All Chapters of Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua: Chapter 31 - Chapter 40
90 Chapters
Bab 31. Mengintai Tuan Fidel Dan Salma.
Malam beranjak semakin dalam. Sinar bulan mulai menampakkan cahayanya yang benderang. Seorang lelaki duduk di pelataran rumahnya yang dikelilingi rerimbunan pepohonan. Lelaki itu tak lain adalah Cecep. Sejak bertemu dengan Janeta, angan dan pikirannya tidak pernah lepas dari gadis itu.“Duh si Eneng, gelius pisan!” gumamnya sambil memandangi rembulan seakan Janeta berada di depan matanya dan tersenyum.Dengan memeluk kedua lututnya, Cecep mengurai kembali kenangan bersama gadis berpenampilan tomboy yang siang tadi tanpa sengaja ia temukan tergeletak di balik semak di pinggir jalan.Saat itu Cecep bermaksud untuk pergi ke warung membeli rokok. Ia sangat terkejut ketika dari jarak agak jauh ia melihat sesosok tubuh yang tergeletak tak berdaya.Cecep segera menghentikan sepeda motornya dan memeriksa keadaan gadis yang ternyata sedang pingsan itu. Lalu dengan bantuan beberapa warga yang lain, Cecep membawa Janeta ke rumah Bidan yang tidak begitu jauh dari
Read more
Bab 32. Janeta Dicurigai.
Sementara itu di sebuah rumah tempat seorang bidan desa membuka praktek, Cecep terlihat duduk menunggu di atas bangku panjang. Malam itu pasien Bu Bidan cukup banyak. Kebanyakan dari mereka yang datang adalah ibu-ibu hamil dan beberapa orang pasien anak-anak yang menderita batuk pilek serta demam.Tempat praktek Bu Bidan adalah satu-satunya pelayanan kesehatan terdekat di desa itu. Ada juga sebuah puskesmas, namun tempatnya agak jauh sekitar 3km dari desa yang posisinya agak berjauhan dari desa yang lainnya. Jadi untuk penyakit ringan seperti luka yang tidak terlalu parah dan demam, penduduk desa itu tua mau pun muda, semua datang meminta pertolongan pertama kepada sang Bidan. Ibu Bidan yang juga adalah asli penduduk desa tersebut, selalu melayani pasiennya dengan sabar dan ramah.Jarum jam sudah menunjukkan hampir pukul sepuluh malam. Cecep agak gelisah karena ia tahu biasanya jam sepuluh malam Bu Bidan itu sudah menutup pintu tempat prakteknya dan hanya membukanya bagi p
Read more
Bab 33. Laporan.
Menjelang tengah malam, Janeta baru sampai di rumah. Suara si Hitam yang menyalak riuh rendah menyambutnya. Anjing itu terlihat mondar-mandir di dekat pintu seperti tidak sabar bertemu dengan Janeta yang baru saja memarkirkan sepeda motornya di garasi.KreeekPintu dibuka Janeta dan...Wuuss...Di Hitam segera menghambur ke tubuh Janeta hingga gadis itu terjajar ke samping beberapa langkah.“Mengapa kamu terlihat marah dan gelisah kawan?” Janeta bertanya sambil berjongkok di lantai dan membiarkan si Hitam memegang pipinya yang lebam dengan sebelah kaki depannya yang berkuku panjang.“Oh, kamu pasti mengkhawatirkan aku, kawan. Tenang saja, aku tidak kenapa-kenapa kok.” ucap Janeta mengelus kepala si Hitam perlahan lalu bangkit dari jongkoknya dan menuju kamar kemudian membuka jaketnya.Plastik yang berisi pakaian berdarah tadi, diletakkan Janeta di atas meja rias lalu bergegas ia masuk ke kamar mandi untuk membersihkan sekuju
Read more
Bab 34. Kegaduhan Di Kantor.
