Semua Bab Kesayangan Mami: Bab 31 - Bab 40
71 Bab
Bab 31
     "Mami mohon, Anna. Kasihanilah adikmu, hidupnya selalu malang tak berkesudahan." Mami merintih, sembari terus menitikan air mata. Seolah dirinyalah, yang tengah diselimuti kedukaaan.   Aku mengembuskan napas enggan, tak mau lagi terjebak dalam kepalsuan Mami. Bukan egois, tapi, ada kalanya diri berjuang untuk mempertahankan!  Anggap saja, ini satu hukuman untuk wanita yang sudah melahirkanku ke dunia. Sikapnya yang tak adil, membentuk diriku menjadi seperti sekarang.  Kutatap sekeliling rumah, Papi dan istrinya sedang berada di luar. Dan itu dijadikan kesempatan Mami, untuk datang dengan permintaan konyol.   Di mana ada, seorang istri mau berbagi suami dengan wanita lain? Terlebih, adik sendiri.
Baca selengkapnya
Bab 32
    "Kamu harus ikhlas, Anna. Apapun yang terjadi pasti atas seizin Allah." Begitu katanya, ketika Papi melihatku yang sedang gusar. Menantikan Mas Adi, yang belum pulang jua.   Entah maksud ikhlas menurut Papi itu apa? Tapi, yang kutahu saat ini Mas Adi memang sedang di rumah sakit. Mengurus Anne, yang tak kunjung membaik.  Ucapan Papi sama sekali tak membuat hati tenang, malah semakin gusar. Berpikir yang iya-iya, tentang mereka berdua.   Berpikir, apa tak ada dokter pengganti? Hingga harus suamiku yang terus sibuk, mengurus adikku yang malang itu.   Dering pada telpon, menghentikkan pikiran yang sedang berkecamuk. Ada nama Mas Adi di sana, segera kuangkat dan menetralkan segala rasa resah yang terus mengungkung.&nbs
Baca selengkapnya
Bab 33
    "Kalau kamu tetap bersikeras, lebih baik kita berpisah. Aku nggak mau, membiarkan hati terus dilukai." Berujar dengan penuh ketegasan, kutatap sang suami lekat. Amukan Anne kemarin, benar-benar sudah keterlaluan!    Kami bertiga duduk di ruang tamu, dengan ketegangan yang terus menyelimuti. Jangan tanya ke mana istri Papi, ia lebih suka menghabiskan waktu dengan dunianya sendiri.  Mas Adi tampak gusar, sembari memijat pelipis yang mungkin terasa pusing. Sama, aku juga merasakan hal tersebut secara berulang.  "Apa, nggak ada jalan lain sayang? A-ku nggak mau pisah." Aku berdecak kesal, selalu bilang tidak mau berpisah. Tapi, kenyataan begitu peduli pada Anne hingga sekarang.  Papi hanya terdiam sedari tadi, i
Baca selengkapnya
Bab 34
    Kakiku lemas, saat melihat bendera kuning bertengger di rumah Mami. Ada rasa nyeri yang tak bisa digambarkan, kehilangan itu baru terasa sekarang.  Bukankah kamu kuat, Anne? Kenapa sekarang lemah tak berdaya? Kamu mati, hanya karena dokter meninggalkanmu.    Untuk terakhir kalinya, aku memeluk jasad Anne. Mengguncang tubuhnya dengan air mata terurai, tak menyangka jika ia benar-benar akan pergi untuk selamanya.   Bahkan kita belum mengucap kata maaf satu sama lain, tapi, kamu pergi seolah tak ingin lagi berjuang!  "Simpan air mata palsumu itu, Anna. Pasti, kamu senang 'kan? Dasar anak bawa sial, karena keegoisanmu Anne mati dalam kondisi sedih berkepanjangan." Suara Mami mendominasi, membuat orang-orang
Baca selengkapnya
Bab 35
    Dengan penuh pertimbangan, akhirnya aku dibawa pergi oleh suami menuju luar kota. Menurutnya, berada jauh dari Mami akan lebih baik. Tak ingin terus memupuk luka yang sama, bukankah aku juga berhak hidup bahagia dalam ketenangan?  Bukan tak mau lagi peduli pada Mami, hanya saja keadaan tak lagi sama seperti dulu. Apalagi, semenjak Anne pergi dan takan kembali.   Menatap rintikan hujan pada celah jendela, aku menangis tersedu. Sendiri, dalam kesedihan tak tertahankan.   Mas Adi sudah mulai bekerja lagi, tentu tugasnyapun ikut berpindah. Melupakan masa lalu, memang bukan hal mudah. Tapi, pergi darinya mungkin saja akan jauh lebih baik.   Rasa rindu terhadap Papi, juga makin mengiris kalbu. Apa
Baca selengkapnya
Bab 36
 "Enak dong bersuamikan seorang dokter," seloroh Citra. Tetangga baru, dengan segala keramahan.Aku mengulas senyum, rasa rindu menyusup relung jiwa. Padahal, baru tadi pagi kami berpisah. Tapi, rasanya sudah ditinggal tahunan.Citra duduk lesehan di teras depan, sambil menungguiku yang tengah menyiram tanaman. Maklum, kami sama-sama pengantin baru belum ada anak. Banyak waktu senggang, untuk bisa dimanfaatkan."Enaknya kenapa, Cit?" tanyaku, masih sibuk dengan aktivitas baru-baru ini.Citra terkikik, "Ya enaklah, kalau sakit ada dokter yang rawat. Mana suami sendiri lagi."Ahh, dasar. Citra aneh, gitu aja dibilang enak. Walau sebenarnya memang aku tak menampik, Mas Adi lebih banyak merawat dibanding aku.Seiring berjalannya waktu, aku sudah mulai bisa menerima kepergian Anne. Sering mengirimkan doa, dan kata maaf yang bertubi-tubi.Mas Adi benar, aku harus bangkit. Ikhlas dengan
