All Chapters of AKIBAT PELIT PADA ANAK ISTRI: Chapter 21 - Chapter 30
105 Chapters
Bab 21 Pergi dan Datang
"Kalau bapak nggak mau kasih tahu ini kiriman dari siapa, saya juga nggak mau menerima walaupun gratis, Pak. karena saya nggak pesan, jadi nggak mungkin saya terima begitu saja, kan?" ucapku pada bapak itu yang mengangguk-angguk pelan. "Benar juga, ya, Bu," balasnya singkat lalu menelepon seseorang entah siapa.Dia pergi sedikit menjauh dari pintu kontrakanku yang terbuka. Beberapa tetangga sampai keluar kontrakan karena mungkin cukup berisik.Mobil bak terbuka itu pun masih parkir tak jauh dari tempatku sekarang berdiri, menunggu Si Bapak kembali.Tak selang lama, Si Bapak melangkah tergesa ke arahku sembari memasukkan kembali ponselnya ke saku celana. Dia tersenyum tipis setelah sampai di sampingku. "Bagaimana, Pak? Dari siapa ini? Atau mungkin Bapak salah kirim?" tanyaku serius. "Nggak salah kirim, Bu. Kata pengirimnya, ini sengaja buat ibu karena dia pengagum rahasia ibu gitu, katanya. Dia juga tahu kok nama lengkap ibu
Read more
Bab 22 Kerjasama
Sejak pesan pertama beberapa hari lalu, Mas Hanan sering kali menghubungiku. Dia minta waktu untuk bertemu, akan menjelaskan dan menceritakan alasannya sepuluh tahun lalu kenapa menghilang begitu saja.Ah, tapi sepertinya aku sudah mati rasa. Kecewa dan benci yang dulu terpatri dalam dada rasanya begitu sulit terobati. Dia mengecewakan aku, di saat aku mulai mempercayai semua janji-janjinya. Perih dan sakit. Bahkan mungkin seperti tersayat sembilu. Saat para tetangga tahu kapan dia akan menikah denganku, bukan aku yang cerita.Namun dia sendiri yang menceritakan keinginannya untuk mempersuntingku dengan segera. Tapi apa buktinya?Dia justru menghilang begitu saja tanpa segores kabar berita. Hati perempuan mana yang tak sakit? Hati wanita mana yang tak terluka? Bukannya diberi setitik penjelasan, dia justru lenyap seolah tak ada beban. Sementara aku harus terus mendapatkan beraneka macam cibiran dan gunjingan.Berulang kali dia me
Read more
Bab 23 Tangis Bahagia
Pesanan aksesoris hijab lima gross dengan harga 35.000/pics menjadi agendaku minggu ini.Aku buat aksesoris hijab ini menggunakan kristal dan dijahit satu-satu, berukuran mini tapi elegan dan cantik sangat cocok buat dipajang di toko muslimah apalagi butik. Untuk sementara aku tutup toko online karena ingin fokus mengejar pesanan ini sampai kelar.Pesanan sebelumnya sudah aku kerjakan dan kirim semua. Kini bisa lebih fokus untuk mengerjakan pesanan spesial ini beberapa minggu ke depan. Beberapa hari belakangan aku pun mulai sibuk mengajari tiga orang ibu muda yang niat untuk membantuku menggarap pesanan.Mereka cukup sabar dan telaten meski hasilnya belum sebagus bikinanku. Tapi setidaknya aku lihat ada usaha maksimal yang mereka lakukan. "Punya Mbak Mayang sama Mbak Uni sudah cukup rapi ini. Kita bikin lima model dengan sepuluh warna yang berbeda ya, Mbak," ucapku kemudian. Mereka pun mengangguk nyaris bersamaan.Ak
Read more
Bab 24 Pasca Bercerai
