All Chapters of Desah Di Kamar Sebelah: Chapter 131 - Chapter 140
146 Chapters
131. Mampus!
BAB 131POV NAMIMampus! “S-sayang … mari kita berusaha untuk positive thinking pada Bayu. Semua orang bukankah perlu untuk diberikan kesempatan kedua?” Bibir gelap Mas Anwar makin bergetar saja. Jemarinya pun kini mengusap cepat ujung pelupuknya yang masih basah. “Kamu lihat sendiri kan, bagaimana hasil dari kesempatan kedua yang kamu berikan ke Ina? Lantas, apa kesimpulannya? Bukannya dia masih saja melakukan dosa yang sama setelah kamu beri kesempatan kedua?” Tudinganku berhasil membuat Mas Anwar terenyak dan memejamkan matanya sejenak sembari menghela napas dalam. Habis kamu, Mas. Setiap argumenmu berhasil kupatahkan. Namun, kurasa apa pun ujung dari perdebatan ini, tetap saja kamu berakhir dengan keputusanmu sendiri. Ini yang membuatku hampir putus asa. Rasanya lelah. Sakit sekali hati ini bila terus membersamai seseorang yang hanya dirinya saja yang ingin digugu dan didengarkan. “I-iya, Sayang. Aku tahu. Begin
Read more
132. Itu Deritamu
BAB 132POV NAMIItu Deritamu “A-apa …? M-mas Anwar, ini kenapa?” Ina gelagapan. Muka Ina menjadi pucat pasi. Ekspresinya benar-benar sok polos. Seperti tidak berdosa sama sekali. Semakin sinis aku memandanginya. Tanpa berkedip, aku menatapnya tajam. Berharap dia sadar bahwa semua kejahatannya telah berhasil kami kuliti, lalu dia meminta maaf dengan cara berlutut di bawah kakiku dan suamiku. “Kenapa katamu? Kamu pura-pura tidak tahu?” Mas Anwar terdengar marah sekarang. Bagus, Mas! Ayo, keluarkan kekuatanmu! Jangan buat Ina semakin semena-mena di rumah kita. Kepala Ina menggeleng. Bibirnya gemetar. Kedua telapak tangannya lalu menutupi mulutnya yang tiba-tiba menganga. “Jangan cuma bisa akting kamu, Ina! Semua percakapanmu di telepon bersama Rustina sudah kami dengarkan bersama! Kamu masih mau mengelak, Ina?!” Kali ini aku yang membentak perempuan kurang ajar itu. Entah dapa
Read more
133. Hukuman Untuk Pengabdi Setan
BAB 133POV NAMIHukuman Untuk Pengabdi Setan “Diam kamu, anak setan!” Ina malah meneriaki anakku dengan kata-kata yang tidak pantas. Wah, geram sekali aku mendengarnya! Kuping ini langsung panas dan memerah. Bukan Nalen yang anak setan, tapi kamulah setan itu sendiri! “Seenaknya kamu bilang anakku anak setan! Kamu yang setan! Anakmu juga anak setan!” makiku balik kepada Ina. Tubuhku pun meringsek maju hendak menampar Ina. Untungnya, Mas Anwar sama sekali tak mencegah. Suamiku membiarkan aku berjalan gusar ke arah Ina yang tengah ditahan kedua tangannya oleh Nalen dan Jali. Plak! Plak! Dua kali tamparan itu kulayangkan kepada Ina. Tepat mengenai pipi kiri dan pipi kanannya. Aku tidak peduli sesakit apa telapak tanganku sekarang, saking kerasnya menampar muka Ina. Mau sakit seperti apa pun, akan aku tahan. Yang penting hatiku puas. Yang penting dendam kesumatku sudah terbalaskan kepada Ina
Read more
134. Janji Setia
