Lahat ng Kabanata ng Takut Kawin: Kabanata 31 - Kabanata 40
59 Kabanata
Terjebak Bersama Daffin
Mengetahui betapa kesalnya perasaan Dira saat ini, Daffin tanpa meragu menggenggam tangan Dira. Mendaratkan bibirnya di sana. Lalu menatap manja ke arah mata yang sedari tadi memandangnya tajam.“Aku cinta kamu. Sejak pertama kali melihatmu,” ucap Daffin. Nada lembut dan tulus itu tengah berusaha memujuk gadis yang ada di hadapannya.“Bener? Kamu enggak bercanda kan?” tanya Dira dengan nada terputus-putus. Ia begitu bahagia mendapatkan perlakuan lembut seperti ini. Sudah terlalu lama ia sibuk memikirkan keluarganya hingga terlupa untuk memikirkan hati dan perasaannya.“Enggak,” jawab Daffin diikuti gelengan manja. “Sumpah! Aku mencintaimu. Cuma kamu yang ada di hatiku. Aku yakin kamu jodohku, wanita yang Tuhan kirim untuk menjadi ibu dari anak-anakku.”Terdiam malu, Dira sedikit menunduk untuk menutupi pipinya yang merona.“Dira ....”Panggilan lembut Daffin memaksa Dira untuk menoleh ke arahnya.“Bolehkah aku mengecup dahimu?”Tak ada kata yang keluar, hanya kedipan mata sembari meng
Magbasa pa
Takdir Bagi Daffin
“Eh, loh. Udah selesai ngomongnya?” tanya Anton yang mencoba menyapa Dira.Seperti tak dianggap keberadaannya, Dira hanya melongos pergi. Dirinya terlalu kesal pagi ini. Terlihat dari kakinya yang terus melangkah sambil menghentak. Begitu juga dengan tangannya yang bergerak maju mundur seirama dengan langkah.Seakan mengerti dengan keadaan Dira, Anton hanya menggeleng sambil tersenyum lalu masuk ke dalam mobil menghampiri Daffin.“Woy! Lagi kasmaran ya. Senyum terus,” ledek Anton yang dengan sengaja menyadarkan Daffin dari lamunannya. “Gimana ... udah beres?” sambungnya sembari mengangkat kedua alis matanya.Daffin tak menjawab. Hanya mengangguk dengan bibir yang masih terus tersenyum.“Lu sehatkan? Bukannya waktu SMA dulu lu pernah bilang takut kawin ya? Mana sekarang yang lu nikahin cewek seperti dia lagi. Lu enggak kena pelet atau sejenisnya kan? Atau jangan-jangan ....”Ucapan Anton terhenti, matanya melirik dengan penuh rasa curiga. Jari telunjuk kanannya mengarah pada Daffin yan
Magbasa pa
Terbawa Kenangan
Pagi yang cerah mendadak gersang. Panas menyengat terasa menggigit kulit Dira. Sengatan tajam dan menyakitkan itu menerobos masuk hingga ke hatinya. Panas dan sangat menggerahkan, hingga Dira tak lagi menghiraukan panggilan Ria.Dengan menggeleng pelan, Ria hanya bisa menggerutu, “Kenapa lagilah anak itu. Udah ah, aku berangkat aja.”Beberapa saat kemudian, Dira melirik ke arah ruang tamu guna memastikan kepergian Ria. Segera menutup rapat pintu rumah dan menjatuhkan dirinya di atas sofa. Lelah, wajahnya begitu lelah hingga kini pundak dan kepalanya terkulai lemas di atas sandaran kursi.“Gilak, gilak, gilak! Dia cowon pertama yang berani nyentuh aku. Syukur enggak kena bogem tuh orang!” gerutu Dira yang tanpa sadar mengingat kembali momen dimana Daffin membelai lembut kepalanya.Seketika matanya berkaca-kaca, membayangkan masa kecilnya yang suram. Masa itu Dira mendapati kebahagiaannya. Dira kecil mendapat kasih sayang yang cukup dari ibu terutama ayahnya. Sebagai anak sulung berstat
Magbasa pa
Cuplikan Sejarah
