Lahat ng Kabanata ng Mertua Rasa Pelakor: Kabanata 51 - Kabanata 60
90 Kabanata
Hanya mimpi
Sayup-sayup suara rintihan terdengar begitu menyayat hati, berganti menjadi suara yang menyeramkan. Lengkingan tawa memekakkan telinga, di mana aku? Gelap menyelimuti.Apakah aku sudah mati? Kenapa begitu gelap? Di mana aku? Panik? Tentu saja aku panik dan hampir menangis, mengingat dosa yang belum terkikis. Fito! Di mana Fito? Kenapa begitu hening?"Ambaaar! Fito! Mbak Ina!" jeritku berulang kali. Tetap tak ada jawaban. Aku menelisik ke sekeliling, hanya pekat tanpa pendar cahaya sedikitpun."Juliii ...," lirih kecil terdengar samar."S-ssi-siapa?" tanyaku dengan mata awas. Aku meraba dengan langkah gemetar, menggeser tapak kaki sepelan mungkin. Takut, jika ada lubang atau semacamnya."Tolong aku, July ...." Suara itu terdengar sangat dekat, seperti suara Erna."Erna? Apakah itu kamu?" tanyaku dengan menahan tangis. Sebab, tenggorokanku sudah terasa sakit. Untuk menelan air liur pun seakan tak mampu."Tolong aku, Bang Wendra sudah membuatku seperti ini. Dia harus membayar dosanya! To
Magbasa pa
memberi hadiah
Ambar adalah dewa penolongku, sama seperti Erna yang selalu ada di saat aku butuhkan. Wanita ambisius itu tengah bersedih ketika aku baru saja sampai."Kenapa? Keliatannya, kamu lagi kurang enak badan, ya?" tanyaku buru-buru menghampiri.Sofa mewah itu, membuatku sedikit ragu untuk menghempaskan bokong. Ambar berselonjoran di sana, sofa berlapis emas menambah kesan elegan dan berkelas bagi pemiliknya."Suamiku meninggal," ucapnya hampir tak terdengar."Innalilahi. Bagus, dong? Kenapa sedih?" tanyaku. Ya, Ambar pernah bercerita jika ia menunggu suaminya itu meninggal, karena sebagian harta milik orang terkaya di Jakarta itu, akan menjadi bagian milik Ambar nantinya."Anak dan istri Om Frank mengubah surat wasiat itu, aku kalah karena mereka kuat. Sia-sia semuanya!" dengusnya."Untung aja kamu pinter, Mbar. Sebagian kecil anak perusahaan milik suamimu, sudah kamu amankan.""Iya, tapi tetap aja aku tidak rela. Cuma lima cabang yang sempat aku amankan," ucapnya kembali.Ambar banyak menga
Magbasa pa
Bos baru
"Ada saatnya kita harus bertindak, ada saatnya kita harus diam dan menunggu."~ Sepositif ~****"Apakah kamu tidak mau bercumbu denganku, Sayang?" tanya Andrian tepat di telingaku. Tangannya meremas bokongku, hampir menyingkap mini dress yang kupakai.Aku segera menurunkan kembali tangannya, "Maaf, aku harus kerja. Hansen sudah menungguku di room." Aku segera mengganti pakaian dengan lingerie yang ada di dalam tas.Andrian masih bergelayut manja di belakang tubuhku, "Sebentar aja, apakah aku tidak sekaya Aldo? Makanya kamu tidak mau melayaniku?" Bibirnya telah menempel di bahuku, menyapu pelan hingga aku bergidik merinding.Buru-buru aku memakai lingerie dan keluar begitu saja, aku tidak ingin Hansen menungguku. Room 302, aku membukanya dan menemukan laki-laki berpakaian jas berwarna putih, celana panjang dengan warna serupa tengah duduk dengan satu kaki menopang di kaki satunya. Kedua tangannya direntangkan ke sisi sofa. Betapa maskulin pria itu."Masuklah," ucapnya. Laki-laki itu b
Magbasa pa
Pekerjaan baru
