All Chapters of Pelayan Hati Sang Pangeran: Chapter 81 - Chapter 90
120 Chapters
Bab 81
Anglaras ilining banyu angeli, ananging ora keli. Falsafat dari sunan Kalijaga yang slalu diterpakan oleh kedua orang tuannya masih terus di pegang teguh oleh Suryawijaya dengan sabar, setidaknya satu tahun setelah kepergian Nawangsih tanpa pamit.Lelaki itu mulai dirundung gelisah di bulan-bulan berikutnya. Segala praduga muncul dan mengacaukan konsentrasinya. Mungkin saja, Nawangsih betul-betul sudah melanjutkan hidupnya, melupakannya dan bertemu dengan pangeran berkuda putih. Mungkin saja Nawangsih justru terpuruk dan berdarah-darah karenanya. Mungkin saja...Lamunan Suryawijaya terpenggal dengan kedatangan seorang pria yang menyembunyikan keberadaan Nawangsih begitu rapat. Suryawijaya menatap Pandu dengan tatapan berang."Ayahanda akan terbang ke Singapura untuk pengobatan nanti siang, Mas ikut tidak?" tanya Pandu.Suryawijaya melipat kedua tangannya dengan posisi bersandar, memasang wajah tak acuh untuk saudaranya yang tega menyembunyikan kabar saudaranya sendiri darinya. "Tidak.
Read more
Bab 82
Suryawijaya mengerang. Kepalanya terasa berat saat Pandu mengetuk-ngetuk pintu kamarnya."Mas, boleh aku masuk?" izinnya dengan ragu.Suryawijaya membuka pintu kamarnya dengan kesal. Terlihat dengan jelas kekhawatirannya hanya semata-mata belahan jiwanya hilang radar seolah setahun lamanya kuat berpisah sia-sia."Mau apa?" tanya Suryawijaya dengan suara datar."Kami mau berangkat. Mas yakin tetap tidak ingin ikut?" Pandu memastikan. "Aku sedang ingin sendiri." ucap Suryawijaya cepat-cepat, "Bawa Citra dan Bimo untuk menemani kalian. Ajak pula pengawal Ayah dan mintalah penjagaan ketat dari pihak rumah sakit. Ayahanda jangan sampai kenapa-kenapa.""Mas khawatir?" tukas Pandu, "Kalau iya ayo ikut saja, Mas. Kita bisa jaga Ibunda dan Ayahanda bersama-sama." bujuknya lagi dengan tatapan memohon."Tidak bisa, aku sedang tidak bersahabat dengan Ayahanda dan Ibunda!" ucapnya sambil menarik daun pintu."Kenapa?" sahut Pandu sambil menempelkan kaki kanannya di kusen pintu, menghalangi pintu te
Read more
Bab 83
Nawangsih tersenyum sembari meninggalkan kedai setelah menyajikan kopi espresso kepada pelanggan ketika Andrew dan Pandu memasuki kedai yang mengusung konsep etnik Nusantara dalam bangunan victorian itu.Andrew menoleh untuk menatap tamu kehormatannya di depan meja display dan kasir yang dipenuhi toples kaca berisi aneka jenis biji kopi Indonesia. Aroma kopi pun menjadi pengharum ruangan yang alami dan menyenangkan kaum pecinta kopi."Mau nyoba kopi?" tawar Andrew sembari menarik kursi tinggi. "Duduklah." pintanya dengan jengah.Pandu mengatupkan kedua tangannya. "Terima kasih, tapi sepertinya jangan kopi, Mas Drew. Aku pengen bobok." seloroh Pandu seraya melihat-lihat keadaan sekitar."Oke, tunggu benar biar gue panggil karyawan gue yang mungkin kenal sama Nawangsih. Dia juga mahasiswa baru kayak adik Lo." Andrew tersenyum geli dan membatin, "gila sih, jaman canggih begini masih ada nama kek jaman peperangan."Pandu manggut-manggut dengan senang hati. "Terima kasih, Mas. Aku jadi ngga
Read more
Bab 84