Berpacu dengan waktu, berkejaran dengan kesempatan, Janeta menyalip puluhan kendaraan yang menghalangi jalannya. Ia harus segera sampai di kantor sepagi mungkin sebelum Shania dan Tuan Fidel sampai di kantor itu. Sebuah rencana yang telah ia susun rapi di benaknya, harus ia laksanakan dengan sebaik mungkin.Hampir pukul setengah sembilan pagi, barulah Janeta sampai di halaman kantor PT. Rafidel Diamon Jaya. Abang sekuriti berkumis tebal yang menggoda Janeta seminggu yang lalu, kini tidak berani lagi menatapnya lama apalagi menggodanya. Ia kini tahu kalau gadis yang pernah ditaksirnya itu adalah pemegang mandat kuasa terkuat di perusahaan tempat ia bekerja.“Pagi Bu!” sapa Abang sekuriti memberi hormat ketika sepeda motor Janeta sampai di pintu gerbang kantor yang cukup besar itu.“Pagi juga Bang!” sahut Janeta ramah lalu memarkirkan sepeda motornya di halaman parkir.Mata Janeta mencari-cari mobil Tuan Fidel di halaman parkir itu.&ld
Read more
Bab 35. Perbincangan Janeta Dengan Tuan Fidel.
“Sepertinya hampir sampai kepada sebuah kesimpulan. Yess..! Pemuda dengan luka gigitan anjing di tangan kirinya. Yaa... Dialah orang yang berada di sekitar rumah Pak Warno pada malam kematian lelaki tua itu.” Janeta tersenyum sendiri lalu meninggalkan ruang kerja Tuan Fidel. Sebuah senyuman miring Janeta hadiahkan kepada Tuan Fidel yang berdiri mematung dengan wajah pias.“Mengapa si tukang kebun itu senyum-senyum? Apakah dia mencurigai Abbas? Aduh gawat, bagaimana ini?” kata hati Tuan Fidel sambil melirik kepergian Janeta.Sementara itu Janeta kembali ke ruangannya namun tak lama kemudian gadis detektif itu keluar lagi. Ternyata dia hanya mengambil beberapa keperluan dari ruang kerjanya itu lalu mengunci pintu dan bergegas menuju halaman parkir. Namun baru saja ia akan menyentuh sepeda motornya, Tuan Fidel telah berada di sana seakan menghalanginya.“Janeta!” Tuan Fidel memanggil namanya.“Hm, tumben lelaki ini memanggil
Read more
Bab 36. Perbincangan Selanjutnya.
Mata Tuan Fidel semakin lembab lalu kemudian basah. Ia terlihat benar-benar sedih dan berduka.“Kalau saja Lusy bisa memberikan saya keturunan, Saya tidak mungkin tega menduakannya.” ucap Tuan Fidel menerawang menatap ke arah tak tentu. Seakan ia teringat dan merindui istri tuanya itu. Dua tetes air mata gugur membasahi pipinya, lalu segera ia seka dengan punggung tangannya.Janeta hanya menatap Tuan Fidel dengan prihatin.“Alangkah pembohongnya kamu Tuan Tua, kamu bahkan mentigakan Nyonya Lusy di saat beliau masih hidup.” kutuk Janeta dalam hati begitu ia terbayang sebuah foto Salma dan Tuan Fidel yang terlihat begitu mesra, lalu terngiang kembali percakapan Pak Warno dengan Shania sebelum Pak Warno meninggal dunia.“Hmmm...” suara lelaki itu mendehem.“Sebulan sebelum meninggal, Lusy datang kemari. Ia mengatakan kalau ia pernah melihat suami kalian pergi ke hotel dengan seorang wanita muda.” ucap lelaki itu
Read more
Bab 37. Di Interogasi Cecep.
Kehadiran Tuan Morat yang tiba-tiba di tengah perbincangan Janeta dengan Tuan Fidel di cafe itu, membuat suasana jadi tidak nyaman untuk meneruskannya.Tuan Fidel dan Janeta akhirnya mengakhiri pertemuan mereka dan kembali ke kantor. Setelah mengantarkan Janeta kembali ke kantor, Tuan Fidel langsung pergi entah ke mana. Mungkin saja mencari Salma atau menyelesaikan masalah lain, Janeta tidak tahu.Setelah mobil Tuan Fidel berlalu dari pandangannya, gadis detektif itu bergegas mendekati sepeda motornya. Agenda yang telah ia susun semula yaitu mendatangi Cecep untuk menggali lebih dalam informasi tentang dugaan pembunuhan Pak Warno, akan segera ia laksanakan. Rencananya itu sempat tertunda karena  kedatangan Tuan Fidel yang mengajaknya berbincang di sebuah cafe yang tidak begitu jauh dari kantor itu.“Belum terlalu siang, aku masih punya waktu untuk mendatangi Kang Cecep.” kata hati Janeta setelah melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan
Read more
Bab 38. Titik Terang Mulai Muncul.