BAB 134POV NAMIJanji Setia “Istriku sayang, tolong jangan berpikir yang macam-macam. Nalen dan Jali yang akan jadi saksi perbuatanku malam ini. Aku akan membuang Ina dan sampai kapan pun aku tidak akan memungutnya lagi,” ujar Mas Anwar penuh kelembutan. Tatapan mata Mas Anwar yang pinggiran bola hitamnya telah kelabu itu terlihat sayu. Jari jemarinya lantas menggenggam lengan atasku. Apabila melihat gelagatnya yang seperti ini, maka lagi-lagi aku akan larut dalam rasa melas. “Aku tidak akan macam-macam, apalagi bertindak sebodoh itu, Mama.” Mas Anwar memanggilku kata ‘mama’ seperti yang selalu dia lakukan apabila tengah di depan anak-anak kami. Hatiku makin terenyuh. Mana sanggup diriku untuk meneruskan rasa curiga ini. “Baiklah. Pergilah, Pa. Aku yang akan jaga rumah bersama Rahima.” Aku melunak. Memang hatiku tak akan pernah tega dan betah untuk berlama-lama keras pada suamiku sendiri. Bagaimanapun
Read more
135. Rahasia Sang Pembantu
BAB 135POV NAMIRahasia Sang Pembantu              “Iya, dia punya rencana jahat di rumah ini. Dia sudah mengguna-gunai suamiku supaya beliau kepincut lagi. Setelah kepincut, mungkin aku yang bakalan ditendang sama Ina,” jawabku bersungut-sungut.              Rahima tampak tak habis pikir. Perempuan berwajah dan berpenampilan sederhana itu menggeleng-gelengkan kepalanya berulang kali. Dia pasti sangat terkejut mendengarkan cerita dariku.              “Ayo, naik, Rah. Temani aku dulu sampai suamiku datang,” ajakku sambil menaiki tempat tidur.              “Iya, Nyah,” sahut Rahima agak sungkan.       &nbs
Read more
136. Keraguan Sang Mantan
BAB 136Keraguan Sang Mantan Mobil BMW X5 hitam yang Nalen kendarai melaju kencang membelah jalanan. Sengaja pemuda itu memilih jalan pintas untuk menuju pasar sayur yang keberadaannya tak terlampau jauh dari kediaman papa sambungnya. Jika Nalen membawa mobil mewah itu ke jalan utama, dia takut terjebak macet, dan hal tersebut malah membuat waktu yang mereka perlukan untuk sampai ke pasar jadi semakin lama. Di belakang sana, Jali tengah merangkul tubuh Ina yang mereka dudukkan. Perempuan malang itu masih terlelap dalam pingsannya. Sebenarnya Ina sudah sadarkan diri, tetapi tenaganya terlampau lemah untuk sekadar membuka mata. Pukulan telak yang Nalen hunjamkan ke kepala Ina telah membuat perempuan tua itu mengalami cedera yang cukup serius di kepala. Padahal, Nalen sudah sempat dibacai mantra oleh Ina siang tadi. Namun, dengan izin Allah, setelah Nalen mendirikan salat Magrib tiga rakaat yang dia tambah lagi dengan dua rakaat salat rawatib dan
Read more
137. Terbuang Untuk Kedua Kali
BAB 137Terbuang Untuk Kedua Kali “J-jangan begitu, Len. Ya, sudah. Ayo, cepat kita singkirkan Ina dari sini.” Meski berat hati, Anwar akhirnya terpaksa harus menyingkirkan Ina. Sudah dia dengar sendiri permohonan Ina dengan suara lirihnya itu agar mereka tak membuangnya. Namun, Anwar benar-benar tidak punya pilihan lain, karena di sisi lain dia juga sangat takut akan kehilangan sosok Nami. Cepat tangan Anwar membuka kenop pintu mobilnya. Perasaan tak tega begitu kentara di batinnya. Untuk melihat ke arah Ina yang kini sedang digendong oleh Jali saja, Anwar begitu tak kuasa. Sementara Jali menggendong Ina yang masih lemah, Nalen bertugas untuk membawakan dua tas yang Ina miliki. Anwar hanya membuntuti keduanya. Tak kuasa untuk berjalan sejajar dengan Jali ataupun anak tirinya. Mereka bertiga pun berjalan melewati jalanan becek pasar. Tak ada siapa pun di area ruko sembako. Hanya hening dan sepi yang kental terasa di