Nawangsih bergeming di depan jendela kamar sembari menatap nanar pemandangan sekeliling. Dia terlihat memikirkan banyak hal. Setangkup resah akan kabar dari keluarga, jati diri yang sudah terungkap dan segudang masalah yang akan ditimbulkan Andrew di kemudian hari. Lelaki itu kini lebih genit padanya.Nawangsih menunduk dan mengembuskan napas lelah, dia sedang tidak punya kegiatan selain hanya menunggu Pandu bangun dari tidurnya yang nyenyak dan lama sekali."Apa besok keluarga Mas Drew juga ikut?" Nawangsih mencebikkan bibir seraya mengeluarkan kebaya satu-satunya dari lemari seraya memandanginya lekat-lekat."Semoga besok bukan hari yang rumit."•••Nawangsih mengaduk-aduk isi piringnya yang berisi mie goreng. Aromanya yang menyebar menghidupkan Pandu yang berada di penghujung tidurnya."Jauh-jauh ke London makannya masih mi, gimana mau menang saingan sama Mbak Kenes kalau begitu." gumamnya sambil mengusap wajah. Pandu beranjak, tertatih-tatih dia mendekati Nawangsih."Sini biar aku
Read more
Bab 85
Rumah Doris terasa lebih hangat dan ramai, setidaknya itu yang dirasakan Andrew saat ini, saat di mana taman belakang rumahnya yang slalu sepi di jadikan tempat makan malam dan obrolan tidak santai bersama Pandu dan Ayahnya.Andrew berdiri, rasa penasarannya pada Nawangsih menguat sebelum pembicaraan itu berakhir. Andrew pergi menemui Nawangsih di lantai atas.Nawangsih menatap langit malam, bintang bertebaran di atas sana. Namun entah kenapa hatinya malah gelisah. Kerinduan menjajah dirinya ketika suasana keluarga Dr. Doris mengingatkannya pada rumah. Senyum terkulum Ayahnya, kelembutan Ibunya dan tatapan penuh damba Suryawijaya."Kangen rumah?" Andrew berdiri di samping Nawangsih.Nawangsih tersenyum pedih seraya menunduk. "Orang tuaku sudah wafat semua, jadi keluargaku tinggal keluarga angkat saja. Jadi aku kangen mereka. Ayahku sakit, Ibuku..."Andrew tak kuasa menahan tangannya untuk tidak mengelus punggung Nawangsih sebagai bentuk kepeduliannya."Gue tahu rasanya jauh dari orang
Read more
Bab 86
Keceriaan Nawangsih yang di temani Pandu selama tiga Minggu di London dan Eropa harus berakhir hari ini. Gadis itu berat meninggalkan melepaskan kakaknya.Nawangsih cemberut sambil menarik ujung kausnya. "Aku janji besok mau diajak nonton pertandingan bola langsung, Mas. Tapi jangan pulang sekarang. Besok saja setelah pertandingan Manchester united vs Sunderland, ya." rayunya dengan air muka memohon.Pandu terkekeh geli sembari menjentikkan jarinya di punggung tangan Nawangsih."Minggir, rayuanmu tidak mempan sama aku, dik!"Nawangsih melipat kedua tangannya, dia sebal dan sedih dalam satu waktu yang sama. "Kalau gitu Mas jangan datang lagi, Mas cuma bikin kangen rumah, sedangkan aku gak bisa pulang ke rumah sekarang. Aku banyak kerjaan, dan tidak siap menerima kenyataan lagi.""Cie..., sok sibuk." goda Pandu sambil mengepak pakaiannya. "Ikut saja ke Singapura, Ibunda dan Ayahanda pasti lega lihat kamu."Nawangsih menggeleng. "Aku ada ujian besok, Mas. Titip salam saja buat Ibunda dan
Read more
Bab 87
Kicau burung terdengar gacor di taman Tirtodiningratan selagi Keneswari menghadap ayahnya dengan raut wajah putus asa. Dia sudah yakin dengan keputusannya. Hari ini. Dia tahu caranya menyudahi rayuan untuk membuat Suryawijaya jatuh cinta sepenuhnya padanya. Keneswari menyerah. Kutukan waktu dan kebersamaan tidak mengubah perasaan Suryawijaya kepadanya. Keneswari tahu serajin apa pun dia mempelajari Suryawijaya, mereka tidak mungkin menyatu dalam keharmonisan rumah tangga sebab slalu ada bayang-bayang Nawangsih yang memiliki kuasa sendiri bagi Suryawijaya."Aku sudah tidak bisa melanjutkan perjodohan ini, Ayah. Aku lelah menjadi pengemis cinta!" adu Keneswari seraya menunduk. Sorot mata tajam Adhiwiryo masih membuatnya takut. Adhiwiryo menyesap kopinya sambil mengernyit. "Ada masalah apa?"Keneswari mengangkat tatapannya. "Ayah sudah tahu masalahnya apa, aku kehilangan harga diri hanya demi dicintai Mas Suryawijaya. Ayah tega melihatku seperti ini?"Adhiwiryo meletakkan cangkirnya den
