Semua Bab AKIBAT PELIT PADA ANAK ISTRI: Bab 31 - Bab 40
105 Bab
Bab 30 Ternyata Ada Udang Di Balik Batu
Pov : Aris |Kamu bujuk Zahra supaya benci sama aku, kan, Wit? Apa maumu, ha? Mana ada seorang ibu yang sengaja membujuk anaknya untuk membenci ayahnya sendiri. Ayah yang selama ini berjuang buat besarin dan sekolahin dia!| Kukirimkan pesan itu pada Wita. Biar saja dia tahu kalau detik ini aku benar-benar emosi. Bagaimana tidak? Zahra yang selama ini bilang selalu kangen sama ayahnya, kemarin mau aku ajak jalan-jalan justru menolak mentah-mentah.  Aku sudah menjemputnya ke sekolah dia menolak, bahkan saat aku kejar lagi sampai depan gang kontrakan ibunya pun, gadis kecilku itu tetap menolak. Aku yakin dia begitu karena pengaruh ibunya. Karena apalagi kalau bukan rayuan ibunya yang sengaja agar terlihat paling berkorban dan berjasa. Padahal aku juga sudah bilang kalau jalan-jalan kali ini spesial, karena aku akan memperkenalkannya dengan seseorang. Aku pun bilang kalau Nisa dan b
Baca selengkapnya
Bab 31 Kena Mental Kamu, Mas
Pov : Wita Aku dan Zahra dijemput Mbak Ulya pagi tadi untuk jalan-jalan ke Anggrek Mall. Sekadar cuci mata dan ngobrol-ngobrol ria. Zahra terlihat begitu bahagia main perosotan di kids land lalu makan di tempat makan yang terkenal dengan ayam kriuknya. "Minumnya susu coklat aja ya, Bu," ucap Zahra saat kuminta memilih minuman yang tersedia. Aku mengangguk pelan. Mbak Ulya memesan tiga paket ayam lengkap dengan dua minuman bersoda dan satu susu coklat untuk Zahra. "Zahra seneng nggak hari ini?" tanya Mbak Ulya dengan senyum manisnya. "Seneng banget dong, tante. Lain kali ajak Zahra dan Ibu jalan-jalan lagi ya?" pinta gadis kecilku itu. Mereka pun tertawa bersama. "Lain kali kita ajak Om Hanan, mau?" Mbak Ulya melirik ke arahku. Aku melotot tajam menatapnya. "Zahra mau kalau ibu juga mau, Tante," jawab Zahra dengan senyum lebarnya. Pintar sekali jawaban shalehahku itu. Dia memang selalu begitu, peka dengan apa yang kurasa. Kami masih ngobrol ngalor-ngidul kulihat Mas Hana
Baca selengkapnya
Bab 32 Balasan
Hari ini tugasku cukup banyak. Pekerjaan semakin menumpuk karena ruang kerja dan jualan bahan craft aku pindah di kontrakan sebelah. Tepat di samping kontrakanku sebelumnya. Harusnya bulan lalu, tapi kontrakan baru saja kosong karena pengontrak sebelumnya baru pindah kemarin sore. Ruang pertama ada etalase berisi aneka bahan craft, sebuah rak berukuran sedang untuk aneka bunga siap pakai dan rak gantung untuk bahan yang sudah aku packing kecil-kecil. Biasanya anak-anak sekolah membeli bahan berukuran mini untuk tugas sekolahnya. Kadang untuk uji coba sembari menonton tutorial youtube yang kupunya. Sesekali bertanya jika belum mengerti maksud videonya meski sudah cukup jelas step-stepnya. Mereka juga sering tanya nama-nama bahan yang aku kugunakan untuk membuat kerajinan, memilih di display karena semua sudah aku siapkan di sana. "Sudah rapi semua nih, Mbak," ucap Mbak Mayang kemudian. Kulirik jarum jam hampir menunj
Baca selengkapnya
Bab 33 Adzabkah Itu?
