Semua Bab Pelayan Hati Sang Pangeran: Bab 101 - Bab 110
120 Bab
Bab 101
Suryawijaya mengernyit heran seraya menatap Pandu yang tidak menyahut ucapannya. Dalam detik yang terasa setahun, Suryawijaya kontan tercekat ketika Andrew menyapa sambil berjalan mendekat.Tapi alih-alih menyembunyikan gelang emasnya terlebih dulu, Suryawijaya tetap menggenggamnya.Andrew tersenyum kikuk seraya duduk di sebrang Suryawijaya. Tatapannya masih melanjangi gelang itu dengan saksama. Pandu maklum saja dengan reaksi itu, tapi tidak dengan Suryawijaya. Lelaki itu nampak ingin menunjukkan siapa dirinya bagi Nawangsih."Maaf nih Mas kayaknya gue bangun kesiangan jadi ketinggalan kumpul-kumpulnya." ucapnya ramah sambil memandang Suryawijaya. "Bukannya itu gelangnya Tania, Mas? Nggak asing di mata gue soalnya." imbuhnya dengan nada sungkan.Andrew bukan laki-laki celamitan yang ingin tahu segalanya, cuma begitu melihat gelang emas yang lama tidak di pakai Nawangsih memang membuatnya penasaran. Terlebih pada Suryawijaya gelang itu berada sekarang.Suryawijaya mengangguk, mungkinka
Baca selengkapnya
Bab 102
Burung berkicau ketika angin kencang berhembus menerpa pepohonan hingga mengugurkan rintik-rintik air sisa hujan semalam ke tubuh Suryawijaya saat melewati jalan turunan setelah menikmati malam di puncak gunung S di Jawa Tengah.Wajahnya yang lelah terlihat bahagia, demi apapun setelah perkara paling memusingkan kepala rasanya begitu melegakan bisa menyusuri medan pendakian yang kembali memancing adrenalin dan staminanya untuk merasakan dinginnya udara hutan lebat dan pemandangan yang luar biasa asri."Mas, Mas Surya. Tungguin toh." Tarikan napas Iwan terdengar seperti orang-orang yang sedang mengikuti ajang festival San Fermin di kota Pamplona, Spanyol. Dia terengah-engah seakan di kejar banteng liar yang hendak menyeruduknya. Meski kenyataanya dia hanya menuruni trek pendakian dengan langkah yang sangat hati-hati.Jalan setapak yang licin dan basah akibat hujan semalam masih berpotensi membuatnya mati terpeleset dan jatuh ke jurang atau hipotermia karena kedinginan. Iwan memanggil S
Baca selengkapnya
Bab 103
Rasa sakit itu datang seketika. Dengan napas tumpang tindih, Suryawijaya mengeluarkan sepatah kata sambil menatap bias cahaya yang mulai sirna dari sorot matanya."Tania."•••Suhu udara turun. Rintik-rintik salju mulai turun menghiasi kota London. Nawangsih melepas sarung tangannya seraya mengulurkan tangan di depan kompor dan mengusap-usap telapak tangannya. Dia kedinginan sepulang dari kampus seorang diri tanpa kehadiran Andrew yang sempat menguasainya beberapa bulan sejak dia kembali ke London.Nawangsih termenung, dikenangannya sesuatu yang pernah dia tanamkan untuk Andrew, namun ternyata lelaki itu memilih untuk berpisah dan itu membuatnya tak berhenti berpikir keras.Kenapa berpisah... bukankah kamu mengharapkan aku?Awan-awan putih terlihat menggumpal dan elok di pandang. Andrew mengulurkan tangan saat menikmati penerbangan menuju London kala sore begitu cerah."Tania, boleh gue tanya sesuatu sama Lo?"Nawangsih menghargai uluran tangan Andrew, tapi hanya senyum yang dia berika
Baca selengkapnya
Bab 104
