Semua Bab Ditolak Sopir Miskin : Bab 11 - Bab 20
45 Bab
Kenyataan
Sepulang dari makan malam, kuselonjorkan kaki dan bersandar di kepala ranjang. Mencoba mencermati setiap kalimat yang terucap dari bibir tipis itu.  'Tunggu dulu, bukankah Fajar sempat bilang jika dia menyukai sesuatu, dia akan menjaganya, bukan malah merusaknya?' Aku langsung duduk menegakkan punggung.  'Apa mungkin ... Fajar juga menyukaiku?'  Ish!  Tentu saja dia akan menjagaku. Bukankah aku bosnya. Kembali kusandarkan punggung di kepala ranjang. Aku menerka-nerka tentang perasaan Fajar terhadapku.Tidak menutup kemungkinan ia pun menyukaiku.  Aku tersenyum sendiri saat ingat bagaimana cara ia menuntun jemariku ke mushola itu, menghapus air mataku dengan lembut, dan yang tidak bisa kulupakan saat ia berkata, aku adalah gadis yang baik. Lagi, bibir ini menyungging senyum mengingat semua itu. Aku menutup wajahku sendiri dengan bantal sembari tertawa gemas. Mungkinkah aku jatuh cinta? Yang aku tahu selam
Baca selengkapnya
Fajar, tolong ....
"Dia, tanggung jawabku, Nyonya." Aku memejamkan mataku, geram.  'Bukan jawaban itu yang aku harapkan, Pak Sopir tampan.' Batinku kesal."Nyonya.""Ya?" sahutku pura-pura tersenyum simpul saat menoleh ke arahnya."Bukankah kita berteman? Apa tidak apa-apa aku menceritakan semua ini kepada, Nyonya?"Aku tersenyum tipis, mengulurkan tangan, dan menunjukkan jari kelingking padanya. Fajar tersenyum dan menautkan jari kelingking kami berdua."Tak masalah. Kita berteman!" Aku berucap mantap.***Hari ini jadwalnya snorkeling bersama teman-teman lainnya. Aku memilih menunggu mereka di pinggiran Villa bersama Bu Aida, salah satu direktur Distributor dari Sulawesi. Holand berulang kali melambaikan tangan, mengajak aku berenang. Meskipun aku sangat ingin, tapi aku tidak mau melakukannya. Aku takut kulit dan wajahku terbakar."Dek, kamu melamun aja," tegur Bu Aida. Aku hanya tersenyum tipis menanggapi sapaannya. "Kamu suk
Baca selengkapnya
Penyelamatku
Tubuhku terus menggeliat. Sebisa mungkin berusaha terlepas dari bajingan ini. Setelah tenagaku hampir habis, aku memejamkan mata, tangis semakin menjadi. 'Ya, Allah ... Fajar, di mana kamu? Tolong aku, Fajar. Tolong aku .... ' batinku merintih diiringi linangan air mata. Tok ... tok ... tok ....Terdengar suara pintu diketuk oleh seseorang. Holand tampak kaget dan menoleh ke sumber suara. “Dek, Dek Ratu. Ini Bu Aida! Gimana, masih sakit nggak perutnya?” teriak Bu Aida dari luar.Holand menatapku tajam. "Ratu, jangan coba-coba bicara apapun. Jika Kau berani memberitahu Bu Aida soal ini, aku bisa berbuat hal yang lebih kejam dari ini.” Ia langsung melepas sumpalan di mulutku.“Kenapa, Bu?” Terdengar suara Fajar juga ada di depan pintu kamar ini. 'Alhamdulillah, ya Allah.' Batinku mengucap syukur. “Begini, tadi Dek Ratu bilang perutnya sakit, karena khawatir j
Baca selengkapnya
Perasaan Fajar
