Semua Bab Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua: Bab 21 - Bab 30
90 Bab
Bab 21. Rekaman Video.
"Mereka mulai memperlihatkan taringnya!” Janeta bergumam geram. Ia mengepal tinjunya dengan gigi gemerutuk.Gadis kecil di samping Janeta masih terlihat bingung dan ketakutan. Janeta menoleh kepada gadis kecil itu dan mencoba memberikan senyuman.“Eh Dek, tadi mau ngomong apa? Oh ya namamu siapa?” senyum Janeta mencoba mencairkan ketegangan di wajah gadis itu. Janeta tidak ingin gadis itu tertekan.“Namaku Fitri Kak?” sahut gadis yang ternyata bernama Fitri itu.“Oh Fitri, nama yang indah.” Kembali Janeta menghadiahi gadis itu senyuman manisnya. Gigi Janeta yang putih rapi mengintip dari balik bibirnya yang indah.“Tadi Fitri mau ngomong apa?” Janeta mengulangi pertanyaannya yang belum sempat di jawab oleh gadis tanggung itu.“Ayo masuk Kak!” Fitri meraih tangan Janeta dan menariknya masuk kembali ke dalam kamar anak-anak. Ricana dan Arkhas nampak sedang bermain di karpet yang berbulu hal
Baca selengkapnya
Bab 22. Menemui Shania Dipenjara.
Walau pun menduduki kursi empuk, jabatan tinggi, namun tidak membuat Janeta tenang. Ia sadar bahwa dirinya telah jauh melangkah dan ini akan membuatnya lebih banyak menghadapi tantangan.Namun sebagai seorang detektif, ia sudah siap untuk menerima resiko apa pun dari pekerjaannya. Liang kubur dan pintu penjara semakin menganga mengincar dirinya. Dan itu sudah menjadi permainannya.“Apa-apaan ini? Siapa yang menyuruhmu datang dan duduk di kursi itu hah? Dasar tukang kebun tak tahu di untung!” suara Tuan Fidel menggelegar bagaikan petir yang mendadak datang di tengah hari. Di tambah lagi dengan gebrakan tangannya di atas meja, lengkap sudah kegarangan Tuan yang berkulit hitam manis itu.Janeta yang duduk di kursinya sudah mewanti-wanti hal itu akan terjadi. Ia tahu Salma akan mengadu kepada laki-laki yang kini menjadi jagoannya itu.Dan benar ternyata, tak lama kemudian gadis cantik yang bernama Salma itu telah hadir di sana. Tangannya ia lipat di dada
Baca selengkapnya
Bab 23. Uang Dalam Amplop.
Shania segera di giring seorang anggota polisi menuju penjara. Sebelum pergi ia menoleh kepada Janeta. Dua tetes air mata jatuh membasahi pipinya yang terlihat kumal. Bibir pucatnya bergetar dan tatapan matanya hampa.Janeta memberikan senyuman dan anggukkan kepala. Ia seakan mengisyaratkan sebuah dukungan moral kepada Shania yang terlihat putus asa. Shania pun akhirnya mampu tersenyum.“Kamu tidak sendiri Shania.” Janji Janeta di dalam hati. Ia pun melangkah meninggalkan kantor polisi. Sambil berjalan menyusuri koridor ia memikirkan solusi yang harus ia ambil untuk mempercepat penyelidikannya. Satu-satunya  cara yang harus ia lakukan adalah mengumpulkan barang bukti dan saksi-saksi. Dan itu bukan pekerjaan yang mudah. Ia sedikit memijit kepalanya yang mumet.*Sebelum melanjutkan perjalanannya kembali menuju kantor, Janeta mampir dulu di sebuah rumah makan. Jarum jam sudah menunjukkan pukul dua tengah hari. Para penghuni usus sudah me
Baca selengkapnya
Bab 24. Perkelahian.