Matahari bersinar di langit berawan sewaktu Nawangsih tiba kembali ke tanah Jawa. Dia memakai kaca mata hitam untuk menyembunyikan mata bengkaknya sehabis menangis sepanjang perjalanan di pesawat.Suryawijaya masih menjadi racun yang tak memiliki penawaran kecuali dirinya sendiri.Dengan langkah yang begitu letih, dia terlihat memandang sekeliling mencari jemputan yang dijanjikan oleh Ibunya.Pandu melambai seraya tergopoh-gopoh menghampiri Nawangsih sebelum memeluknya. "Syukur Mas Drew langsung kasih kabar ke kamu." Nawangsih tersenyum kecil. Tumben Pandu peluk-peluk, biasanya tidak suka ada yang menyentuhnya kecuali pelukan orang tuanya."Barangmu sudah semua, Dik?" tanyanya sambil melihat-lihat kopor yang di bawa. "Kok sedikit, kamu cuma cuti?""Sebagian masih di flat, Mas Andrew nanti kirim."Pandu menghela napas, "Bagus, ayo cepat pulang. Semua sudah menanti kepulanganmu."Nawangsih mengiyakan. Mereka menyeret langkah-langkah yang tak bersemangat menuju pusat suka duka mereka. Ru
Baca selengkapnya
Bab 105
Nawangsih bergerak ke sisi kanan ranjang, dia bersedekap untuk melihat paras laki-laki yang dia puja selama hidupnya. "Aku tidak percaya lagi dengan seluruh ucapanmu mengenai enaknya mendaki gunung atau manisnya edelweis saat bermekaran jika risikonya seperti ini!"Nawangsih mendelik di depan wajah Suryawijaya yang memakai selang oksigen."Aku tidak akan pernah mengizinkanmu lagi mendaki gunung jika kamu sudah bangun dari mimpi indahmu itu. Aku keberatan tahu!"Nawangsih menyentuh wajah Suryawijaya tepat di lukanya yang mengering di tulang pipi. "Kamu pasti sudah melewatkan hari-hari penuh perjuangan, Mas. Tapi apa kamu tidak bisa berpegangan yang kencang? Seperti memegangku bertahun-tahun?"Nawangsih tersenyum getir. "Pasti tidak bisa, tebing itu bukan aku dan kamu juga membuatku jatuh sejatuh-jatuhnya. Kecelakaan itu nyaris melumatku dalam kesedihan dan rasa kehilangan."Nawangsih mengelus pipinya dengan punggung jari. "Biarkan aku merawatmu, Mas." Dia mengusap wajah Suryawijaya deng
Baca selengkapnya
Bab 106
Nawangsih satu-satunya perempuan yang hampir mengisi segalanya dalam hidup Suryawijaya. Begitupun sebaliknya. Tak ayal, kadangkala apa yang membuat mereka putus asa justru dikembalikan oleh kenyataan bahwa andil semesta adalah jawabannya.Nawangsih mengedipkan matanya, mengucek matanya untuk memastikan yang dilihatnya tidak salah. "Mas Surya bicara?" Nawangsih meraba-raba wajahnya. Demi apa pun rasanya seperti ada letupan semangat di dalam jiwanya."Kamu sudah bangun, Mas?"Reaksi yang bisa Suryawijaya beri hanya tersenyum samar. Nawangsih kontan berlonjak kegirangan sambil berteriak penuh rasa syukur.Suryawijaya melengkungkan senyum, dia menyukai nada suara itu. Bukan tawa geli atau tawa yang mengejeknya. Tawa Nawangsih terdengar menyenangkan, terdengar bahagia."Aku panggilkan dokter dan Ibunda dulu, Mas. Jangan tidur lagi pangeran tidur!" serunya sambil menepuk-nepuk pipi Suryawijaya.Suryawijaya hendak menyahut tapi suara yang keluar dari pita suaranya tidak ada, tenggorokannya s
Baca selengkapnya
Bab 107
Setelah malam berganti pagi, dan hari-hari mulai membaik. Suryawijaya dan sang Ayah kembali ke rumah, meredakan suasana gundah sanak saudara dan para pelayan yang khawatir dengan kondisi dua penguasa itu.Nawangsih melenggang keluar dari kamar dengan senyum damai yang merekah di wajahnya. Sekembalinya dar rumah sakit, aktivitasnya kembali seperti sedia kala. Kini dia benar-benar menjadi pelayan hati sang pangeran.Nawangsih menaruh alat melukis di lantai seraya tersenyum dan berkata, "Mas Surya harus punya kegiatan baru selain melamun. Lukis aku, ayo..."Suryawijaya yang mengalami cidera di tangan kirinya mendengus. "Kamu mengejekku?" tukasnya heran, "aku masih belum bisa bergerak dengan baik. Tanganku lihat..." Tangan kiri di gips, tangan kanan banyak bekas luka.Nawangsih menggeleng perlahan, tangannya sibuk menata cat dan alat lukis di meja, di beranda rumah utama. Tempat di mana Suryawijaya memilih menghabiskan waktu sambil terdiam. "Tidak, bukan begitu maksudku, Mas. Dokter meny