Hari ini sidang terakhir perceraianku dengan Mas Aris dan Alhamdulillah sudah digelar beberapa menit yang lalu.Tak ada tuntutan atau pun banding darinya. Semua berjalan lancar hingga ketuk palu dan dinyatakan sah bercerai. Cukup cepat dan mudah. Mungkin karena aku juga tak menuntut harta gono-gini. Dia pun tak memperjuangkan hak asuh anak yang memang jatuh ke tanganku.Sesuai kesepakatan awal, Zahra ikut denganku. Lagipula Mas Aris juga sudah menawarinya untuk tinggal di rumah, tapi Zahra menolak.Dia bersikeras untuk hidup denganku apapun dan bagaimanapun keadaan yang akan terjadi ke depan nanti.  Aku ke luar sidang dengan perasaan campur aduk. Ada sedihnya karena rumah tangga yang berjalan hampir sembilan tahun lamanya itu akhirnya usai juga.Namun di sudut hati lain, aku begitu lega karena sudah pisah dengan Mas Aris dan keluarga toxicnya itu. Gegas kukirimkan pesan pada Mbak Mayang, minta tolong untuk menjemput
Read more
Bab 25 Balasan dari Zahra
"Assalamu'alaikum."Suara salam terdengar dari luar. Sepertinya Mbak Ulya sudah datang. Aku buru-buru meletakkan jarum dan benang ke tempatnya lalu melangkah cepat ke arah pintu.Benar saja, perempuan cantik itu tersenyum begitu manis sambil membawa kantong kresek. "Wa'alaikumsalam, Mbak. Gimana kabarnya?" tanyaku sambil cipika-cipiki. "Alhamdulillah baik, Mbak. Mbak Wita gimana kabarnya?" "Semakin baik, Alhamdulillah," jawabku dengan senyum lebar.Mbak Ulya pun ikut tersenyum. Kuajak dia untuk masuk ke ruang tengah seperti biasanya. "Permisi ya, Mbak," ucap Mbak Ulya sembari membungkukkan badan saat masuk ke ruang tengah.Ketiga partnerku yang masih sibuk packing aksesoris hijab ke dalam box pun menoleh lalu menganggukkan kepala. "Langsung aja ya, Mbak. Soalnya aku buru-buru mau bertemu seseorang, ini kekurangannya dua belas juta tujuh ratus ribu rupiah. Dihitung saja dulu," ucap Mbak Ulya
Read more
Bab 26 Dua Rasa Berbeda
"Bu, mulai sekarang Zahra simpan rindu pada ayah ini sendirian. Zahra nggak mau lihat ibu nangis lagi karena diejek tante sama budhe. Kalau memang ayah nggak kangen sama Zahra, ya sudah nggak apa-apa. Masih ada ibu yang selalu kangen Zahra, kan?"Kedua mata anak perempuanku itu begitu basah. Ada luka menganga dalam tatapnya.Betapa tidak? Cinta dan kasih sayang seorang ayah yang selama ini dia harapkan hanya berakhir dengan sebuah tangisan.Mas Aris seolah tak peduli dengan rindu dan air matanya. Dia justru sibuk dengan dunianya sendiri.Tak peduli ada hati kecil yang sedang menunggu hadirnya di sini. Berulang kali aku membesarkan hati Zahra untuk jangan terlalu memikirkan ayahnya, tapi tetap saja Zahra bilang rindu ingin bertemu.Berulang kali aku menenangkan hatinya saat kecewa, Zahra bilang selalu memaafkan dan mendoakan ayah dalam tiap sujudnya. Sedih? Jelas iya. Kecewa? Apalagi. Hatiku terasa tercabik-cabik melihat ke
Read more
Bab 27 Dia Pelakunya
Pesanan Mbak Ulya sudah selesai dikerjakan oleh ketiga timku yang kece. Mbak Salwa dan Mbak Uni mulai sibuk dengan pesanan offline, aksesoris hijab untuk ibu-ibu pengajian.Sementara Mbak Mayang aku tugaskan untuk menyelesaikan pesanan bahan kerajinan yang kupasarkan via instagram dan facebook. Impian keduaku saat ini adalah membeli rumah yang nyaman untuk diriku sendiri dan Zahra, karena hutang ibu dan bapak pun sudah kulunasi dua hari yang lalu.Rencananya aku juga ingin menyewa kontrakan sebelah, kebetulan minggu depan pengontrak pindah kerja jadi kontrakannya kosong. Kontrakan yang khusus untuk berdagang dan kerja. Sementara kontrakan ini khusus untuk tidur, masak dan bersantai agar nyaman untuk Zahra juga. Tak terlalu semrawut dan berantakan. Sedikit demi sedikit stok aksesoris mulai ada. Aku membeli etalase dan display untuk mempromosikan dagangan.Meski tak dekat dengan jalan raya, tapi kontakanku cukup ramai orang l
