek serta adik-adiknya. Untuk sementara Mohzan meminta agar ia diberi waktu untuk berkumpul dulu dengan keluarganya. Dirinya belum mau ditemui awak media dari manapun.“Alhamdulillah Nak.. sekarang Mohzan sudah sehat kembali.” Desma menyendokkan nasi goreng ke piring Mohzan sebagai menu sarapan mereka pagi itu.Ibu Aisyah tersenyum memandangi cucunya. Ia tak putus-putusnya bersyukur karena Mohzan telah diberikan sebuah keajaiban dari tuhan.“Iya Ma, kita harus bersyukur dengan umur yang masih diberikan Allah kepada kita. Semoga kita bisa memanfaatkannya lebih baik lagi.” Jawab Mohzan sambil mengumpulkan nasi dalam sendok untuk suapan pertamanya.“Neeek... Nenek kok gak makan Nek. Dari tadi nenek mandangin Mohzan terus.” Mohzan menegur ibu Aisyah yang tidak bosan-bosannya memandang kearahnya. Sampai detik ini ibu Aisyah belum seutuhnya percaya kalau Mohzan masih hidup. Ibu Aisyah takut ini hanyalah seb
Read more
Part 62. Tuan Junara Menghilang.
“Yuda senang banget abang pulang lagi..!” Yuda bergayut manja dilengan Mohzan.“Pasti Yuda pengen Abang beliin bakso lagi kaan...!” Mohzan menggoda adik terkecilnya itu.Arya, Jery dan Dika tersenyum simpul mendengar percakapan Mohzan dengan Yuda. Mereka sudah hafal tabiat Mohzan yang suka sekali mencandai adik-adik kecilnya.Yuda memang paling suka makan bakso.“Abang kok tahu aja sih Bang apa yang Yuda mau.” Jawab anak itu polos.“Hahahhaha...” Mohzan tidak dapat menahan geli hatinya. Ia tertawa terpingkal-pingkal.‘Ya udah kalau gitu Abang pulang dulu.” Jawab Mohzan pura-pura mau berdiri.“Kalau Abang pulang sekarang terus beli baksonya kapan Bang..?” Yuda tidak mau kalah. Ia terus memepet Mohzan.“Hahahhahaha...” Anak-anak yang lain ikut tertawa. Mereka sangat bahagia bisa berkumpul lagi dengan Mohzan. “Bang, pinjam kunci motor Bang..!&rdqu
Read more
Part 63. Terkuaknya Sebuah Rahasia Besar.
Mohzan dan Arya berboncengan dengan sepeda motor. Tujuan mereka adalah rumah sakit tempat Chen dirawat. Kedua pemuda yang ganteng dan gagah itu melaju dengan kecepatan sedang.Mereka baru saja mendapat kabar kalau ada sedikit infeksi dilambung Chen pasca operasi untuk mengeluarkan peluru beberapa minggu lalu. Untuk itu Chen belum diperbolehkan pulang.Satu jam kemudian mereka berdua sudah sampai dirumah sakit dan segera memasuki gedung besar itu.Beberapa wartawan sibuk jeprat jepret dan mengajukan beberapa pertanyaan.“Halo Abang Mohzan, anda sudah terlihat pulih kembali.” Seorang wartawan menyapa dan nampaknya ingin memulai sebuah wawancara.“Seperti yang kita ketahui Tuan Junara dan keluarganya telah menghilang setelah memindah kuasakan semua hartanya kepada Alpan cucunya. Sepertinya ada yang janggal dalam kejadian ini. Kira-kira apa tanggapan anda Bang Mohzan..??”Mohzan dicegat dengan pertanyaan yang kini tengah menjadi tren
Read more
Part 64. Kenyataan pahit Astuti.