Aku mengangguk setuju. Fajar bergegas pergi ke luar mencari makanan. Kepayahan aku berusaha duduk dan turun dari ranjang, mencari ponsel yang sempat terjatuh saat terkejut dengan kedatangan Holand. Dengan lemah aku menapakkan kaki ke lantai kayu di Villa ini.Sialnya ponsel tidak sengaja terinjak dan pecah. Aku menunduk untuk mengambil ponsel yang sudah pecah itu, kemudian malah tersungkur hingga tubuhku terjerembab. Perutku semakin perih, nyeri pada dada semakin menusuk. Aku menggeliat di lantai menahan sakit yang kian menyiksa, aku meringkuk miring sembari meremas perut ini.“Akh!” pekikku meringis menahan sakit. Suara dernyit pintu terdengar, kemudian pintu itu terbuka. "MasyaAllah Nyonya!" pekiknya langsung berlari menghampiri. Fajar membawa sebuah mangkok di tangan. Kupejamkan mata sembari menggigit bibir ini, perih. Diletakkannya mangkuk ke atas nakas kemudian mengangkat tubuhku ke ranjang. Di tariknya selimut sa
Baca selengkapnya
Langit dan Bumi
Tok ... tok ... tok ....“Nyonya!” panggil Fajar pagi itu. Aku sebenarnya sudah bangun sejak tadi, hanya saja entah mengapa agak gugup jika harus bertemu Fajar setelah semalam mendengar pengakuannya pada Holand.“Nyonya!” panggilnya sekali lagi.“I ... iya ...,” sahutku terbata. Aku merapikan rambut dan baju terlebih dahulu, baru melangkah menuju pintu untuk membukanya.Kreakkkk ....Pintu terbuka, Fajar langsung melempar senyum padaku. Aku tersenyum tipis sembari menyelipkan rambut ke belakang telinga. Rasanya, pertemuan ini berbeda dengan saat aku belum mengetahui perasaanya.“Nyonya, bagaimana? Sudah enakan?” “Alhamdulillah, sudah lebih baik,” sahutku singkat. “Syukurlah.”Kemudian ia berjalan menuju kursi di depan villa ini. Kututup pintu dan menyusulnya. Hening. Sesekali aku mencuri pandang, lalu tersenyum s
Baca selengkapnya
Surprise
Malam ini penutupan rapat, semua perwakilan Distributor di minta berkumpul di restoran. Hanya untuk mengadakan makan malam dan mengucapkan salam perpisahan. Dari tadi aku tak melihat Holand, ke mana dia?“Maaf bu Aida, kok saya nggak lihat Pak Holand, ya?”“Oh, kata temen lainnya dia sudah pulang lebih dulu. Ada urusan mendadak, Dek. Eh, kalian bener ya pernah dekat, maaf kalau waktu itu saya mengganggu kebersamaan kalian,” ucap Bu Aida tersenyum malu. Andai Ia tahu, saat itu dia telah menolongku.“Nggak mengganggu, Bu. Saat itu kami ngobrol biasa saja,” jawabku sedikit sungkan.“Eh, di makan dulu, Dek makanannya. Semoga kita bisa bertemu kembali di lain kesempatan.” Bu Aida memeluk.“Aminnn, Bu.” Aku membalas pelukannya.“Ratu, semoga bisa bertemu di lain waktu,” ucap Pak Sigit tiba-tiba mengulurkan tangan. Aku melerai pelukan dan membalas uluran tangannya.&ldqu
Baca selengkapnya
Kado dari Fajar
Aku bahkan belum melihatnya sejak tadi, ke mana dia?Aku keluar kamar mencari keberadaannya, di semua tempat tak ada. Aku mendekati Pak Sopian yang sedang duduk di dapur bersama Bik Darmi dan Pak Joko.“Nyonya, kok keliatan bingung? Ada apa?” tanya Bik Darmi semringah.Aku tersenyum, kemudian ikut duduk di lantai bersama mereka.“Eh, Nyonya jangan duduk di sini nanti masuk angin!” kata Pak Joko cemas.“Iya. Nyonya. Biar kami saja yang duduk di bawah, Nyonya silakan duduk di atas,” Sambung Pak Sopian.“Bener Nyonya, bagaimana kalau nanti sakit,” ucap Bik Darmi.“Biasa aja ah, kalian lebay deh!” jawabku terkekeh.Buru-buru Pak Sopian melepas sarung yang melilit di lehernya. Kemudian sarung itu dibentang lebar-lebar untuk kududuki.“Pak Sopian terima kasih,” ucapku.“Iya Nyonya, sama-sama,” jawabnya sedikit membungkukkan punggung.
