Semua Bab Istri Tanpa Suami: Bab 21 - Bab 30
143 Bab
21. Ditolong Seseorang
Devano bermalam di sebuah rumah sakit. Tepatnya di kamar VVIP yang kenyamanannya mirip hotel. Untung saja jarinya tidak perlu ditusuk jarum infus, sehingga ia masih leluasa untuk bolak-balik di dalam ruangan itu. Apalagi ada banyak makanan yang telah dibelikan oleh Pak Samsul, sebelum sopirnya itu kembali ke rumahnya."Apa yang harus aku lakukan padamu cacing kremi?! Kau begitu membuatku kesal. Seluruh kesialan keluargaku itu karena kamu pelakunya. Wanita jin!" umpat Devano dengan menggeram. Bayangan wajah Narsih yang menangis tak membuatnya iba. Rintihan dan permohonan minta ampun dari Narsih yang selalu hadir dalam dirinya, tak juga membuatnya sadar. Di hatinya cuma ada satu kesalahannya, telah bersedia menikah dengan Narsih. Tidak ada yang lain. "Aku benar-benar harus menghabisimu!" gumam Devano sambil menggeram kembali.****Sementara itu, di dalam rumah besar lagi menyeramkan. Narsih merasakan mulas di perutnya sedari malam. Ia tidak
Baca selengkapnya
22. Devano Ditangkap Polisi
Narsih baru saja menyusui bayi cantiknya, hingga bayi itu terlelap. Kemudian, menaruhnya kembali ke dalam box bayi yang terletak persis di brangkar tempat ia berbaring. Matanya memandang isi piring makan yang habis tak bersisa.  Ia menyantap semuanya dengan begitu nikmat. Sudah lama sekali rasanya ia tidak makan sayur sop daging dengan perkedel kentang. "Apa kabar kalian di sana? Tusi, Tuso? Semoga kalian baik-baik saja di sana, ya," gumamnya pelan dengan air mata yang hendak meluncur bebas. Ia teringat tiga jenis hewan yang selalu ada bersamanya, membantu memijat kepala dan kakinya, membawakan potongan roti enak yang entah dari mana mereka dapatkan. Mereka juga yang selalu tak sabar mengantre untuk mendapatkan potongan buah apel ajaib darinya."Ibu menyusui, jangan bersedih. Nanti bayinya ikut sedih dan rewel," tegur seorang perawat yang masuk menghampiri Narsih, tanpa diketahui olehnya."Eh, iya Suster. Hanya teringat teman-teman saya sa
Baca selengkapnya
23. Lari dari Rumah Sakit
"Sus, kalau saya keluar sekarang dari rumah sakit boleh, ga?" tanya Narsih pada perawat yang berkunjung pagi ini. "Tunggu dede bayinya puput pusarnya ya, Mbak. Mungkin dua dan tiga harian lagi," jawab perawat."Tapi puput pusar di rumah bisa kan?""Bisa sih, Mbak. Hanya sayang saja uang deposit yang sudah dibayar untuk satu pekan. Mbak, baru empat hari perawatan. Masih tiga hari lagi, sabar ya.""Tidak apa-apa, Sus. Saya ga masalah dengan depositnya, saya hanya sudah tidak betah, ingin buru-buru pulang.""Baiklah, nanti saya bicarakan ke depan ya.""Terimakasih, Sus."Sepeninggal perawat dari ruangannya, Narsih kembali cemas. Bahkan sejak kejadian villa terbakar, ia tidak dapat tidur dengan nyenyak. Ia gelisah dan selalu menatap pintu kamar perawatan. Ia takut Devano tiba-tiba muncul lalu membawa anaknya. Jika terjadi seperti itu, maka dia akan benar-benar membunuh lelaki yang bernama Devano itu.