Terbangun di tengah malam yang gelap hanya karena sebuah gigitan nyamuk. Berusaha melenyapkan biang pengusik dengan menepuk kuat. Mungkin berhasil mengusir pergi, namun tak lantas mampu mengembalikan rasa kantuk. Lelap seketika lenyap dengan mata yang menyala.Berbaring ke lain arah, meraih kain dan menutupi hingga ke wajah, namun tetap saja tak membuatku kembali tidur. Memejam paksa mata dan menanti lelap, namun justru telinga tajamku menangkap suara aneh.“Ih, suara apa itu?”Penasaran, gadis kecil itu segera keluar dari kelambu usang miliknya. Melangkah pelan dengan kaki kecilnya, mendekati pintu yang tak lagi memiliki pintu. Melirik ke kanan dan kiri mencari asal suara yang ternyata berasal dari ruang tengah.“Ayak?” gumam gadis yang tak lain adalah Dira kecil.“Mak ... cepat kalilah kau pergi ninggalin aku, Mak ....”Kalimat itu terus saja keluar dari mulut pria yang menjadi cinta pertamanya. Terduduk dengan wajah menunduk, wajahnya dipenuhi air mata kesedihan. Tangis kepedihan i
Magbasa pa
Harapan Gadis Kecil
“Hei! Kenapa sih, murung terus daritadi?” tanya Ria yang merusak hayalan Dira.“Apanya kau!” ucap Dira dengan lirikan kesal.“Udah waktunya makan siang. Temani makan yuk! Ada warung makan enak kali loh, murah lagi,” pujuk Ria. Selaku teman serumah Dira, sepertinya Ria tahu kegundahan yang tengah Dira rasakan. Meski belum begitu lama tinggal bersama, namun Dira terlalu mudah memancarkan perasaan hati melalui wajahnya.“Yoklah! Aku yang bayarin deh.”Sontak saja lirikan Dira terlihat tak percaya dan curiga akan kebaikan Ria kepadanya. Gadis Medan yang satu ini sangat sulit menerima bantuan orang lain meskipun ia tengah sangat membutuhkan. Apalagi saat ini, hati dan pikirannya sedang tak karuan.“Is, aku pengen banget loh. Udah beberapa hari ini lidahku rindu masakan kampung. Hehehe, aku mau bayarin kali ini. Tapi besok-besok gantian ya, kamu yang bayari aku,” ucap Ria dengan santainya.Penjelasan singkat dengan nada malu-malu ini berhasil meluluhkan segala kecurigaan Dira. Meski menunju
Magbasa pa
Bubur Ayam
“Apanya yang pemerintahan. Lihat tuh artis-artis yang pada datang. Hah! Palak kali ah kalok kek gini terus. Lama-lama jadi artis jugak aku. Ih, amit-amit! Yang penting jangan sampek anak sebijik itu datang jugak ke sini. Bisa repot aku nantinya,” gerutu Dira setelah tiba di sebuah hotel mewah.Kehadiran Dira di sana tak lain untuk sebuah pengawalan keamanan acara, karena akan dipenuhi oleh banyak pejabat negara. Tak terkecuali presiden. Acara penting ini akan berlangsung selama tiga hari dua malam. Tidak hanya pejabat, artis serta turis asing yang terdiri dari pejabat dan pengusaha hebat pun turut hadir. Pembukaan tempat wisata ini didasari oleh hampir seluruh kawasan Asia terutama bagian tenggara. Tak heran jika ada banyak patung dan tampilan yang menggambarkan khas sebuah negara. Seperti Jepang yang terkenal akan bentuk bangunan serta pohon sakuranya. Australia hewan kanggurunya hingga diletakkan sebuah kangguru asli yang telah dikeraskan. Indonesia dengan beragam baju dan makanan t
Magbasa pa
Seperti Ibu
Menyadari ada keributan di bagian resepsionis, Dira segera menghampiri guna menanyakan apa yang terjadi.“Itu, Mba. Ibu yang ada di kamar 303 jatuh pingsan. Kami sedang menghubungi Dokter ini,” jelas salah satu petugas hotel tempat dimana Dira dan banyak tamu lainnya menginap.“Buk Devi!” seru Dira yang segera berlari menaiki lift menuju lantai tiga. Namun, sayang lift penuh dan kini masih berada di lantai tujuh. Tak ingin membuang waktu Dira segera berlari menuju lantai darurat. Tanpa mengenap lelah ia melangkahkan kaki melewati tiap anak tangga yang akan membawanya ke lantai tiga.Terlihat dari kejauhan kamar 303 dipenuhi beberapa orang karyawan. Dira menerobos masuk untuk melihat keadaan wanita tua yang baru ia kenal tadi malam.“Maaf, Mba dilarang masuk!” ucap salah satu karyawan hotel yang sedari tadi berdiri di pintu.“Kekmana keadaan Ibuk itu? Aku mau lihat!” seru Dira bernada kesal. Ingin rasanya ia memperlihatkan kartu identitas kepolisiannya, namun ia tahan. Saat ini ia tak