Menjelang sore Janeta sudah kembali ke kantor. Sapaan beberapa pekerja yang kebetulan berpapasan dengannya, ia jawab ramah. Perusahaan yang bergerak di bidang jasa ekspedisi itu memang cukup besar dan pekerjanya cukup banyak. Janeta langsung masuk ke ruangannya yang bertuliskan ‘Ruang Wakil Direktris’ di pintu masuk. Laptop segera di nyalakan Janeta dan ia langsung mengetik alamat kantor Tuan Tunio dan data pribadi pengacara itu di kolom pencarian google. Tidak menunggu lama, informasi yang di carinya sudah berhasil ia dapatkan. Janeta langsung menyimpan informasi penting itu di ponselnya dengan mengambil gambar layar laptop dengan kamera ponsel tersebut.Dengan ponsel itu pula Janeta nampak menghubungi seseorang.“Shania butuh pengacara Om.” ucapnya terdengar lirih. Lalu ia diam mungkin mendengar jawaban dari lawan bicaranya.“Data segera meluncur!” sambung Janeta kemudian lalu mengakhiri pembicaraan dan kemudian ia terl
Baca selengkapnya
Bab 25. Mulai Diserang.
Pukul dua belas lebih dua puluh lima menit lewat tengah malam, Janeta baru saja akan mencapai pangkal jalan menuju rumah kontrakannya. Rumah itu berada nomor tiga dari pangkal jalan sebelah kanan. Kediaman para tetangga sudah terlihat sepi. Mungkin mereka sudah tertidur pulas atau bersantai di dalam rumah mereka masing-masing.Tiba-tiba mata Janeta menangkap sebuah bayangan hitam berkelebat menghampiri rumah Janeta dan terdengar pula gonggongan di Hitam riuh dari dalam rumah.Janeta menghentikan sepeda motornya dan mengintai dari jarak cukup jauh. Insting Janeta menangkap hawa bahaya yang tengah mengancamnya.Seseorang memakai baju hitam agak menggelembung dan bercelana agak komprang terlihat memanjat pagar dan mendekati pintu rumah Janeta. Janeta makin tajam memperhatikan dan perlahan mengingsut langkah mendekat ke arah pagar rumahnya. Suara si Hitam semakin riuh dan orang berbaju serba hitam itu nampak sedang mencongkel kaca jendela yang berlapis besi ter
Baca selengkapnya
Bab 26. Kasih Sayang Kawan.
Rasa penat yang teramat sangat memaksa Janeta untuk segera beristirahat. Jarum jam sudah menunjukkan pukul dua lebih lima belas menit dini hari.“Kawan, izinkan aku beristirahat barang sejenak. Badanku terasa capek dan meriang.” ucapnya kepada si Hitam sambil meletakkan sepiring nasi ditambah sepotong ikan bakar yang sengaja ia beli tadi di warung makan. Piring itu ia letakkan persis di hadapan si Hitam yang duduk di lantai dengan menyusun kedua kaki depannya dengan rapi. Anjing itu terlihat belum pulih benar. Luka di kepalanya masih dibalut perban yang baru saja di ganti oleh Janeta dengan perban baru.“Guk..guk..!” sahut anjing itu seakan melafazkan kalimat terima kasih.Aroma ikan bakar membuat air liur si Hitam meleleh dan langsung menyantap makanan yang telah di hidangkan Janeta di hadapannya.Janeta beringsut masuk ke dalam kamarnya lalu mencuci muka di kamar mandi. Matanya masih merah dan terasa perih. Selesai mengeringkan wajahnya
Baca selengkapnya
Bab 27. Secarik Kertas Dari Fitri.
“Kak Janeta, jika tiba-tiba Fitri tidak ada ditemukan, tolong datangi alamat ini xxxxxxxxxx xxxxxxx xxxxxx”Janeta segera melipat kertas kecil itu kembali dan memasukkan ke dalam kantong celana jeans yang ia pakai lalu dengan setengah berlari Janeta menuju pintu keluar. Namun alangkah terkejutnya Janeta ketika ia tidak bisa membuka pintu itu walau dirinya telah menggunakan kunci yang ia pegang dan ia gunakan tadi untuk membuka pintu tersebut. Sepertinya  pintu itu telah di kunci dari luar dengan menggunakan kunci ganda atau kunci tambahan.“Sial! Aku terjebak !” maki Janeta berlarian mencari pintu yang lain.Namun semua pintu kini sudah terkunci, dan Janeta berusaha mencari jendela yang mungkin bisa membantu dirinya keluar dari rumah itu. “Oh, itu ada jendela yang tidak berlapis teralis besi. Aku akan memecahkan kaca jendela itu agar bisa keluar.” bisik hati Janeta sambil menatap jendela kecil yang di lapi
Baca selengkapnya
Bab 28. Kemeja Berdarah.
