Semua Bab Pelayan Hati Sang Pangeran: Bab 111 - Bab 120
120 Bab
Bab 111
"Begini kan bagus, Mas. Dua gram, apa itu? Cilik banget." gerutu Nawangsih sembari melihat gelang bintang-bintang seberat lima gram yang menghiasi pergelangan tangannya setelah Suryawijaya langsung membelikannya di toko emas langganan Ibunya."Buat Mbak Keneswari saja mampu puluhan jutah... buat aku, dua gram. Apa itu? Pilih kasih!"Suryawijaya memasang mimik wajah tersiksa. Selain sedang dalam masa persahabatan yang harus menerima seadanya sahabat dengan luapang dada dan hati yang ikhlas, dia tidak dapat protes."Keneswari itu tanggungan Ibu, bukan aku. Ya memang tanggunganku kalau Ibu tidak ambil alih. Jadi kamu jangan iri. Jangan nambah bebanku. Itu perbuatan tidak baik, adik dan sahabat kok tidak memahami kakaknya."Ooo... Astaga, Suryawijaya mulai banyak bicara itu pertanda dia dalam keadaan baik.Nawangsih menurunkan tangannya ke sisi tubuh, menyingkirkan sebentar emas itu dari pandangannya agar dapat melihat wajah Suryawijaya dengan lekat."Aku sih pasti menjadi bebanmu, Mas. Ba
Baca selengkapnya
Bab 112
"Aku tidak mengganggu, Nawangsih. Ibu. Aku bersumpah. Kita hanya bercanda-canda." Suryawijaya mengaku di hadapan Ibunya yang meminta penjelasan. Tetapi penjelasanya tidak mempengaruhi rasa curiga Ibunya."Kamu memangnya bisa bercanda?""Bisa saja... Aku ini juga punya darah pelawak kok." Suryawijaya menghela napas. Baiklah, tiada gunanya bercanda dengan Ibunya, wanita itu terlalu peka akan batin anaknya.Suryawijaya menatap Ibunya. "Kami bersahabat sekarang, dan kami ingin memulai perubahan itu dengan berteman baik.""Berteman baik?"Suryawijaya mengamati Ibunya melihat sekeliling. "Ada apa, Ibu? Mau membicarakan sesuatu yang rahasia dan penting?"Ibunya mengangguk. "Kamu ikut ke kantor sekarang, Ayahanda sudah ada yang jaga."Suryawijaya mengikuti Ibunya dengan tidak tenang. Persoalan cinta dengan adik angkat pun tidak ada habisnya bahkan ketika dia sudah menyerah bagaimana nasibnya sendiri kelak. Mungkin dialah yang akan menjadi jomblo abadi.Suryawijaya menghidupkan steker lampu kar
Baca selengkapnya
Bab 113
Nawangsih menghela napas setelah keluar dari kamar ayahnya, meninggalkan Suryawijaya dan Ayahnya yang kembali membahas pekerjaan.Di dapur, tak ada siapapun kecuali dia dan cicak di atas plafon."Ya Tuhan, di saat aku ingin menjauh dan melupakan semuanya. Restu itu hadir tanpa aku duga. Tapi aku merasa tidak mengerti harus memilih jalan mana. Menikah atau tetap menjadi sahabat selamanya."Gadis itu termenung, membiarkan benaknya bicara dan berdebat. Begitupun Suryawijaya, ruang kerja ayahnya adalah tempatnya menepi setelah pembicaraan dengan ayahnya selesai."Tak ada yang lebih menentramkan hati ketimbang utuhnya sebuah keluarga. Terlebih setelah Ayahanda sakit, keluargaku masih terus di sorot media. Sekarang mungkin benar apa yang di katakan Keneswari dulu, jika apa yang terjadi antara aku dan Nawangsih adalah sesuatu yang justru akan menodai harkat dan martabat keluarga ini."Suryawijaya menghembuskan napas sambil meraba kebenaran dalam setiap kata Keneswari. Dia mengangguk samar dan
Baca selengkapnya
Bab 114