"Berbohong? Berbohong apa maksudnya, Kang?Cecep memalingkan wajahnya dari wajah Janeta dan kini ia melempar pandangan keluar jendela.“Neng!”“Sebenarnya ini bukanlah masalah Saya. Tapii... Cecep tidak melanjutkan kata-katanya. Dirinya terlihat dilema. Sedangkan Janeta menunggu kelanjutan kalimat lelaki itu. Namun hanya kesunyian yang kini datang menyusupi.“Bilang saja Kang. Maksudnya apa tadi?”“Tidak usah berpura-pura Neng. Saya sudah tahu kalau pemilik baju berdarah itu adalah milik Adik Neng.” Lembut tapi tajam, itulah intonasi perkataan Cecep.“Ternyata Kang Cecep sudah bertanya kepada Bu Bidan. Aku harus cerdas menanggapi semua ini agar kasus kematian Pak Warno cepat terungkap. Aku tidak bisa mengandalkan kesaksian dari si Hitam karena seekor hewan tidak dapat dijadikan saksi di pengadilan.”Cecep menoleh kepada Janeta yang terdiam. “Jujur sajalah Neng. Siapa
Read more
Bab 39. Membebaskan Nyonya Shania.
Sementara itu di cafe, sepeninggal Janeta dan Tuan Fidel, Tuan Morat segera menyelesaikan pembicaraannya dengan klien yang tadi ditunggunya.Setelah itu ia lalu bergegas menuju kantornya namun tak lama kemudian dirinya keluar kembali dan selanjutnya menuju kantor polisi tempat Nyonya Shania di tahan.“Harap Nyonya bersedia menandatangani kedua surat ini  dan Saya akan pastikan Nyonya segera meninggalkan tempat buruk ini.” Tuan Morat berkata kepada Nyonya Shania begitu mereka bertemu di ruang khusus tempat bertemu tahanan dan tamunya.“Surat apa ini Tuan?” tanya Nyonya Shania sambil menerima dua amplop yang berisi surat yang diserahkan oleh Tuan Morat kepadanya. Tangannya lalu membuka satu persatu amplop “Memberhentikan Tuan Tunio sebagai kuasa hukum dan mengangkat Anda sebagai gantinya?”“Ya, benar sekali Nyonya.” sahut Tuan Morat sambil memperbaiki posisi duduknya yang berhadapan dengan Nyonya Shania.“Lalu... Berapa Saya harus membayar jasa Anda, Tuan?
Read more
Bab 40. Kemana Fitri Menghilang ?
Pagi harinya di rumah Nyonya Shania.Seperti biasa, pukul delapan pagi Janeta sudah tiba di rumah Nyonya Shania. Beberapa hari sebelumnya rumah itu terlihat kusut dan kotor bahkan tidak terlihat tanda-tanda kehidupan di sana.Namun hari ini suasana sungguh berbeda dari beberapa hari sebelumnya. Rumah Nyonya Shania kini terlihat bersih dan anggota keluarga lengkap berada di rumah.Kedatangan Janeta telah di sambut oleh Nyonya Shania yang terlihat berolah raga pagi dengan Ricana dan Arkhas. Bik Imah terlihat tengah menyapu bagian belakang halaman rumah dan pekerjaannya juga hampir selesai. Sedangkan Tuan Fidel tengah membersihkan dash board mobilnya dengan sehelai kain tisu.“Kok Nyonya Shania sudah bebas?” bertanya Janeta di dalam hatinya.“Pagi Nyonya! Nyonya terlihat sangat cerah.” sapa Janeta begitu mereka bertemu.“Terima kasih Janet, kamu pandai sekali membuat suasana menjadi lebih cerah.” sahut Nyonya Shania tersenyum. Semua beban yang ia tanggung beberapa har
Read more
PREV
1234569
DMCA.com Protection Status