Semua Bab CINBU dan HURIN (Cinta Seorang Budak): Bab 21 - Bab 30
73 Bab
Bab 21 : Terbongkar
Bab 21 : Terbongkar  Ah, cuaca lumayan panas hari ini. Pakaian jadi cepat kering. Aku sedang melipat pakaian yang baru saja diangkat. "Putri, eh! Bibi ...?" Deg! Tiba-tiba terdengar suara bocah kecil. Aku ... aku kenal suara itu! "Razi!" Aku terpekik, lalu langsung menghambur memeluk keponakan kesayanganku. Bulir bening menyeruak dan seketika bercucuran tanpa dapat tertahan. "Sayaaang, bibi sangat merindukanmu, Naak .... " Kupeluk dan kuciumi Raziku. Bocah itu juga balas memelukku. "Bibi ke mana saja ...?" Razi ikut menangis. Hatiku membuncah penuh dengan kebahagiaan. Terima kasih, Tuan ... dalam hatiku sangat bersyukur atas kebaikan Tuan Rasyad. Kebaikannya bagaikan Dewa ... aku sangat berhutang budi dengannya. "Maafkan bibi, Nak." Aku mengusap air mata yang mengalir di pipi bocah yang kini terlihat sangat kurus itu. "Razi, jangan pa
Baca selengkapnya
Bab 22 : Keresahan
Bab 22 : Keresahan "Sudah, tak perlu dipotong," seru sang panglima sembari meraih apel yang dipegang gadisnya. Sengaja ia menyentuh jemari sang budak cantik beberapa jenak, menyebabkan sengatan yang merampat seperti kilat ke relung hati Zara, lalu sang pria pun memakan buah itu sambil terus menatap tajam ke arah Zara yang kini mulai terlihat pucat dan gemetar. ***Gadis cantik yang kini tampak pias itu hanya tertunduk di atas ranjang besar sang tuan tampan. Sang pria kembali menanggalkan pakaian di hadapannya. Jantung sang gadis jelita seolah akan pecah di rongga dada ketika sang panglima tampan semakin mendekat dan mulai mencumbui bingkai wajahnya. Gelenyar-gelenyar aneh kembali menyerang bertubi-tubi mengiring sentuhan lembut tuannya. Gadis itu tak sanggup lagi menolak kali ini. Tak mungkin ia menjilat kembali apa yang sudah ia lontarkan dari lidahnya sendiri. "Aku suka aroma tubuhmu, Shaki." Suara itu terdengar parau. Sang pan
Baca selengkapnya
Bab 23 : Satu Kesempatan
Bab 23 : Satu Kesempatan  Sudah tiga hari Razi belajar di rumah belajar asuhan Syaikh Muhammad Abdul Ghafur. Ia tampak senang, setiap pulang dari sana, bocah kecil itu selalu bercerita apa saja kegiatannya. Razi bilang pagi-pagi ia dan kawan-kawannya akan berolah raga, setelah itu mereka belajar menulis dan membaca. Selain itu, ia juga diajarkan bela diri. Aku bahagia melihat perkembangan jiwa Razi. Awal mula datang ia masih pendiam dan terkesan murung, tapi sekarang semua sudah lebih baik. Ia bagai terlahir kembali ke dunia. Inilah Raziku, anak yang cerdas dan ceria. Sungguh di dalam hati aku bersyukur kepada Tuanku, karena lewat perantaranyalah Razi kembali seperti semula. Terima kasih, Tuan ... terima kasih yang tak terhingga. ***Sehabis sarapan, waktunya Razi berangkat ke rumah belajar. Tuanku tidak ikut sarapan karena ini hari Kamis, ia biasa saum. Kata Benazir, umat Islam banyak ajaran amalan yang
Baca selengkapnya
Bab 24 : Wafatnya Sang Sulthan