Aku mengikuti Hansen, keluar dari klub. Sebelum pergi, ia menyuruhku untuk berganti pakaian. Dengan senang hati, aku menuruti kemauannya. Karena, aku tidak harus melayaninya di atas ranjang. Celana jeans berpadu dengan kaus putih, aku sempat mencari keberadaan Andrian di tempat ganti. Namun, sepertinya ia telah meninggalkan klub ini.Hansen telah menungguku di dalam mobil sport miliknya. Awalnya aku sempat bingung dan ragu, tetapi lelaki itu dengan sigap membukakan pintu untukku."Masuklah, tenang saja. Aku tak akan menculikmu. Kau terlalu istimewa untuk disakiti." Kata-katanya membuatku baper."Mau ke mana kita?""Sudah, duduk diam tanpa banyak bertanya, akan membuatmu aman," godanya."Tapi, tugasku hanya menemani bernyanyi dan memuaskan Bapak selama lima jam saja, dan ini tersisa dua jam lagi.""Panggil aku Hansen saja, dua jam lagi, ya? Emm, sepertinya waktu begitu cepat, ya, berputar? Tenang saja, aku sudah menambah jam bookingan pada Ambar," tukasnya.Hansen tersenyum simpul, ent
Magbasa pa
Mendapat Rejeki
"Dari mana saja, sih, kalian?!" bentak perempuan cantik itu."Tadi ada sedikit kendala, yang terpenting sekarang, kan, kita sudah sampai."Perempuan cantik itu mendengus kesal, ia terus-menerus menatapku. Persis seperti ingin menerkam mangsanya."Naya, pergilah ke sana." Hansen menunjuk ke arah balkon, ada sesi pemotretan di sana."Aku?" Hansen mengangguk. Beberapa karyawannya menuntun tanganku, sebagian lagi mengangkat sedikit gaun yang menjuntai ke belakang.Sekilas, aku melirik Hansen dan perempuan itu sedang bertengkar kecil. Lagi-lagi ia menatapku dengan tatapan yang sulit dimengerti.Fotografer memberiku pengarahan seperti apa nantinya. Tunggu dulu! Apa? Pemotretan? Apakah aku sedang menjadi model? Degup jantung semakin tak terkendali, ketika beberapa kali salah dan ulang kembali.Hansen mendekati diriku, "Baiklah, modelnya biar aku saja." Lalu, ia tersenyum dan berbisik padaku. "Tenang, santai aja. Anggap tidak ada siapa pun di ruangan ini," bisiknya.Meskipun masih salah, teta
Magbasa pa
Semua karena uang
Semua memang karena uang, aku kini terbiasa merias diri dan mulai merawat diri. Ya, aku merasakan perubahannya. Aku memuji bayangan yang ada di dalam cermin itu, cantik sekali. Hehehe. Selain diri sendiri yang memuji, siapa lagi?Fito masih di atas ranjang, memandangiku dari kejauhan. Aku bisa melihatnya dari pantulan cermin, rencananya aku memang akan mengajak Fito ke rumah ibuku, dan mengajaknya bermain di mall lagi."Fito, sini kita ganti baju," titahku padanya.Anak itu langsung beranjak turun dari ranjang dan menghampiri diriku. Aku menggantikan pakaian Fito, selesai."Ayo, kita pergi.""Asiiik!"Tak lupa membawa uang dari Hansen, menaruhnya di dalam tas berukuran besar, lalu berjalan keluar kamar. Hari ini, aku meminta Pak Mamat untuk mengantarkan kami."Hey, mau ke mana kalian?" tanya Ambar dari lantai atas."Eh, kamu ada di rumah, toh? Aku kira pergi." Aku berhenti di ambang pintu. "Aku pinjem Pak Mamat dulu, ya? Pengen ke rumah ibuku," sambungku kembali.Supir Ambar ada tiga,
Magbasa pa
Ipar Benalu
"Apapun yang terjadi, nikmati hidup ini. Hapus air mata, berikan senyummu. Kadang, senyum terindah datang setelah air mata penuh luka."***"Memangnya, abis ini kalian mau ke mana?" tanya Kak Okta sambil mengunyah makanannya."Ke mall aja, ajak Fito main.""Kita ikut, dong. Sudah lama, nih, aku sama Ibu gak ke mall.""Iya, kita siap-siap aja," timpal Ibal tak tahu malu."Yuk, ibu juga sekalian mau lihat-lihat."Akhirnya, aku tidak bisa melarang keinginan mereka. Mana mungkin aku tega, sedangkan ini adalah kesempatan kami untuk dekat kembali. Menjalin silaturahmi yang sempat menjauh, bahkan hampir terputus oleh keadaan."Baiklah, aku menunggu di dalam mobil aja, ya." Tanpa menunggu jawaban dari mereka, aku segera menggendong Fito.Lagi-lagi tangan Ibal seperti disengaja, menyentuh jemariku. Aku segera menepisnya, dan berjalan keluar rumah. Dasar laki-laki tidak tahu malu, baru juga menjadi suami kakakku, tetapi tingkahnya sudah genit!Sepuluh menit kemudian, terlihat bayangan mereka ke