Hari-hari kembali melaju meninggalkan jejak, menjadi momen yang terus menguatkan beragam kegundahan Nawangsih dan Suryawijaya selama berpisah. Meski begitu segalanya terasa seperti angin lalu. Rasa rindu itu tidak lagi menjadi beban, rasa khawatir itu tetap ada walau terkesan biasa saja. Suryawijaya tenang Nawangsih di rumah bersama keluarganya, sementara dia tinggal bersama keluarga kakeknya seolah keadilan tetap di tegakkan oleh orang tua mereka. Keduanya memiliki pengawasan hingga tak perlu risau berjauhan.Suryawijaya yang memiliki jiwa seni dan petualang tinggi mulai mendedikasikan diri pada dua hal-hal itu dalam prespektif yang positif.Lelaki itu mulai membuka workshop dan enterpreneur di Australia sekaligus mengembangkan bakat melukisnya dengan pelukis-pelukis handal maupun jalanan. Sementara pekerjaan tetapnya masih memantau sapi-sapi yang menghasilkan susu berkualitas tinggi entah sampai kapan hukuman itu berlanjut, dia hanya perlu pasrah dan menunggu karena ituNawangsih pun
Baca selengkapnya
Bab 115
Suryawijaya dan Nawangsih tidak menyangka kesibukan mereka sampai membuat mereka lupa menjenguk kondisi Ayah mereka, walau mereka yakin kondisinya akan membaik setelah pengobatan yang terus dilakukan ayahnya tanpa henti. Tapi hari itu ketika Ibunya menuju kamar ayahnya untuk mengambil dokumen. Mereka menemukan lelaki yang teramat mereka cintai mengalami batuk berkepanjangan yang tidak berhenti-henti hingga mengeluarkan darah dan tidak tertolong.Nawangsih menutup mulutnya dengan bibir ternganga. Dengan teramat pelan seakan kehilangan tenaga, dia mendekati Ibunya yang meraung tidak percaya. Air matanya bahkan mengalir deras dan begitu menyayat hati."Ibu." Nawangsih memeluk ibunya yang menjatuhkan diri ke pelukannya."Ayahanda, wafat. Ayahanda pergi ninggalin kita semua." Ibunya sesenggukan. "Maafkan kesalahan Ayahanda, maafkan kesalahannya, Nduk."Nawangsih menggeleng cepat dengan air mata yang ikut tumpah. "Ibunda tidak perlu minta maaf, Ayahanda tidak perlu meminta maaf sama aku, aku
Baca selengkapnya
Bab 116
Manisnya sabar dalam setiap penantian dan pengharapan kini Suryawijaya dan Nawangsih petik dalam bentuk pernikahan. Proses pengikatan janji suci antara seorang laki-laki dan seorang perempuan itu akan berlangsung dengan adat Jawa klasik dengan prosesi dan ritual yang lengkap dan khidmat.Pernikahan mereka akan terjadi besok lusa, tapi kesibukan demi kesibukan sudah terjadi sejak kemarin. Dapur umum di luar ruangan mulai mengepulkan asap dari tungku api untuk memasak hidangan dan bancakan yang tidak sedikit karena pernikahan Suryawijaya diadakan berbarengan dengan pernikahan Bimo dan Citra, Pandu dan Dewi Laya Bajramaya. Pendopo dan pelataran rumah mulai di tata rapi dengan kursi-kursi dan bunga-bunga yang bermekaran indah berseri.Rinjani tersenyum lega sambil memandang kesibukan yang ada. Dia lega, apa yang terjadi hari ini melebihi harapannya bersama suaminya dulu. Beliau bersyukur, putra-putrinya belajar untuk menjadi orang-orang yang lebih sabar terus-menerus tanpa pantang menyerah
Baca selengkapnya
Bab 117
Malam pertama? Terang saja Suryawijaya menyukai tali silaturahmi yang lebih kental dari pada hanya sebatas kakak dan adik. Dan iapun bisa membuat hubungan mereka lebih kental dari darah."Sejak dulu aku sulit membedakan kamu menjadi adikku atau kekasih hati. Tapi sekarang, ya..., Kamu tetap bisa aku panggil adik dengan rasa yang berbeda.""Biasa saja!" sela Pandu dengan nada bijak bahkan gayanya seperti simbah-simbah yang menautkan kedua tangan dibelakang punggung ketika hendak memberi petuah bijak pada anak muda. "Kalian itu bisa menikah karena perjuanganku juga, jadi kalian itu hutang sama aku. Mana bayar hutangnya."Suryawijaya dan Nawangsih tersenyum lebar, tergoda untuk menjura dalam-dalam kepadanya."Terima kasih pewaris tahta kerajaan bisnis Ayahanda. Kami memujamu." kata Suryawijaya sembari mencium punggung tangannya. Pandu menghela napas, merasa bukan itu yang dia mau."Kalian mau honeymoon?" tanyanya sembari berjalan menuju ruang keluarga karena akhir dari pesta pernikahan