Read more
138. Benih Kecewa
BAB 138Benih Kecewa “Ded, sibuk apa? Aku bisa minta tolong nggak?” Anwar bicara terburu-buru pada salah satu anak buahnya yang bekerja di peternakan, yakni Dedi. Dedi adalah karyawan yang multifungsi. Selain bertindak sebagai sopir peternakan, dia juga diberikan kepercayaan untuk menjaga kawasan yang memiliki luas satu setengah hektar tersebut. Dedi memang tidak bekerja sendirian di peternakan. Masih ada lima belas karyawan lainnya, tetapi Dedilah yang memegang peranan penting karena dia dijadikan tangan kanan oleh Anwar berkat kesetiaannya dalam bekerja. “Halo, Bos. Ini lagi keliling aja. Mantau lampu-lampu, takut ada yang korslet kaya tempo lalu,” jawab Dedi penuh wibawa. Dedi selalu merasa bangga jika ditelepon oleh si bos di saat dirinya tengah menjalankan tugas. Harap pria 37 tahun itu, bosnya yang agak galak tersebut akan menambah gajinya meskipun terkadang keuntungan di peternakan ayam ini sering naik turun. Pada kenyataa
Read more
139. Was-Was
BAB 139Was-Was Susah payah Jali membawa Ina hingga masuk ke dalam mobil kembali. Sekuat apa pun tenaganya sebagai seorang pria yang berprofesi sebagai satpam, tetap saja terasa sangat melelahkan ketika Jali harus bolak balik mengangkat tubuh perempuan sial itu. Lagi-lagi Jali hanya bisa memendam rasa capek dan muaknya kepada Anwar. Ina sudah didudukkan kembali ke kursi penumpang di belakang. Kepalanya tak bisa berada pada posisi tegak, saking lemahnya. Ina sendiri bingung, mengapa tubuh dia bisa selemah ini. Ke mana kekuatan para jin yang membantu Ina? Sudah tak manjurkah jampi-jampinya Mbah Legi? Begitulah rentetan pertanyaan di kepala Ina yang kini mengganggu ketenangan batinnya. Mata Ina pun masih cukup berat untuk sekadar membuka. Kepalanya sangat pening. Ina ragu akankah dia segera pulih dari rasa sakit yang menghantam kepalanya ini atau tidak. “Merepotkan,” gumam Jali sangat pelan ketika dia masuk ke mobil da
Read more
140. Setengah Beres
BAB 140Setengah Beres Suasana jadi tegang lagi setelah Nalen men-skak mat Anwar dengan kata-kata pamungkasnya. Meskipun Anwar enggan menyahut demi menghindari pertikaian lebih lanjut, sesungguhnya terdapat bara api murka yang terpendam di dalam dadanya. Betapa tidak, Nalen yang dia anggap sebagai bocah kemarin sore, berani-beraninya menjawab dengan kalimat yang sangat menohok. Anwar diam. Jali dan Ina pun bungkam. Apalagi Nalen, pemuda itu memilih untuk menekuni ponselnya, demi mengusir rasa jenuh yang mendera. Sekitar hampir empat puluh menit lamanya mereka berempat menunggu di dalam mobil mewah milik Anwar. Ina beberapa kali mencoba untuk membuka kelopak matanya selama penantian di kabin mobil yang remang. Namun, sialnya rasa pening berputar langsung menyergap pemandangan Ina tatkala mata tuanya hendak membuka separuh. Azab. Itulah yang tengah Ina alami sekarang. Baru saja dia merasa di atas angin sebab jampi-jampi Mbah Legi y
Read more
PREV
1
...
101112131415
DMCA.com Protection Status