“Apa rencanamu hari ini Juna..?” Tuan Besar Sudarta sudah duduk disebuah kursi menghadap meja makan yang sangat sederhana.Ia tengah menyendok nasi putih yang ditemani tahu dan tempe goreng yang baru saja dihidangkan Tuan Junara dihadapannya.“Juna mau mencari pekerjaan Pa..! Sudah seminggu ini Juna hanya berdiam  diri dirumah tanpa melakukan kegiatan apa-apa.” Jawab Tuan Junara sambil menenteng sebuah piring yang berisi menu sarapan mereka pagi itu.Tuan Junara menarik sebuah kursi lalu duduk berhadapan dengan Tuan Besar Sudarta. Mereka memulai aktivitas sarapan dengan bersemangat.“Bagus Juna...! Kita harus memulai kembali dari awal. Jatuh tidak akan membuat kita hancur dan rapuh.” Tuan Besar Sudarta terus memompa semangat putranya.Tiba-tiba..“Semua kesialan ini terjadi selalu dikarenakan si Desma itu. Kalau bukan karena kehadirannya dengan anak haramnya itu tentu sekarang kita tidak akan begini.”
Read more
Part 65. Penderitaan Hidup Astuti semakin pahit.
“Maa...!” Mohzan mendekati Desma yang sedang duduk sendiri di sofa.“Iya, ada apa Nak..!” Desma menjawab panggilan putranya itu dengan lembut.“Bolehkah Mohzan menanyakan sesuatu kepada Mama..?” Mohzan menatap wajah ibunya itu setelah ia duduk disamping Desma.“Tentu boleh dong sayaang..! Mohzan mau bertanya apa..?”Desma bersiap untuk mendengarkan pertanyaan anaknya. Kalau Mohzan bertanya tentang siapa sebenarnya Tuan Junara, ia sudah siap untuk menjawabnya.“Apa betul Bapak Junara itu ayah kandung Mohzan Ma..?” Pertanyaan Mohzan tidak membuat Desma kaget. Ia sudah menduga bahwa pertanyaan inilah yang akan diajukan putranya kepadanya.Setelah menghela nafas panjang Desma bersiap menjawabnya."Iya Mohzan, Mas Junara adalah ayah kandungmu Nak. Mama tidak pernah menikah selain dengan Papamu Junara.” Jawab Desma mantap.Hatinya plong karena ia telah mengatakan yang ses
Read more
Part 66. Curhatan Mohzan untuk Pedro.
“Mohzan mohon maaf Buu..! Gara-gara menyelamatkan Mohzan Ibu harus kehilangan putra Ibu Pedro.” Mohzan menunduk menyalami dan mencium punggung tangan mama Pedro.“Tidak Nak..! Jangan bicara seperti itu. Pedro sekarang sudah bahagia bersama Bapa di syurga. Kita semua harus ikut bahagia.” Ujar mama Pedro mengusap bahu Mohzan yang masih mencium tangannya.Ibu itu malah tersenyum bahagia. Keyakinan yang ia miliki bisa melebur ego yang kebanyakan dimiliki manusia.Wajahnya yang berkulit hitam terlihat manis karena balutan budi yang kemilau. Hanya ketenangan yang ia tampilkan. Bukan keresahan apalagi kemarahan.“Mohzan berhutang nyawa kepada Pedro Bu.” Mohzan tergugu sedih. Ia terbayang kebersamaan yang ia lalui bersama Pedro disaat pemuda itu masih hidup.“Jangan bicara begitu Nak. Kehidupan dan kematian itu adalah kemauan tuhan. Sebagai manusia kita harus meyakini itu.” Kembali dengan senyum ikhlasnya ibu itu menja
Read more
Part 67. Penyesalan yang tiada berguna.
Jeruji besi berwarna hitam pekat dan kokoh kini sudah menjadi pemandangan rutin Tuan Satya setiap hari.Hampir sebulan dirinya menempati kamar tahanan, dan kini ia tengah menunggu proses pengadilan.Tuan Satya tahu bahwa hukuman berat bahkan mungkin hukuman mati tengah menunggunya. Diluar sana terus dikumandangkan massa yang mengecam kekejaman dirinya, agar pengadilan menjatuhkan hukuman mati kepadanya.Dirinya sudah dianggap benalu didunia ini. Ia sangat dibenci oleh masyarakat bumi.“Aku pantas menerima semua ini...! Aku pantas untuk dibenci..!” Tuan Satya bergumam sendiri dan menangis tergugu.Prilakunya yang sangat tidak baik selama ini telah memukul hatinya dalam sebuah rasa penyesalan yang dalam. Namun seperti kata pepatah, 'pikir itu pelita hati, sesal kemudian tiada berguna’. Dan Tuan Satya adalah salah satu contoh dari sekian banyak manusia yang tidak mempedomani pepatah lama yang penuh makna tersebut.“Saudara Satya...!