Baca selengkapnya
Bab 118
Resmi menjadi sepasang suami istri yang telah membuat segala urusan panggil memanggil menjadi ruwet, Suryawijaya tak henti-hentinya meminta Pandu untuk memanggil istrinya dengan panggilan adik saja seperti waktu dulu.Pandu menggelengkan kepala dengan sikap tegas."Tidak bisa begitu, Mas. Bagaimana pun adikku menikah dengan kakakku. Aku tidak mentolerir panggilan adik untuknya sekalipun dia ngidam. Tolong bersikap tegas dan realistis."Dada Suryawijaya bergemuruh. Adiknya yang waktu kecil sering membuat ulah, dan bertindak di luar kepatutan anak bangsawan sekarang berubah drastis. Pandu Mahendra berusaha bijak seperti Ayahanda mereka dan sering mengeluh sakit punggung karena harus duduk dengan waktu yang cukup lama meski akhirnya Suryawijaya hanya bisa mengalah dan pergi."Gayanya bikin aku tidak tahan ingin mengajak Pandu main badminton terus nyemes dia, susah sekali merayunya." Suryawijaya menghela napas sambil geleng-geleng kepala seraya meneruskan langkah ke kamarnya. Tempat Nawang
Baca selengkapnya
Bab 119
Suryawijaya menunggu dengan sabar prosesi pelantikan yang sedang berlangsung. Hampir dua jam waktu melaju, akhirnya harapannya menemui Pandu terwujudkan. Suryawijaya memberi hormat seraya tersenyum penuh arti."Berikan aku kemudahan untuk menemani kehamilan Tania. Dia begitu memintamu memanggilnya adik, adik kecil seperti dulu." kata Suryawijaya dengan natural."Sebulan sebelum ayahanda mangkat, ayahanda berpesan agar saya belajar untuk tegas, Mas. Jadi sekali tidak tetap tidak." Pandu tersenyum, "Aku sedang belajar dari yang mudah-mudah, Mas. Contohnya permintaan Mbakyu."Suryawijaya menarik napas. "Tidak ada yang mudah dalam menuruti keinginan istri yang hamil muda, adik!!!"Suryawijaya menghela napas panjang dan jika keadaan Nawangsih semakin parah, dia benar-benar akan menjadi tulang lunak. Berharap tanpa malu dan tanpa jeda."Lagian tegas menurut Ayahanda bukan begitu, adikku. Ayahanda tegas untuk tetap menjaga semuanya agar tetap tertata dengan baik, bahkan juga untuk memperbaiki
Baca selengkapnya
Bab 120
Tetapi, sedikit tenang itu tidak ada dalam kamus besar Suryawijaya. Setelah urusan mual dan mengidam di trimester pertama berangsur-angsur surut dan Pandu memanggil Nawangsih dengan panggilan Adik. Nawangsih kembali bekerja sebagai anggota legislatif dan melupakannya sebab kesibukan menelannya saban hari setelah cuti panjang yang di lakukan."Aku harus lembur lagi hari ini, Mas. Di rumah Pak Abdul, kerjaanku kemarin yang handle dia jadi harus ke rumahnya untuk kroscek dan ngobrol." pamit Nawangsih lewat telepon.Suryawijaya tahu Abdul adalah rekan kerja paling nyaman bagi Nawangsih selama hamil karena wanginya mirip wangi Ayahanda. Tetapi bagi Suryawijaya tentu itu hanya omong kosong. Dia tidak percaya wangi ayahnya yang khas timbul dari tubuh seorang Abdul, pria berusia empat lima tahun."Hidung kamu itu pasti tidak beres, tidak ada wangi yang mengalahkan wangi Ayahanda." katanya dengan intonasi tidak kalem."Aku jemput terus aku antar ke tempat Abdul, kamu nggak usah bonceng dia. Di
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status