Read more
Bab 88
Monolog panjang dalam sanubari Suryawijaya terus menemani setiap langkah demi langkah menuju kamar orang tuanya setelah mengantar Keneswari pulang dan meninggalkan Iwan di sana agar melindungi Keneswari dari hal-hal yang tidak diinginkan.Keneswari sempat menanyakan kepadanya apanya yang sulit saat menjalani kisah cinta mereka sebelum pergi ke dalam rumah.Suryawijaya menjawab sambil mengusap kepala Keneswari, "Kamu cantik, tapi itu bukan yang saya cari, Kenes. Asmaraku bukan hanya tentang kita saja, tapi seluruh pelajaran IPS. Sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi dan akutansi. Belum lagi tambahannya, politik dan budaya. Saya tahu pasti kamu berat menerima dan menjalaninya. Maka saya ingin melihatmu bebas, kepakkan sayapmu setinggi mungkin."Keneswari memaksa senyumnya seraya menggenggam tangan Suryawijaya. "Lepaskan aku secara perlahan, Mas. Jangan buru-buru pergi."Suryawijaya berjanji. "Saya harap kecantikanmu akan slalu mempermudahmu menemukan cinta sejati. Saya berdoa untukmu."M
Read more
Bab 89
Semarak pesta natal menjadi hiburan penuh makna bagi Suryawijaya setelah menginjakkan kaki selama dua hari di London. Kemeriahan dan suka cita itu terasa begitu menghangatkan suasananya yang sepi akan perhatian.Suryawijaya menggenggam secangkir kopi hangat sambil berharap Nawangsih tidak memiliki kekasih, melupakannya atau yang lebih parah seluruh rasa yang pernah diberikan kepadanya lenyap bersama waktu yang berlalu.Suryawijaya menyesap kopinya seraya menghela napas, dia menunduk untuk kembali melihat iring-iringan pawai dari balkon kamar hotelnya."Sudah waktunya aku menemuimu, Tania."Lelaki itu menggunakan jaket tebal dan syal untuk membungkus bagian tubuh dan lehernya agar tidak meriang dalam kesendirian sebelum menyusuri jalanan yang tak jauh dari tempat tinggal Nawangsih.Suryawijaya menyunggingkan senyum, teringat masa kecil Nawangsih yang menyukai Cinderella dan pangeran berkuda putih. Sejenak dia berhenti untuk menerka-nerka apakah itu alasan Nawangsih memilih Inggris menja
Read more
Bab 90
Andrew langsung menyalami Suryawijaya dengan senyum senang tanpa melepas Nawangsih untuk menunjukkan bahwa dia sudah menjaganya dengan baik seperti dawuh yang diberikan untuknya walau Suryawijaya sebenarnya tidak tahu itu semua."Saya Andrew, Mas. Teman hidup Tania di London."Nawangsih meringis geli, senang mendengar harapan lelaki yang masih menyalami Suryawijaya dengan percaya diri itu. Pasti sekarang, kakaknya itu sedang ribut dengan pikirannya sendiri."Senang bisa melihat saudara Tania lagi di sini karena dia nggak mau pulang tapi sering merindukan saudara-saudaranya di rumah." Andrew melepas tangannya, lalu menatap Nawangsih."Di peluk dong kakaknya, katanya kangen keluarga."Nawangsih menatap Andrew yang tidak bisa tidak tersenyum manis kepadanya seolah dia ingin menunjukkan kepekaannya terhadap pertemuannya dengan keluarga.Ngapa sih Mas Andrew pakai nyuruh-nyuruh segala? Nggak tahu apa dia itu laki-laki yang aku hindari sampai bisa di depan matamu sekarang? Sebel.Nawangsih t
Read more
PREV
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status