Bab 24 : Wafatnya Sang Sulthan Aku berbaring di atas dada bidang pria tampan yang entah sejak kapan kusimpan rasa kepadanya. Rasa yang semakin hari semakin merambat, mencengkeram, memenuhi daging merah di dalam rongga dada. Tuan ... aku mencintaimu .... Rasa itu kian bertambah karena kebaikannya, karena keluasan hatinya memaafkan kedustaanku selama ini, dan memberikanku kesempatan untuk mengembalikan kepercayaannya yang telah kurusak. "Zara, bagaimana pendapatmu mengenai agama Islam?"Hemm, mengapa Tuan tiba-tiba bertanya tentang hal itu? "Emm, maksudnya mengenai apanya, Tuan?" tanyaku yang masih nyaman di dadanya yang sedikit berbulu."Kau telah melihat bagaimana negara ini menerapkan hukum-hukum Islam. Tentu berbeda dengan di kerajaanmu dulu. Bukan begitu?" tanyanya. "Tentu ... tentu saja, jauh berbeda, Tuan." Kumainkan jemari di dadanya. Ah, betapa menenangkan berada di sini. "Apa
Baca selengkapnya
Bab 24 : Pelecehan
Bab 24 : Pelecehan "Shaki, aku harus pergi. Adikku datang menjemput karena istri dari keponakanku sakit. Tolong kau sampaikan kepada tuan kalau beliau pulang nanti." Benazir yang barusan dari luar karena mendengar ketukan pintu berkata kepada Zara. "Oh, begitu. Baiklah, Benazir ... nanti aku sampaikan kepada tuan," jawab wanita cantik itu. "Nenek! Aku ikut, ya!" seru Razi tiba-tiba sembari meraih lengan keriput Benazir. Benazir menatap Razi dan tersenyum, lalu wanita tua itu mengalihkan pandangannya kepada Zara meminta pendapat. "Apa tidak merepotkanmu, Benazir?" tanya Zara. "Bukan masalah. Dengan adanya Razi, anak-anak dari keponakanku pasti akan riang karena ada teman." Benazir sedikit mencebik, lalu tersenyum semringah. Bocah kecil itu kemudian mendatangi dan meraih kain gamis sang bibi sembari menggoyangkannya. "Boleh ya, Bu ...,"  rengeknya dengan sorot mata memelas. 
Baca selengkapnya
Bab 26 : Sulthan yang Melenceng
Bab 26 : Sulthan yang Melenceng "Tunggulah di sini, Zara," tutur Tuanku setelah menggiringku ke ranjangnya. Kemudian Tuan membuka lemari bukunya dan mengambil beberapa kertas entah apa. Aku hanya memerhatikan dalam diam, masih berusaha menenangkan diri karena kejadian tadi benar-benar membuatku ketakutan setengah mati. Apa yang akan terjadi jika Tuan tidak segera datang? Air mataku kembali jatuh ketika Tuan sudah ke luar kamar. Tubuhku kini terasa lemas tak berdaya. Tak berapa lama, Tuan Rasyad kembali masuk kamar membawa secawan air. "Ini minumlah ...," perintahnya sembari menyodorkan air itu ke hadapanku. Aku meraih cawan tersebut dengan lengan yang masih gemetar. "Terima kasih, Tuan," ucapku pelan, lalu meneguk air itu sedikit demi sedikit. "Ke mana Benazir dan Razi? Sepertinya mereka tidak ada." Tuan bertanya seraya menatapku dengan intens. Ia terlihat sangat khawatir terhadapku. "Ta-tadi ada a
Baca selengkapnya
Bab 27 : Perlawanan
Bab 27 : Perlawanan Semenjak melencengnya sang sultan, Rasyad sudah menghubungi gubernur Konstin dan beberapa gubernur lainnya guna meminta pendapat. Ia mengirim surat untuk melihat berbagai pandangan. Beberapa gubernur malah menganggap sang panglima tidak mau menaati pemimpin, mereka justru balik menasihatinya agar tetap taat. Namun, ada juga beberapa gubernur yang sependapat, termasuk Konstin. Bahkan Konstin mendukung penuh dirinya, sehingga Rasyad memutuskan untuk menyiapkan tentara dari wilayah ini karena Konstin adalah wilayah yang paling dekat dibandingkan dengan yang lain. Gubernur Konstin telah mempersiapkan tentaranya dengan melakukan pelatihan dalam beberapa bulan ini. Memberi mereka wejangan yang benar sehingga dukungan pun sangat besar dari para tentara. Saat ini Rasyad beserta para petinggi dan juga para ulama membuat strategi bagaimana bisa meluruskan kembali kesultanan. Mereka sudah putuskan bahwa pemerintah sekarang harus dan wajib d