Baca selengkapnya
Kemarahan Fajar
Aku melangkah keluar kamar setelah bercermin dan yakin sudah siap berangkat bekerja. Hari ini aku harus membeli ponsel yang baru karena ponselku rusak. Aku harus memberi tahu Fajar mengenai Lestari, hanya saja rasanya tidak enak jika tanpa bukti. Perlahan aku menuruni anak tangga menuju ke meja makan. Semua orang sudah menunggu di sana.Bik Darmi mengambilkan sarapan untukku. Kulirik Fajar sekilas yang duduk berseberangan denganku. Ia tampak asik dengan sarapannya, tidak sadar sejak tadi ada yang memperhatikannya. Selesai sarapan aku langsung menuju ke mobil yang sudah disiapkan di depan rumah, karena Desi sudah sejak tadi menunggu di sana. Fajar membukakan pintu mobil untukku.“Silakan, Nyonya."Aku hanya melempar senyum menjawabnya, kemudian melesat masuk.“Selamat pagi, Nyonya. Apa kabar?” tanya Desi gugup.“Pagi, Desi. Baik Alhamdulillah, anakmu gimana? Sudah sehat?” tanyaku yang membuat wajah itu tampak berseri-se
Baca selengkapnya
Fitnah Holand
"Fajar, kau marah?” tanyaku bingung.“Apa karena Nyonya bisa melakukan semuanya sehingga Nyonya berhak mencampuri urusan orang lain?”“Fajar! Kau....” Aku kesal, dengan cepat aku membuka pintu mobil dan pindah ke jok belakang.Fajar langsung menghidupkan mesin mobil. Dia berkendara dengan kecepatan tinggi. Entah apa yang ada di otaknya. Mengapa dia harus marah? Aku hanya memberi tahu kebenaran, bukannya berterima kasih, malah marah-marah seperti ini.***Setelah malam itu hubunganku dan fajar sangat dingin, kami bicara seperlunya, tidak pernah bercanda dan kembali seperti dulu. Aku sering berkata ketus dan dia menjawabnya tak kalah menusuk. Aku kesal, niatku baik memberi tahu semuanya, dia malah marah-marah dengan alasan yang tak jelas.Siang itu saat kami bertiga sedang makan di salah satu restoran. Ada berita yang menghebohkan. Holand muncul memberikan pernyataan yang membuat semua orang geleng-geleng kepala.
Baca selengkapnya
Dipisahkan
Semakin hari rumor tentangku dan Fajar semakin kencang. Televisi swasta seolah berlomba-lomba menyiarkan berita tak benar itu. Sampai beberapa hari ini rumah di penuhi oleh paparazi. Kemanapun kami pergi selalu saja ada mereka.Di kantor, di butik dan di rumah. Para wartawan seolah haus dengan berita ini. Seratus kali ku jelaskan kalau aku dan Fajar hanya sopir dan majikan seperti hubungan sopir dan majikan pada umumnya, tapi selalu ada-ada saja, foto baru yang membuktikan kedekatan kami berdua di masa lalu.Beberapa supplier bahkan memutuskan kerja sama dengan perusahaan. Ada yang masih bertahan, tapi mengatakan, jika tiga bulan ke depan rumor tidak mereda maka dengan terpaksa mereka memutus kerja sama juga. Sudah jatuh tertimpa tangga pula itulah yang terjadi padaku saat ini.Karena rumor ini Oma memutuskan pulang ke Indonesia. Saat aku baru pulang ke rumah, sudah ada Oma menunggu di kamar. Wajahnya suram, tidak semringah seperti biasa."Oma...," seruku
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status