Baca selengkapnya
24. Ke Surabaya
Hanya dengan memakai sandal rumah sakit, Narsih menyusuri trotoar semakin jauh dari rumah sakit. Di depan rumah sakit, tepatnya di seberang jalan, ada sebuah supermerket. Tujuannya pertama adalah masuk ke dalam sana, untuk membeli pampers dan kain gendongan. Masih sambil memeluk erat bayinya, Narsih berjalan cepat bagai orang sedang dikejar, sampai ia masuk ke dalam supermarket itu."Cari apa,  Mbak?" tanya pelayan toko."Kain untuk menggendong bayi dan pampers. Sama kalau ada selimut bayi," jawab Narsih dengan pandangan menyapu sekitar toko."Ada, Mbak. Sebelah sini!" meskipun karyawan toko memandangnya dengan tatapan aneh, tetapi mereka tetap melayani kebutuhan yang ia minta. Tak lupa, ia juga membeli selembar baju daster berkancing untuk dirinya, tiga bungkus roti dan satu botol minuman mineral untuknya. "Berapa semua?""Seratus tujuh puluh lima ribu. Tapi maaf, kami tidak ada kantung plastik. Kalau mau, Mbak bisa
Baca selengkapnya
25. Bayinya Diculik
"Maaf, Tuan. Saya terlambat. Mbak Narsih sepertinya pergi dari Jakarta. Dari info yang saya dapat, Mbak Narsih terakhir kali terlihat naik angkutan umum ke terminal Bogor sambil membawa bayinya," lapor Pak Samsul pada Tuan Wijaya."Apa jenis kelamin bayinya?""Perempuan, Tuan.""Cari lagi sampai ketemu!" "Saya tidak mau bertemu denganmu, jika kamu belum mendapatkan Aminarsih dan bayinya.""B-baik, Tuan." Pak Samsul meninggalkan rumah besar Tuan Wijaya. Dengan mengendarai motornya menuju rumah. Ia akan berpamitan pada anaknya karena harus bertugas mencari seseorang.Sementara itu, bus yang ditumpangi Aminarsih, kini sudah sampai di rest area. Semua penumpang turun, termasuk Aminarsih. Ada yang menuju kamar mandi, ada yang langsung berjalan ke arah foodcourt untuk menyantap sarapan. Sambil menggendong bayinya, Aminarsih memilih masuk ke dalam kamar mandi, setelahnya ia mencuci muka, agar wajahny
Baca selengkapnya
26. Ditolong Kamal
"Tolong! Bayi saya diculik. Toloooong!" teriak Narsih sejadi-jadinya. Semua ibu-ibu yang bertubuh tambun di dekatnya, ia tegur, bahkan ia tarik paksa. Tetapi tidak ada bayi di sana, lalu di mana bayinya? Di mana Amira? "Seperti apa, Mbak. Ciri-cirinya?" tanya seorang lelaki muda yang melihat dirinya penuh iba."Masih bayi, Mas. Pakai kain merah muda motif bebek. Tolong, Maas," lirihnya dengan air mata yang tak kunjung berhenti. Lelaki itu itu pun mengangguk paham. Ia bergegas mencari sesorang yang kiranya sedang menggendong seorang bayi. Dari dalam hingga menuju pintu keluar terminal. Narsih mencari ke arah yang berbeda."Ya Allah, kembalikan bayiku. Kembalikan!" isaknya pilu. Satu dua orang yang tahu kejadiannya pun ikut bersimpati. Mereka ada yang mengulurkan minuman pada Narsih, ada juga yang mengusap punggungnya, mengatakan kalimat ia harus bersabar. Tak lama, petugas kepolisian terminal dan seorang pemuda, menarik paksa se
Baca selengkapnya
27. Tetangga Kontrakan yang Baik
