All Chapters of Hasrat Sang Guru: Chapter 11 - Chapter 20
75 Chapters
11. Surga
Vidwan sempat terheran-heran melihat ekspresi wajah Grisse yang meskipun hanya menunjukkan seulas senyum tipis, tapi Vidwan tahu bahwa hati Grisse sedang berbunga-bunga.Tentu saja.Gadis mana yang tidak berbunga-bunga jika seorang laki-laki dengan latar belakang seperti Vidwan telah melamarnya. Seorang dosen yang sudah jelas pintar serta tampan. Benar-benar kombinasi dambaan Grisse. Ya, Vidwan telah melamar Grisse. Tak tanggung-tanggung, laki-laki dengan usia yang terpaut dua puluh tahun dengan Grisse itu baru saja memintanya untuk menjadi istrinya.Ya, bukan menjadi kekasih atau pacar, tapi istri.Bukankah kedudukan seorang istri lebih baik daripada kekasih?Tentu saja.
Read more
12. Godaan
“Tunggu, kamu mau ke mana?” Tanya Grisse sambil menahan pergelangan tangan Vidwan. Yang ditanya hanya mengulas senyum tanpa mengatakan apa pun. Vidwan mengangkat tangannya yang tengah digenggam Grisse kemudian membawanya mendekat ke arah bibirnya. Cup. Sebuah kecupan lembut didaratkan Vidwan ke punggung tangan Grisse. “Aku akan menyiapkan air hangat untuk kita berendam.” Vidwan kembali mengecup tangan Grisse kemudian mengurai genggaman tangan gadis itu perlahan. “Tidak bisakah kita berendam setelah kita… melakukannya?” Grisse ragu-ragu menyelesaikan kalimatnya. Wajahnya kembali bersemu kemerahan. “Berendam di air hangat yang bercampur aromaterapi a
Read more
13. Dewasa
“Kenapa kau terus merajuk, Grisse?” Tanya Vidwan sambil mengulum senyum. “Aku tidak merajuk. Aku hanya ingin kita segera selesai berendam.”“Hey, kamu sudah tidak sabar ya?” Vidwan menjawil dagu Grisse. Dengan polosnya Grisse mengangguk. Vidwan terbahak. Ia senang melihat reaksi polos Grisse.“Mana yang kamu ingin lakukan terlebih dulu, bercinta di kamar mandi atau di atas ranjang.”“Tentu saja di ranjang.” Sergah Grisse cepat. Vidwan pun kembali terbahak mendengarnya.Vidwan kemudian mengambil spons mandi yang berada di sisi kanannya. Dengan perlahan ia menggosok punggung Grisse sambil menggoda puting gadis itu.&l
Read more
14. Bercinta Sambil Belajar
“Kau lelah?” Tanya Vidwan sambil membelai punggung Grisse yang berbaring memunggunginya. Grisse mengangguk lemah. Tentu saja ia kelelahan. Entah sudah berapa kali Vidwan membuatnya mereguk kenikmatan bercinta. Meraih puncak kenikmatan bersanggama jauh lebih banyak daripada lelakinya. Vidwan memang piawai membuat Grisse orgasme. Dan kini, sambil berbaring miring membelakangi Vidwan, Grisse berpikir tentang kepiawaian Vidwan dalam bercinta. Entah sudah berapa kali Vidwan bercinta selama ini. Sudah berapa banyak wanita yang ia puaskan seperti dirinya.Menyadari kenyataan bahwa tentunya ada banyak sekali wanita yang mengerang di bawah kungkungan Vidwan serta meneriakkan nama laki-laki itu membuat Grisse sedih.“Vidwan...” panggil Grisse masih tetap pada posisinya. Vidwan tidak menyahut. Yang dilakukan lelaki itu adalah menarik Grisse kemudia
Read more
15. Selisih Paham
“Bisakah kau sedikit bersabar, Grisse?” Tanya Vidwan dengan nada tidak suka. Vidwan benar-benar kesal karena Grisse terus menanyakan kepastian kapan mereka akan menikah. Jika Vidwan tidak salah menghitung, sepagi ini saja sudah lima kali Grisse menanyakan hal yang sama. Vidwan tahu bahwa Grisse tengah merasa bersalah dengan keputusan yang telah diambilnya. Masih menurut dugaan Vidwan, Grisse juga ketakutan. Ketakutan yang disebabkan oleh rasa khawatir yang terus memenuhi hatinya. Tanpa Grisse sadari, rasa takut yang terus ia pupuk melahirkan keraguan yang justru semakin menyiksa dirinya. Grisse meragukan kesungguhan Vidwan. Gadis itu akhirnya meyakini satu hal yang tidak menyenangkan bahwa Vidwan tengah berusaha lari dari tanggung jawab. Padahal, seandainya Grisse tahu, tidak pernah sedikit pun terlintas dalam hati juga otak Vidwan bahwa ia akan meninggalkan Grisse. Sungguh Vidwan telah j
Read more
16. Takluk