Magbasa pa
Fakta
( Fakta Tentang Suami Kak Okta )*******Sudah dua jam kami mengitari mall ini, perlengkapan bayi pun sudah dibeli semua. Aku sengaja membelikan semua kebutuhan calon keponakan baruku.Dari pakaian, tempat tidur yang bisa bergoyang, peralatan mandi, hingga stroller bayi. Tidak ada yang kurang satu pun, aku tak ingin keterbatasan ekonomi membuat calon bayi itu menderita secara perlahan seperti Fito, anakku.Tanpa basa-basi, Ibal mengambil tas bayi dan gendongannya."Cih! Dasar tak tahu malu!" desisku."Fito mau beli apa?" tanyaku pada Fito yang dari tadi memandangi tumpukan mainan."Itu." Tunjuknya ke salah satu mainan.Aku mengambilnya dan langsung menaruhnya ke meja kasir, lagi-lagi Ibal menjajarkan barang yang ia pilih tadi di samping mainan Fito."Plastiknya dipisah aja, Mbak." Ibal bersuara kembali setelah aku membayar tagihan semuanya. Aku memutar bola mata dengan malas, ia malah menyunggingkan sebuah senyuman.Tidak ada rasa terima kasih, atau sekedar berbasa-basi untukku. Bukan
Magbasa pa
Korban rumah tangga
( Korban rumah tangga )*****Tanpa terasa, waktu begitu cepat berlalu. Sudah satu bulan aku berkerja di tempat Ambar, selama itu juga aku tidak tahu tentang kabar Azam maupun suamiku dan keluarganya. Sejak hari itu, aku tidak lagi berkunjung ke rumah ibuku. Malas rasanya melihat suami Kak Okta, beberapa kali kakakku menelepon menyuruhku datang. Namun, aku menolaknya dengan alasan sibuk bekerja.Pundi-pundi rupiah telah aku kumpulkan, sudah lebih dari cukup rasanya jika ingin membuka usaha. Tetapi, kata Ambar nanti saja kalau modal benar-benar matang. Sebenarnya aku berniat untuk mencari rumah, tetapi Ambar menahanku lagi. Katanya, lebih baik aku menumpang tinggal dengannya saja, tunggu aku sudah memiliki rumah baru pindah. Lucu memang, kenapa bukan adik-adiknya saja yang ia suruh tinggal di sini. Hahaha. Aku tertawa tanpa sebab.***"Jul, Okta kapan lahiran?" tanya Ambar saat kami sedang duduk di kursi taman."Katanya, sih, kalau gak salah denger bulan depan. Gak tau juga, memangnya
Magbasa pa
Kenangan
( Kenangan Terakhir )*****Aku memandangi bayi mungil yang sedang tertidur di atas ambal tanpa kasur, memang tidak layak sekali untuk berbaring di sana. Rumah ini, tidak ada barang-barang berharga, selain piring-piring, gelas, dan panci-panci yang tergantung di dinding rumah."Anakmu itu, apa gak sakit tidur di situ?" tanyaku. Pandangan mata tetap tertuju pada manusia kecil itu."Sudah biasa," ucap ibunya Eka.Keterbatasan ekonomi, membuat mereka terpaksa hidup menderita. Menahan rasa malu dan cemoohan orang-orang disekitarnya, bahkan tak segan-segan Eka dan keluarganya dihina habis-habisan. Mereka selalu menyindir, tentang Eka yang memiliki anak yang banyak, suami pemalas, dan lain sebagainya. Itu yang kudengar dari cerita Eka."Kasian, loh. Apa suamimu itu, tidak pernah sekali pun membeli kasur untuk anak-anaknya?" tanyaku lagi.Eka hanya menggeleng, bagaimana nasib kakakku nanti? Bisa-bisa, Kak Okta yang bekerja dan menghidupi suaminya. Aku membuang napas dengan berat. Setelah cuku
Magbasa pa
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status