All Chapters of Cinderella Hot Story: Chapter 11 - Chapter 20
160 Chapters
Meneruskan Rencana
Setelah briefing pagi di ruang divisi iklan selesai, Rindu tidak langsung keluar dari tempat tersebut. Rindu merebahkan separuh tubuhnya pada meja meeting yang berada di tengah ruang iklan, sembari menatap ponselnya yang tidak bisa lagi menyala. “Dilembiru napa, Rin, daripada dilihatin mulu,” ucap salah satu rekan kerjanya yang bernama Eca.  Rindu melirik malas, tanpa bergerak sedikit pun. “Elo yang mau beliin?” “Ogahlah, lo, kan, punya duit. Masa’ gue yang beliin,” sewot Eca meletakkan tas selempangnya di meja lalu mengambil lipstik dan sebuah kaca kecil dari dalam sana. Rindu hanya diam dan memperhatikan Eca menyapu lipstik berwarna peach tersebut ke bibir tebalnya.  “Makanya cari cowok, Rin. Biar beban hidup, lo, sedikit berkurang,” ujar Eca menasehati dengan sok bijak. “Kalau mau apa-apa, lo, tinggal minta aja sama cowok, lo. Beres!” Hal seperti inilah yang membuat otak polos Rindu lama-lama terkontaminasi. Eca selalu saj
Read more
Keributan
Sedari pagi, Rindu sudah mengirimkan banyak chat kepada Dewa. Namun, tidak ada satu pun yang dibaca oleh pria itu itu. Pesan di aplikasi hijau itu, hanya menunjukkan tanda centang dua, tanpa berubah warna. Pesan yang dikirimkan Rindu sebenarnya tidak ada yang aneh, ia hanya bertanya di mana posisi Dewa saat ini dan ingin menemui pria itu karena ada beberapa hal yang harus dibicarakan. Rindu jadi bertanya-tanya, apa ponsel pemberian Dewa ini, merupakan bayaran atas kegiatan panas mereka malam itu? Jika iya, itu berarti, tidak akan ada lagi hubungan yang akan terjalin di antara mereka berdua ke depannya. Rindu harus berlapang dada, jika kegadisannya ternyata hanya diberi harga senilai ponsel merek ternama, keluaran terbaru. Miris. Kalau begini, lebih baik ia jual diri saja sekalian. Atau, mencari seorang pria yang mau menjadikannya seorang sugar baby. Sesat! Pikiran Rindu benar-benar sudah terlampau sesat, karna semua perlakuan yang suda
Read more
Tak Kenal Maka Tak Sayang
Dewa menarik satu sudut bibirnya ke atas, ketika melihat Reno memasuki kafe lobi gedung apartemen yang ditempatinya saat ini. “Rindu, Rindu …” ucap Reno sembari menggeser kursi lalu duduk di sana. “Cuma gara-gara Rindu, sampai ngungsi ke apartemen. Ckckck.” Dewa tertawa pelan mendengar ucapan mantan asisten, yang kini sudah menjabat sebagai direktur utama di perusahaan milik Abraham, ayah Dewa. Dulunya, Renolah yang mengurus segala sesuatu tentang Dewa, sampai Abraham meminta sahabat sekaligus asisten putranya itu, untuk menduduki posisi penting di perusahaan. Sejak saat itulah, Reno sudah terlalu sibuk dan keduanya sangat jarang bertemu seperti sekarang. Sementara Dewa, masih ingin mendedikasikan hidupnya untuk menjadi wakil rakyat yang duduk di Senayan. Ia masih betah begelut di dalam pemerintahan untuk lebih memperluas jaringan relasi yang ada. Agar nantinya, Dewa bisa dengan mudah masuk ke dalam setiap lini untuk mempermudah jalannya untuk lebih b
Read more
Lepas Dari Pelukan