Narsih bersama lelaki bernama Kamal, pergi menaiki angkutan umum menuju rumah kontrakan Kamal. Tak ada rasa kecurigaan di hatinya pada lelaki yang telah menolongnya menemukan bayi Amira. Ada sorot ketulusan dari netra milik Kamal, sehingga Narsih percaya dan mau ikut bersama lelaki yang tengah asik dengan ponselnya ini."Mbak udah makan?" tanya Kamal tiba-tiba. Narsih menggeleng."Ya sudah, nanti kita beli makan di sana." tunjuk Kamal pada plang warung makan padang yang sangat besar, terlihat dari jalan raya."Kiri, Bang!" angkutan umum pun berhenti. Narsih turun lebih dulu sambil menggendong Amira, dilanjutkan Kamal yang menyusul, lalu membayar ongkos sebesar delapan ribu rupiah.Aminarsih mengangkat kepalanya demi melihat restoran apa yang saat ini mereka datangi. Seketika perutnya berbunyi dan matanya juga berkaca-kaca. Sudah lama sekali ia tidak makan nasi padang. Terakhir makan, saat dibawakan oleh Pak Samsul saat ia berada di rumah t
Baca selengkapnya
28. Harta tak Menjamin Kebahagiaan
"Hah? Y-yang benar, Pak?""Iya, Tuan. Mudah-mudahan keduanya dalam keadaan sehat. Saya ditugaskan Tuan Wijaya untuk mencari Mbak Narsih dan juga bayinya"Mata Devano berkaca-kaca. "J-jadi, anak saya perempuan, namanya Amira?" tanya Devano lagi hampir tak percaya. Pak Samsul tersenyum tips, lalu mengangguk pasti."Tolong temukan mereka, Pak! Agar saya bisa meminta maaf pada keduanya," ujar Devano dengan suara bergetar."Iya, Tuan. Saya akan berusaha menemukan keduanya. Info terakhir, Mbak Narsih ada di terminal Bogor, setelah itu tak terlihat lagi.""Apa Narsih pergi ke luar kota?""Kemungkinan besar seperti itu, Tuan.""Maaf, apa Tuan mau melihat foto bayi Tuan?" tawar Pak Samsul ragu. "Mana, Pak? Saya mau. Hiks ... Saya seorang ayah, hiks ...." akhirnya tangisan itu keluar juga dari Devano. Dengan tangan gemetar, ia menerima ponsel Pak Samsul dan melihat foto yang ada di sana. Bayi cantik
Baca selengkapnya
29. Bertemu Emir
Dua Tahun Berlalu "Ayo, Mbak Ami. Udah ditunggu Bu Fero," ujar Kamal tetangganya."Beneran bawa Amira gak papa?""Gak papa. Udah ayo cepat!"Lelaki muda itu berjalan lebih dulu meninggalkan Ami yang sedang merapikan tas yang berisi susu, baju ganti, dan juga cemilan untuk Amira, anaknya yang baru berusia dua tahun lebih dua bulan.Pagi ini, ia dapat pekerjaan sampingan menjadi pelayan catering, untuk sebuah pesta pernikahan. Pekerjaan yang selalu diberikan Bu Fero padanya. Lumayan untuk tambahan bayar kontrakan, selain membuat peyek, lalu menjualnya dari warung ke warung."Ibu, ayo!" puteri kecilnya menarik-narik ujung bajunya agar seger keluar rumah.Tiiin!Tiin!Suara klakson mobil Bu Fero melengking di depan kontrakannya. Bergegas Ami mengunci pintu. Lalu sambil berlari menggendong Amira, masuk ke dalam mobil
Baca selengkapnya
30. Pernikahan Emir
Saya terima nikah kawinnya Farah Pramesti binti Faisal Armando dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan perhiasan emas seratus gram di bayar tunai."Sah. Alhamdulillah."Dari kejauahan tepatnya di stand siomay, Aminarsih tersenyum senang. Hari ini, ia bertemu kembali dengan lelaki yang pernah menjadi Malaikat Penolongnya, dalam keadaan bahagia. Lelaki itu, di depan sana baru saja mengucapkan ikrar pada Rabbnya, untuk mengarungi bahtera rumah tangga, menyempurnakan agama dengan menikahi gadis yang sangat cantik. Ia tentu saja ikut senang. Karena orang baik, harus mendapatkan yang baik pula.Lalu, apakah ia tidak baik? Sehingga Allah mempertemukan ia dengan Devano, lelaki kejam yang pernah menjadi suaminya hanya dalam beberapa bulan saja. Bukannya ia tidak baik, tetapi Allah menegurnya, agar tidak bermain-main dengan pernikahan. Menerima ajakan untuk menjadi pengantin pengganti hanya karena ingin cepat
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
15
DMCA.com Protection Status