Magbasa pa
Dokter Pria
“Dir, bukannya enggak setuju kalau kamu nemani Ibu itu. Tapi malam ini tugas kamu jaga loh. Kalau enggak gini aja, kamu temani Ibu itu. Biar aku yang gantiin kamu malam. Tapi besok kamu yang jaga ya, biar aku tidur,” tawar Ria diakhiri dengan kedipan mata.“Oke deh! Setuju,” ucap Dira diikuti sambutan tangan. Saling bersalaman dan tersenyum, perjanjian pun berlaku. Dira bisa tenang menemani Bu Devi tanpa harus berjaga penuh. Meskipun begitu, ia meminta Ria segera menghubunginya jika terjadi sesuatu yang mencurigakan.Kembali ke kamar, Dira mendapati Bu Devi tengah terbaring dengan keadaan selimut terseret turun ke bagian kaki. Dengan penuh senyum bahagia, Dira menyelimuti wanita tua itu seraya berkata dalam hati, “Makasih udah mengobati rasa rinduku!”Meski sudah dibebas tugaskan, Dira tetap saja tak bisa tidur. Duduk di balkon menatap bulan, Dira merasa kecewa akan dirinya sendiri. Misi khusus selama di Jakarta belum mendapat perkembangan. Bahkan tak ada informasi baru yang ia temuka
Magbasa pa
Kerinduan
Ria seketika lenyap bersama hilangnya sirine ambulans. Luka parah yang ditemukan di kaki Ria pastinya bukan sembarang pisau.“Gimana, gimana?” tanya beberapa pekerja kepada dua petugas keamanan dan seorang pelayan hotel yang baru tiba.“Enggak dapet orangnya. Kami udah kejar,” jawab mereka dengan napas yang terengah-engah.“Siapa yang tau kejadian sebetulnya?” tanya Dira. Amarah memenuhi dadanya. Kesal dan segera ingin menghajar, Dira tak kuasa untuk mendapatkan pelaku yang berani menyakiti rekannya Ria.“Saya Mba!” sahut si pelayan hotel. Ia pun mulai menceritakan kejadian yang ia alami.“Tadi saya ke lantai empat mau nganterin pesanan. Saya lihat teman Mba tadi ngikutin seseorang. Awalnya saya pikir dianya lagi mata-matai cowoknya. Nah, pas saya keluar kamar tamu saya lihat teman Mba lari gitu sambil minta bantuan untuk ngejar. Nah, saya bantu ngejar juga. Cowok yang dikejar masuk lift, sedangkan teman Mba naik tangga darurat. Kebeneran saya ikut juga dari belakang. Tapi lari teman
Magbasa pa
Curi Kesempatan
Langkah kaki terdengar, Dira yang merasa tersudut memilih untuk menuju balkon dan berdiri di sudut ruang. Tak lupa ia menutup pintu, namun keburu ketahuan jika harus menutup rapat. Tiada yang bisa ia lakukan, kecuali menahan napas yang terasa menyesakkan. Tak henti-hentinya Dira memaki dalam hati.“Sial, sial, sial! Dia pulak orangnya. Argh ... kenapa harus dia. Kalok tau dia ponakan Ibuk tau, enggak mau aku kawani malam ini. Aduh ... kalok udah kekgini cemana ya?” Dira terus menghardik dirinya sendiri. Ia merasa kesal karena tak percaya pada pendengaran. Sudah sedari awal ia sadar kalau suara pria itu sama dengan Daffin. Namun, tetap saja ia menepisnya. Hingga hari ini datang, Dira melihat sendiri Daffin menghampiri Bu Devi yang kini masih terbaring lemas.“Bibi, Daffin datang!” ucapnya sembari membelai lembut kepala wanita tua. “Daffin!” seru Devi yang tak menyangka akan kehadiran Daffin. Ucapan ini pun dibalas dengan kecupan di dahinya.“Bibi minum obat dulu ya. Maaf ... Daffin t
Magbasa pa
PREV
123456
DMCA.com Protection Status