Sejak pertengkaran malam itu, Rindu tidak lagi menginjakkan kaki di rumah milik Radit. Meskipun sang ibu berkali kali mengirimkan chat serta menelepon untuk membujuknya pulang, tapi Rindu sudah tidak ingin lagi kembali ke sana. Selama beberapa hari ini pula, Rindu membuang semua rasa malunya dengan menginap di rumah Eca sampai tanggal gajian tiba. Atau, mungkin sampai Rindu mendapatkan kosan yang murah, hingga ia bisa membagi uang gajinya untuk membayar cicilan motor, dan menyisihkan untuk kuliahnya. Jika tidak dapat juga, mau tidak mau Rindu akan mengorbankan kuliahnya terlebih dahulu. Mengambil cuti untuk sementara, dan fokus pada pekerjaannya saat ini. Yang menjadi dilema adalah, jika Rindu tidak meneruskan kuliah dan tidak mendapatkan gelar diplomanya, nasibnya mungkin akan begitu-begitu saja. Karena jika Rindu ingin melamar kerja dengan jabatan yang lebi
Read more
Tidak Akan Pernah
Manik sipit Dewa itu mengerjab cepat, saat mendengar penjelasan dari Riko dengan seksama. Cukup membingungkan, tapi, itulah fakta yang telah disampaikan oleh asisten pribadinya. “Jadi, dia pindah ke kos dan ambil cuti kuliah tiba-tiba?” tekan Dewa sekali lagi untuk lebih memastikan semua ucapan Riko. Riko hanya mengangguk, karena sudah menyampaikan informasi sesuai dengan apa yang didapatnya. “Dan sampai sekarang, kamu masih belum tahu alasan sebenarnya Rindu keluar dari rumah itu?” tanya Dewa lagi. “Ya, sama seperti yang kemarin, Pak, jawabannya,” ungkap Riko menjelaskan sekali lagi. “Menurut info yang terima, Rindu mau hidup mandiri.” Dewa yang sedari tadi berdiri di samping jendela kaca ruang tamu apartemennya, menoleh pada Riko yang tengah duduk di sofa. “Nggak masuk akal, Rik. Kalau mau hidup mandiri, seharusnya sejak keluar dari rumah itu, dia langsung pindak ke kosan, tapi ini nggak, dia numpang dulu di tempat temannya, kan?” Ri
Read more
Terluka Seorang Diri
Rindu menghela berat, ketika melihat nama sang ibu kembali tampil di layar perseginya. Kembali, Rindu langsung merejectnya dan mengembalikan ponsel tersebut ke dalam tas. Hatinya sudah benar-benar terluka, karena sebagai ibu, Tiara sama sekali tidak pernah membelanya di depan keluarga Radit.Rindu sangat mengerti kalau sang ibu memiliki trauma mendalam, akan kehilangan di masa lalu. Hanya saja, Rindu benar-benar tidak bisa terima kalau dirinya diperlakukan seperti anak tiri.“Dengan Mbak Rindu, kan?” tanya seorang pria yang berhenti tepat di depan Rindu, yang baru keluar dari pintu lobi kantornya.“I … ya, saya Rindu, dengan Mas siapa dan ada keperluan apa?” Rindu balas bertanya seraya melirik satpam yang tengah duduk santai di posnya.&ldq
Read more
Sudah Melihat Semua
“Mbak Rindu!” sang pria yang diberi tugas untuk mengantar Rindu itu keluar dari mobil secepat mungkin. Menghalangi jalan Rindu dengan merentangkan kedua tangannya. “Mbak Rin, tolong masuk sebentar, Mbak,” mohon pria itu sembari memegang ponselnya yang terus saja berdering.“Nama Mas siapa, sih?” decak Rindu sudah terlampau kesal tapi tidak tega ketika melihat tampang memelas pria itu.“Dani, Mbak,” jawabnya masih dengan merentangkan kedua tangannya.“Mas Dani, saya—”“Saya bakal dipecat, kalau Mbak Rindu nggak masuk ke dalam,” putus Dani memasang wajah yang benar-benar panik. Ia mempersempit jarak sembari menunjukkan ponselnya yang terus saja berdering. “Nih, Mbak. Bang Riko nelpon, pasti mau mecat saya.”“Bukan urusan saya,” sahut Rindu dengan semua rasa sakit hati yang sudah menumpuk sesak di dalam dada.“Istri saya lagi hamil, Mbak.