"Sudah terasa baikkan Neng?” sebuah suara menyapa ketika Janeta membuka kelopak matanya perlahan.“Saya ada di mana ?” bukannya menjawab pertanyaan orang asing itu, Janeta malah balik bertanya. Matanya mengitari sebuah ruangan yang tidak terlalu besar namun sangat bersih.“Neng berada di rumah praktek Bidan. Tadi kami menemukan Neng tergeletak di pinggir jalan.” Seorang lelaki menjawab pertanyaan Janeta.Laki-laki itu masih terbilang muda, mungkin umurnya sepantaran dengan Janeta.“Oooh begitu rupanya. Apakah Saya terluka parah ?” tanya Janeta lalu meraba-raba bagian tubuhnya yang terasa sakit.“Tidak begitu parah. Sepertinya tubuh Mbak berbenturan dengan benda tumpul sehingga menimbulkan luka memar saja dan tidak memerlukan jahitan. Hanya saja benda tumpul itu mengenai susunan saraf belakang sehingga membuat Mbak tidak sadarkan diri.” Kali ini yang menjawab adalah seorang perempuan yang dapat di pastikan
Baca selengkapnya
Bab 29. Curiga Dan Cinta
“Bener Neng udah merasa baikan?” Setelah di urut Bu Wati Janeta merasa tubuhnya sudah sangat ringan.“Sudah Kang, Saya sudah merasa sehat dan bugar sekarang.” sahut Janeta yang di sambut senyuman oleh Bu Wati dan putranya Cecep.“Alhamdulillah. Kalau boleh Saya tahu Neng kenapa bisa sampai tergeletak di pinggir jalan? Apakah ada mobil atau sepeda motor yang menabrak?” beberapa pertanyaan di ajukan oleh Cecep, dan Janeta tahu bahwa bukan saatnya untuk bicara jujur.“Iya Kang, tadi Saya mau menyeberang jalan tiba-tiba ada sepeda motor yang melaju kencang lalu menabrak Saya. Saya langsung tidak sadarkan diri.” jawab Janeta berbohong.Bu Wati dan Cecep terlihat mengangguk-angguk prihatin. Wajah mereka sungguh polos dan lugu.“Maafkan aku terpaksa membohongi kalian.” desah Janeta di dalam hati.“Memangnya Neng mau kemana? Ibu tidak pernah melihat Neng di desa ini?” tanya Bu Wati masih te
Baca selengkapnya
Bab 30. Bertemu Tuan Morat.
Jalanan Jakarta yang cukup padat membuat perjalanan Janeta menuju kantor Pengacara Tuan Morat tidak berjalan begitu mulus. Perjalanan membutuhkan waktu dua kali lipat dari biasanya. Tapi syukurlah, pengacara itu telah menyatakan kesediaannya untuk menunggu Janeta.Hampir pukul enam sore barulah Janeta sampai di ambang pintu pengacara yang cukup ternama itu. Setelah mengisi buku tamu, Janeta di antarkan seorang pegawai Tuan Morat menuju ruang kerja pemilik kantor tersebut.“Maaf, Saya benar-benar terlambat.” Langsung saja Janeta meminta maaf karena sudah membuat pengacara besar itu menunggu.“Tidak masalah, silahkan duduk!” jawab Tuan Morat namun sejenak terpana melihat luka lebam di pipi Janeta.“Sepertinya Anda dalam masalah, Nona Janeta?” Tuan Morat bertanya sambil mengiringi Janeta yang sudah terlebih dahulu menghempaskan bokongnya di sofa milik Tuan Morat.“Oh tidak Tuan, hanya kecelakaan kecil saja.” Janet
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status