Baca selengkapnya
Bab 28 : Pertempuran dengan Pasukan Al Hajjaz
Bab 28 : Pertempuran dengan Pasukan Al Hajjaz Dengan sorot mata nanar Sultan Badrussallam memperhatikan dari ujung ke ujung pasukan yang berada di hadapannya. Kearoganan dan amarah nampak jelas dari wajahnya. Seketika seringaian tampak dari bibir pria berusia dua puluh delapan tahun tersebut, ia meremehkan tentara pemberontak di sana. Ia sangat percaya diri dengan kekuatan tentaranya yang berjumlah lebih banyak dan tentunya mempunyai perlengkapan perang yang lebih lengkap. "Cecunguk-cecunguk pemberontak! Cih!" sergahnya. Rasyad menatap tajam belasan ribu tentara yang berbaris di hadapannya. Walau jumlah dan perlengkapan tempur pasukan yang dibawanya dari Konstin tidak sebanyak dan selengkap pasukan Badrussallam, tapi dengan keyakinan bahwa ia berada pada jalan yang benar yaitu membela syariat Allah dan Rasul-Nya, maka hatinya tidak ragu sedikit pun. Bahkan ia sudah sangat sering berhadapan dengan kekuatan kafir asli yang lebih besar dari ini. 
Baca selengkapnya
Bab 29 : Keputusan Terbaik
Bab 29 : Keputusan Terbaik Hanya sepekan saja Tuan Rasyad berada di Istam, dan hanya sepekan pula kebersamaan kami di negeri ini. Tiba waktunya ia dan yang lain untuk berangkat menuju ke Barkah."Kau baik-baiklah di sini, Zara. Selama aku tidak ada, aku titipkan kau kepada Ummu Syifa. Jadi, dia yang mewakiliku atas kau, Benazir, dan Razi ... kau paham?" Tuanku menatapku lekat. Ummu Syifa adalah istri dari Tuan Abdul Aziz, gubernur Konstin. "Iya, Tuan ... aku paham," jawabku dengan perasaan yang gundah. Sungguh aku mengkhawatirkannya. Bahkan sepertinya aku lebih khawatir dibandingkan dulu saat Kakak atau Furka akan berangkat berperang. Astaga ... mengapa perasaanku begitu dalam kepada pria ini? Kutundukkan pandangan dan mengerjapkan kelopak netra ini berkali-kali agar bulir bening tak jatuh dari pelupuknya. Tiba-tiba Tuan Rasyad menarik tubuhku, lalu menenggelamkanku di dadanya yang bidang. Air mataku lolos begitu saja tak lagi da
Baca selengkapnya
Bab 30 : Zara Hamil
Bab 30 : Zara Hamil "Akhy, sampaikan juga surat ini untuk budak wanitaku di Istam." Rasyad memerintahkan seorang kurir istana yang akan menyampaikan berita ke Konstin tentang pemerintahan yang baru. Ia sekalian menitipkan surat untuk sang budak jelita. "Baik, Sultan!"Beberapa pegawai pemerintahan bersama Abdul Aziz, sang gubernur Konstin berangkat kembali menuju Istam untuk melanjutkan pekerjaan. Sudah tiga hari sejak kematian Badrussallam, pada hari itu juga di waktu malam para Ahlul halli wal aqdy—tokoh-tokoh pembesar, ulama, dan mujahidin—mengangkat Rasyad menjadi sultan. Pada awalnya pria itu menolak, tapi semua orang mendukung keputusan tersebut. Akhirnya Rasyad menerima keputusan syura' yang dilakukan pada bada isya tersebut. Seluruh penduduk Barkah telah mengetahui pergantian pemerintahan dan banyak yang bersuka cita karena mengetahui sosok Rasyad Najmudin yang terkenal cerdas, adil, dan bijaksana. Kurir-kurir
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234568
DMCA.com Protection Status