Read more
Bab 28 Melawan
"Kamu tahu darimana aku dan Zahra tinggal di sini?" tanyaku pada laki-laki itu.Dia kembali tersenyum. Seolah tak mempedulikan raut penasaran di wajahku.Tak berselang lama, Mbak Ulya ke luar dari dalam kontrakan, membawa kardus berisi aksesoris hijab yang sudah disiapkan Mbak Mayang tadi pagi."Eh ... Mbak Wita sudah pulang," ucap perempuan cantik itu dengan senyum lebar. Aku mengangguk pelan.Ternyata dugaanku waktu itu benar. Mbak Ulya memang suruhan Mas Hanan untuk pesan aksesoris hijab padaku. "Mbak ... mbak. Jangan marah sama aku, ya? Aku cuma menjalankan tugas aja. Si bos yang minta," bisiknya di telingaku sebelum melangkah pergi ke mobil.Mobil yang parkir di samping rumah haji Abdullah itu ternyata mobil Mas Hanan.Ibu-ibu yang sejak tadi lihat-lihat proses pembuatan aksesoris hijab pun pergi satu per satu.
Read more
Bab 29A Bersyukur
Zahra mengambil gunting dari atas etalase untuk membuka paketnya. Paket misterius itu ternyata dua buah gamis lengkap dengan hijab berwarna merah muda yang cantik dan terlihat mahal. Benar kah paket ini buatku dan Zahra? Lagi-lagi pertanyaan itu muncul di benak. "Bagus banget gamisnya, Bu. Kembar lagi sama ibu," teriak Zahra kegirangan. Aku hanya tersenyum tipis sembari menganggukkan kepala. "Zahra coba dulu ya, Bu. Sepertinya pas ini," ucapnya lagi. Dia mulai mengambil gamis merah muda itu lalu membawanya ke kamar mandi. Ohya, aku tanyakan saja dulu sama Mbak Ulya, bener nggak dia yang kirim gamis ini untukku dan Zahra. Jangan sampai Zahra sudah kegirangan ternyata bukan untuk kami berdua. Drrrtttt drrrttttt Belum sempat kirim pesan, ponsel di atas kasur bergetar. Gegas kuambil benda pipih berwarna silver itu dari tempatnya. Sengaja kulihat dari notifikasi, Mbak Ulya mengirimkan pesan. |Mbak, gamisnya sudah
Read more
Bab 29B Ada Yang Terbakar
Mbak Yuli tersenyum lebar melihat kedatangan adik dan mungkin calon iparnya. Syarlina yang terlihat begitu akrab dengan Mas Aris. Mbak Yuli yang sedari tadi nongrong di cafe depan sekolah tiba-tiba muncul di halaman. Menyambut adik dan perempuan itu dengan tatapan bahagia. Berbeda sekali ketika dulu berpapasan denganku. Selalu saja masam dan tak enak dipandang mata.  Ah sudah lah. Ngapain terus mengingat masa lalu yang suram itu. Toh sekarang aku dan Zahra sudah bahagia. Ekonomi pun kecukupan meski masih ngontrak di kontrakan sempit tapi setidaknya aku bebas. Tak selalu disesaki beban dan sakit hati berkepanjangan.  "Wit, aku mau jemput Zahra. Aku sama Syarlina mau ke mall, jadi sekalian ajak Zahra. Soal baju nanti bisa pakai punya Annisa dulu. Aku juga mau belikan dia baju baru," ucap Mas Aris tiba-tiba. Tumben sekali dia mau ngajak Zahra jalan-jalan, pakai acara akan dibelikan baju segala.  "Kok dadakan ya, Mas
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status