Baca selengkapnya
Bab 37
 Hari berganti hari, selama itu pula aku terus menyembunyikan perihal wasiat dari Almarhumah Anne pada sang suami. Lebih tidak percaya, apalagi itu semua keluar dari mulut Mami.Ucapan Mami kuanggap sebagai angin lalu, yang disinyalir hanya gertakan semata. Entah apa yang ada dalam pikirannya? Begitu gencar memaksa diri, untuk berpisah dengan Mas Adi.Rupanya, kepergian Anne sama sekali tak membawa perubahan dalam hidup Mami. Malah semakin tak karuan, aku nggak tahu apa lagi yang akan dia lakukan.Jelas sudah aku dan Angga, hanya deretan masa lalu. Rasa itu sudah menguap sudah, terbawa oleh jutaan luka yang telah ia torehkan.Bukan tak ada rasa kemanusiaan, perbuatan Angga yang hampir merebut kegadisanku tentu bukan perkara sepele. Beda lagi, jika kami melakukan karena sama-sama ingin!"Ann, kamu masak apa?" tegur Citra, berbisik pada bilik yang telah dibuat untuk para peserta.Kursus me
Baca selengkapnya
Bab 38
 Dua bulan berlalu, bagaimana kondisi perutmu? Apa sudah berisi?" cecar Papi, saat dirinya datang menyambangi seorang diri.Dahiku mengernyit bingung, saling melempar pandang dengan Mas Adi. Seharunya yang Papi tanyakan adalah kabar, bukan isi perut yang entah maksudnya."Hamil Anna, Adi. Itu yang Papi maksud, apa belum ada tanda-tanda jika istrimu akan segera mengandung?" tanya Papi, menelisik wajah kami lekat.Aku menyeringai, sama sekali tak tahu jika apa yang beliau maksudkan adalah perihal anak. Ahh, aku sendiri belum terpikirkan ke arah sana.Jiwaku belum sepenuhnya tenang, apalagi setelah pertemuan terakhir antara Mami beberapa minggu lalu. Tak ada ide, untuk memulai kejujuran dari mana pada kedua pria yang begitu berarti."Mungkin, belum waktunya, Pi." Mas Adi menjawab, dengan senyum tak lepas dari bibir.Selama menikah, kami memang belum pernah membicarakan perihal anak. Terlalu
Baca selengkapnya
Bab 39
  "Jadi, kemarin Mamimu datang lagi?" tanya Citra, terlihat kepo tak berkesudahan.Tak henti-hentinya Citra mengumpat, seakan begitu membenci Mami seseorang yang bahkan baru dikenal."Begitulah, dia masih terus meneror. Agar aku mengabulkan wasiat mendiang Anne," sahutku masih ingat betul setiap tatapan tajam yang Mami layangkan.Kupikir kematian Anne, adalah ujung dari penderitaan yang selama ini kutanggung. Ternyata semua belum usai, masih ada Mami.Papi dan Mas Adi, juga merasakan keganjalan yang sama. Mereka tak lantas mau mengabulkan wasiat yang dibawa Mami, meskipun wanita itu mati-matian berjuang.Kisahku teramat pelik, tak bisakah Mami membiarkan diriku hidup bebas seperti burung di luaran sana?Aku dan Citra sedang duduk lesehan di teras depan, usai menyiram tanaman. Para suami sudah pergi bekerja, pada tempat masing-masing. Tinggallah kami yang sibuk dengan pikiran tentang Mami,
Baca selengkapnya
Bab 40
 "Seharusnya kamu nggak usah bawa Mami ke rumah sakit! Percuma hidup, kalau tak ada lagi gairah dalam melanjutkannya." Beliau berucap dengan suara parau, netranya kembali meneteskan air mata.Miris sekali hidupmu Mi!Kehilangan Anne membawa dampak besar, bahkan berkali-kali mengucap kata mati seolah mendahului takdir Tuhan.Aku mendesah sedih, berkecamuk dalam pikiran. Apa mungkin dengan mengabulkan wasiat, akan membuatnya kembali bergairah?Namun, bagaimana dengan hati Mas Adi? Kami ... Tengah bahagia dalam biduk rumah tangga yang sedang dijalani. Tidak mungkin diakhiri, dengan cara menyedihkan."Mami belum bisa tenang, sebab kamu ... Masih saja ego. Mempertahankan dokter Adi padahal tahu, wasiat Anne harus segera dikabulkan." Ucapan Mami yang beruntun, seakan kembali merobek hati. Menambah gundah, yang entah akan berakhir kapan?"Mi." Aku berujar, sambil meraih tangan Mami lembut. "Coba kataka
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234568
DMCA.com Protection Status