Grisse mengempaskan tubuhnya ke atas ranjang berukuran sembilan puluh kali dua ratus sentimeter di kamar asramanya. Gadis itu sengaja berbaring dengan posisi tengkurap karena ingin membenamkan wajahnya sedalam mungkin. Setelah beberapa saat, tangan Grisse meraba-raba area di atas kepalanya. Begitu telapak tangannya menyentuh bantal yang letaknya tidak terlalu jauh dari atas kepalanya, Grisse kemudian meraih bantal itu. Ia pun kemudian mengubah posisi tidurnya menjadi telentang. Diletakkannya bantal tepat di bawah kepalanya. mata Grisse menatap nanar langit-langit kamar asramanya yang berwarna putih kusam.Lama Grisse menatap langit-langit kamar sambil sesekali mengedipkan matanya. Lambat laun, kedipan mata Grisse semakin cepat. Gadis itu berusaha menahan titik-titik air yang telah menggenangi kelopak matanya. Air mata pun meluncur cepat ke arah samping. Beberapa di antaranya terkumpul di cekungan daun teli
Read more
17. Piawai
Lagi-lagi bibir Grisse mengulas senyum ketika ingatannya kembali diputar ke kejadian beberapa waktu lalu. Vidwan datang ke kamarnya untuk meminta maaf padanya. Bukannya menjawab permintaan maaf yang dilontarkan Vidwan, Grisse justru tergoda hingga akhirnya ia kembali bercinta dengan gurunya. Bagaimana tidak tergoda, jika Vidwan begitu agresif menyentuhnya di titik-titik paling sensitif dirinya. Kini otak Grisse sibuk mengingat bahwa sentuhan tanpa menggunakan tangan lebih berbahaya. Sentuhan tanpa menggunakan tangan mampu membius objek yang disentuh. Ia begitu melenakan dan mengecewakan bila buru-buru disudahi.“Hey, kau masih terjaga?” Tanya Vidwan masih dengan mata terpejam. Grisse menoleh ke samping kanannya. Sang dosen terlihat seperti sedang tidur, namun ia tahu bahwa laki-laki itu terjaga. Laki-laki itu tengah berpura-pura tidur.“Aku ti
Read more
18. Hadiah
Grisse mengerutkan keningnya ketika rongga mulutnya tetiba dipenuhi oleh cairan kental dengan rasa yang sulit digambarkan.  Rasa yang sangat asing dan… aneh. Detik berikutnya, Grisse buru-buru menggunakan paha Vidwan sebagai tumpuan kedua tangannya agar ia bisa bergegas berdiri. Grisse cepat-cepat menjauhkan mulutnya dari kemaluan Vidwan. Rasa mual yang hebat membuat Grisse berlari menuju wastafel dan sesampainya di depan wastafel, tanpa menunda lagi Grisse pun…. Hoek! Grisse memuntahkan seluruh cairan yang tertahan di mulutnya. Perutnya seperti diaduk-aduk dengan cepat tatkala otaknya kembali mengingat rasa yang ditangkap oleh saraf lidahnya. Vidwan bangkit dari duduknya kemudian bergegas mendekati Grisse. Meski terlihat enggan, Vidwan terpaksa harus mengenyahkan sensasi nikmat akibat klimaks yang dialaminya. Untuk saat ini, Grisse lebih penting. Gadis itu terlihat lemas dan sangat menderita di depan wastafel. Vidwan memijit
Read more
19. Saree Merah
Grisse mengerjap beberapa kali sambil berusaha mengumpulkan kembali ingatannya tentang apa yang baru saja ia lalui. Grisse ingat bahwa ia tidak sedang berada di apartemen Vidwan, melainkan di kamarnya sendiri. Namun, Grisse tersentak begitu mengingat nama Vidwan. Vidwan. Ya, Vidwan datang ke kamarnya sambil membawa hadiah. Hadiah? Hadiah apa? Saree. Saree pernikahan. Ya Tuhan…. Grisse membekap mulutnya sendiri. Vidwan mencoba meminta maaf padanya dengan membawakannya saree. Vidwan tahu bahwa Grisse sangat ingin memakai saree. Dan tadi, sebelum mereka kembali bercinta sebagai bentuk permintaan maaf, Grisse sempat melihat saree itu. Saree indah dengan dominan warna merah dan emas. Grisse menoleh ke samping kanannya. Vidwan masih tertidur pulas dengan posisi miring menghadap dirinya. Bagaimana laki-laki itu bisa tidur dengan sangat nyenyak, padahal sebentar lagi mereka ada kelas. Grisse ingin membangunkan Vidwan, namun ket
Read more
20. Gadis Pintar
Grisse tiba di kampus lebih awal. Ia pun memutuskan untuk segera masuk ke ruang kelas karena tidak ada yang bisa dilakukannya di jam tanggung seperti sekarang. Sesampainya di dalam kelas, ternyata ruangan masih kosong dan sunyi. Grisse menatap bangku di deretan paling depan. Sebelumnya, ia selalu menjadi pemilik salah satu bangku di sana, bangku yang tepat berhadapan dengan meja dosen. Kali ini Grisse enggan duduk di sana. Ia kemudian mengedarkan pandang, melihat setiap barisan bangku. Lama berpikir, akhirnya Grisse berhasil membuat keputusan. Ia memilih untuk duduk di salah satu bangku paling belakang, yang dekat dengan jendela. Tepat ketika Grisse menarik kursi kemudian duduk di bangku yang telah dipilihnya, satu per satu mahasiswa yang mengambil kelas Bahasa Sansekerta datang. Grisse memperhatikan satu demi satu teman-temannya yang masuk melalui satu-satunya pintu di ruangan itu kemudian menyebar untuk mencari bangku yang akan mereka duduki. Grace
Read more
PREV
123456
...
8
DMCA.com Protection Status