Read more
Part 68. Pengunduran diri massal.
Bab 67. Pengunduran diri massal.Pagi itu tidak seperti biasanya. Distudio patriot televisi dan di beberapa perusahaan yang bekas milik keluarga Sudarta grup terlihat banyak sekali karyawan dan karyawati yang berkumpulBeberapa orang diantaranya bertindak sebagai panitia yang menerima sebuah map yang diantarkan masing-masing karyawan dan karyawati itu.(Kira-kira apa yaa... isi surat dalam masing map tersebut..? 🤔)“Baik saudara saudariku sekalian....! Saya hanya membantu mengumpulkan surat-surat ini. Saya yakin keputusan ini sudah saudara saudari pikirkan matang-matang.” Ujarnya dengan menggunakan mikrofon.“Sudaaaaah....!!!” Jawab semua orang yang berada disana serempak. Mereka mengacungkan tinjunya ke udara sebagai tanda semangat.Alpan baru saja memasuki halaman studio. Ia sudah siap dengan kemarahannya karena dari semalam patriot televisi tidak menayangkan apapun.Siaran patriot televisi hilang bagaikan ditelan bumi. Y
Read more
Part 69. Seorang petugas sekuriti bernama Budi.
Tuan Junara memasuki halaman kantor Wisnu dengan sepeda motornya. Ia memarkir diantara beberapa motor karyawan yang lain.Belum sempat ia meninggalkan halaman parkir itu tiba-tiba seorang laki-laki mendekatinya.“Selamat sore Tuan Junara...!! Perkenalkan nama saya Samuel. Saya adalah kepala sekuriti disini.” Lelaki yang ternyata bernama Samuel itu memperkenalkan diri dengan hormat.“Oh, selamat siang Bapak Samuel. Saya Junara akan menjadi bawahan Bapak. Sebutkan apa perintah yang harus saya laksanakan ?” Tuan Junara menyalami lelaki itu dan menanyakan tugasnya.Samuel nampak sangat grogi untuk memberi perintah kepada seorang Junara. Siapa sih yang tidak kenal dengan sosok pengusaha yang satu ini..? Selain kaya raya ia juga terkenal sangat dermawan dan berhati mulia. Wajah pemilik stasiun televisi swasta itu dikenal oleh semua orang di negeri ini karena wajahnya sering wara wiri dilayar kaca.Samuel menggaruk kepalanya yang tidak gatal
Read more
Part 70. Dania ikut bergabung.
Wajah Arya langsung bersemu merah begitu melihat kehadiran Soraya ditempat itu. Pemuda itu tidak memperlihatkan wajah cemburu lagi kepada Chen. Soraya sudah menjelaskan kepada Arya bahwa dirinya dan Chen adalah kawan sejak kecil karena mereka bertetangga. Dan Arya juga bisa menerima itu dan memakluminya.“Hai Adik ipar...!!” Seru Dania sumringah menyapa Arya. Dania memang memiliki sifat yang ceplas ceplos. Dirinya sangat berbeda dengan adiknya Soraya yang bersifat pemalu.Arya tersenyum dan menyalami Dania, Soraya dan Chen. Dengan Chen seperti biasa mereka mengadu kepalan tinju sebagai simbol persaudaraan.“Oh ya, Kak Dania.. ini kenalkan Abang Mohzan..!” Soraya memperkenalkan kakaknya itu dengan Mohzan.Dalam hati sebenarnya Soraya berharap Dania dan Mohzan saling jatuh cinta.Mohzan menerima uluran tangan Dania yang menyalaminya.“Terima kasih telah menyelamatkan Mama saya..!” Ujar Mohzan membuka percakapan dengan D
Read more
PREV
1
...
56789
...
12
DMCA.com Protection Status