Baca selengkapnya
Bab 108
Nawangsih berseru. "Jangan bahas-bahas rasa sayang. Itu maha dahsyat, Mas!"Bimo dan Citra segera menengahi perdebatan mereka dengan mengangkat kedua tangan. Memandangi keduanya sambil geleng-geleng kepala."Harusnya kalian dipisahkan lagi saja. Daripada jatuh cinta lagi dan lagi." Bimo menasehati.Suryawijaya mengangguk, wajahnya seketika mengerut sakit. Sakit karena dipisahkan lagi tidak ada pada rencananya. Biar seperti ini saja sudah lega."Mas Suryawijaya sebaiknya istirahat." kata Bimo, mendekat seraya bersiap membantu Suryawijaya beranjak.Suryawijaya menatap Nawangsih dengan senyum malunya. Malu karena kesempurnaan sudah tidak bisa lagi dia berikan untuk Nawangsih."Kamu benar, Nia. Aku akan menurutimu saja." Akunya malas, "tolong bawakan lukisanku ke kamar."Nawangsih membuntuti kedua kakaknya ke kamar Suryawijaya. Lelaki itu masih tertatih saat berjalan. Dan Bimo dengan perhatian memapahnya perlahan."Jadi kamu nikahnya kapan, Cit?" tanya Nawangsih.Citra menggelengkan kepala
Baca selengkapnya
Bab 109
Seminggu sekali, Nawangsih dengan senang terus menemani Suryawijaya kontrol kesehatan di rumah sakit, mengajaknya keliling rumah sambil menceritakan apa saja yang pernah terjadi di sana atau mengunjungi galeri Dendra. Tentu hanya kenangan mereka saja yang Nawangsih ceritakan, yang lain tidak penting katanya. Suryawijaya tersenyum. Banyak yang menarik untuk di kenang di galeri Dendra, tapi di rumah dia merasa seluruh rumah itu memberikan ingatan yang lebih kuat."Yang lain tidak penting karena kamu tidak menerimanya." kata Suryawijaya, mereka berhenti di taman belakang rumah, memilih tempat yang cukup hangat untuk berjemur.Nawangsih mengernyit, "Maksudnya? Ah iya... Mbak Keneswari pasti khawatir kalau tahu Mas celaka." ucapnya lugas, "Itu kan yang Mas maksud? Memori lama yang bikin aku pergi?"Nawangsih menyipitkan mata dengan raut wajah penasaran. Suryawijaya gemas, raut wajah itu menghiburnya."Kamu benar, tapi Keneswari tidak akan menginjakkan kaki di sini lagi." Suryawijaya berkat
Baca selengkapnya
Bab 110
Suryawijaya mengetuk kamar Nawangsih sewaktu suasana rumah utama terasa sepi.Nawangsih mengerucut bibir. Sebagai sahabat dan adik, kelakuan Suryawijaya yang memanggil-manggil namanya dengan pelan tapi buru-buru membuatnya jengkel."Kenapa?" Nawangsih hanya membuka pintu kamarnya sedikit. "Aku lagi sibuk cari kampus baru, Mas. Lagi meeting juga sama Pak Doris.""Katanya sudah menjadi pengangguran." Suryawijaya mengembuskan napas. "Meeting apa dengan Pak Doris? Kesehatan Andrew terganggu?""Ngawur." Nawangsih mempersempit jarak pandang keduanya dengan mendorong daun pintu. "Aku keluar sejam lagi, itu kalo Mas masih perlu sama aku! Bye..."Nawangsih menutup pintu dan menguncinya, mencegah Suryawijaya masuk dengan cepat.Suryawijaya menerima penolakan itu dengan pasrah, padahal niatnya baik. Dia pergi ke ruang keluarga, di sana hanya ada kehampaan karena Ibu dan Ayahnya pergi ke rumah sakit bersama Kakak dan Adiknya."Harus mulai dari mana aku?" Dia menatap sekujur tubuhnya yang menjadi s
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status