Read more
Jangan Coba Macam-macam
Kedua orang itu duduk berhadapan dan sama-sama saling melipat tangan di depan dada. Tidak ada ekspresi apapun yang ditunjukkan di wajah Dewa. Sementara Rindu, sorot matanya sudah tersurat tajam penuh kekesalan.Sedangkan sang dokter yang sudah memeriksa Rindu beberapa waktu lalu, telah diminta keluar ruangan oleh Dewa, karena ada hal yang harus dibicarakannya dengan Rindu.“Katanya sibuk, banyak kerjaan,” sindir Rindu bernada malas. Ia sudah tidak ingin lagi memperpanjang masalah yang ada di antara mereka. “Kenapa masih nahan saya di sini?”Dewa tidak menjawab. Ia masih sibuk memperhatikan Rindu dari ujung rambut, hingga ujung flat shoes yang dipakai gadis itu. Begitu sederhana, tanpa ada satu pun barang bermerek melekat di sana. Mungkin karena itulah, Rindu sempat mendekati Dewa, agar gadis itu bisa mengubah hidupnya.Rindu berdecak. “Pak Dewa, kan, sudah tahu sendiri dari dokter tadi, kalau saya nggak hamil. Lagian cuma sem
Read more
Sebuah Titipan
“Mbak Rindu!” Rindu yang baru membuka pagar kosannya untuk memasukkan motor, segera menoleh. Sepulang kerja barusan, ia sama sekali tidak memerhatikan, kalau ada mobil yang menjemputnya siang tadi, tengah parkir bersebrangan dengan kosannya. Rindu lantas menutup pintu pagarnya kembali, lalu menghampiri pria yang siang tadi telah mengantar jemputnya untuk memeriksakan diri di dokter kandungan. Ternyata, Rindu sudah salah sangka kepadan Dewa. Pria itu sudah berada di dalam klinik dan menunggu Rindu untuk memeriksakan kehamilan yang akhirnya tidak terjadi. Sebenarnya, ada sedikit rasa sesal karena telah menolak ajakan Dewa untuk pergi ke rumah pria itu sepulang kerja. Padahal, pria itu membuka satu kesempatan lagi pada Rindu untuk lebih dekat dengan impiannya. Namun, karena rasa gengsi, harga diri, serta rasa sakit hati Rindu pada Dewa yang tidak mengacuhkannya, maka ia menolak semua itu. “Mas Dani ngapain sampai datang ke sini?” tanya Rindu yang
Read more
Sakit Kepala
“Bapak nggak tokcer kali.” Satu kalimat itu, selalu terngiang di kepala Dewa sejak Rindu meninggalkannya siang tadi. Dewa sangat mengerti kalau mulut Rindu itu memang tidak bisa direm sama sekali jika berucap. Hanya saja, dari sekian banyak kalimat yang dimuntahkan gadis itu setelah Dewa mengenalnya, baru kali ia merasa tersinggung dan harga dirinya sebagai seorang pria seolah diobrak abrik oleh Rindu. Perasaan kesal itu pun bertambah ketika ia melihat undangan Hening yang masih tergeletak di sofa. Dewa mengingat ucapan Riko yang mengatakan, bahwa mantan tunangannya itu akan pindah ke rumah yang lebih besar, karena tengah mengandung kembali. Itu berarti, jika Dewa menghitung kembali ke belakang, Hening sudah hamil sebanyak tujuh kali. Sekali keguguran, lima kali melahirkan dan ditambah, satu lagi yang masih berada di dalam perut wanita itu. Sungguh tidak bisa dipercaya, jika Dewa tidak mengetahui hal tersebut secara langsung. Memangnya, harus berapa k
Read more
PREV
123456
...
16
DMCA.com Protection Status