"Mbak, sebagian stok aksesoris dititipin ke toko busana muslim atau butik saja gimana? Daripada banyak stok di rumah. Apalagi kalau nggak ada orderan kita nyetok terus, jadi makin banyak stoknya, kan?" saran Mbak Salwa sembari membuat bunga bakar.Dia memotong kain kecil-kecil lalu membakarnya perlahan hingga mendapatkan satu persatu mahkota bunga yang cantik. Proses bakar membakar ini membutuhkan ketelatenan dan kesabaran lebih sebab jika tak sabar, bukan kelopak cantik yang didapat melainkan kelopak gosong terbakar lilin. "Bener juga ya, Mbak. Kira-kira toko mana yang mau menerima aksesoris handmade begini? Duh aku nggak biasa menawarkan ke toko-toko, Mbak. Jadi, agak takut dan malu kalau ditolak apalagi aksesoris pabrikan yang lebih murah dan cantik pun banyak," balasku sambil tersenyum tipis. "Nanti aku antar juga bisa, Mbak. Harus dicoba, kalau nggak mencoba dulu, kita nggak tahu hasilnya gimana, kan? Aksesoris pabrikan emang banyak, tapi yang handmade ini susah ditiru. Tiap ta
Baca selengkapnya
Bab 34 Pertemuan Yang Direncanakan
|Mbak Wita, bakda maghrib ada acara nggak? Kalau nggak ada, aku mau traktir kamu di Cafe Berliana Jalan Delima 26, nanti aku antar jemput. Kalau Mbak Wita sibuk, bisanya kapan? Biar aku yang nyusun waktu buat Mbak| Sebuah pesan dari Mbak Ulya masuk ke ponsel. Aku membacanya melalui notifikasi. Bakda maghrib? Sepertinya nggak ada acara, lagipula malam minggu begini memang biasanya kugunakan untuk bersantai bersama Zahra di depan tivi. Malas ke mana-mana karena biasanya jalanan macet setiap weekend tiba."Ra, tante Ulya mau traktir kita makan di cafe habis maghrib, Zahra mau?" tanyaku pada gadis kecilku itu yang masih sibuk mengikat tali di rambutnya. "Apa, Bu? Kita mau ditraktir tante Ulya lagi, ya? Horeeeee! Zahra mau, Bu." Gadisku berteriak sembari tepuk tangan kegirangan.Dia bahkan memutar-mutarkan badannya seperti balerina saking senangnya. Mungkin tak hanya senang ditraktir, tapi senang juga diajak jalan-jalan. Jarang aku ajak dia jalan malam-malam begitu. Kasihan dia kalau nai
Baca selengkapnya
Bab 35 Teka-teki Terungkap
"Aku akan menjelaskan tentang masa lalu kita, Wita. Aku hanya ingin mengungkapkan semuanya agar kuta sama-sama lega. Tak ada lagi prasangka macam-macam. Jikalaupun nanti kamu nggak percaya, tak apa. Yang penting aku sudah mengatakan yang sejujurnya," ucap laki-laki itu lagi. Entah mengapa hatiku kembali berdebar saat dia mengucapkan kata masa lalu kita. Nyeri dan perih itu kembali menjalar dalam dada.Masa lalu yang membuat hidupku semakin nelangsa, sebab ibu dan bapak pun merasakan dampaknya. Mereka dihina bahkan sempat dikucilkan beberapa tetangga.Aku baru sadar, Mbak Ulya dan Mas Hanan pasti sudah merencanakan pertemuan ini sebelumnya. Mereka bersekongkol. "Kamu mau mendengarkan ceritaku, kan, Wit? Kalau misal nggak mau, aku akan pergi sekarang," ucap Mas Hanan dengan sedikit kebingungan. Mungkin dia merasa nggak enak hati karena aku diam saja sedari tadi. Laki-laki itu beranjak dari kursinya lalu membalikkan badan. Baru beberapa langkah sudah kucegah. "Kalau memang ada yang p
Baca selengkapnya
Bab 36 Saat Menghadiri Undangan
"Assalamu'alaikum, Wita. Gimana kabarnya?" Suara Mbak Ningsih terdengar begitu riang. Dia anak sulung Bik Sarah masih saudara cukup dekat dengan mantan suami. Sejak delapan tahunan menikah dengan Mas Aris, hanya Mbak Ningsih lah yang selalu membelaku di depan keluarga besar. Dia seolah menjadi pahlawan di setiap kesempatan. "Wa'alaikumsalam, Mbak. Alhamdulillah baik, Zahra juga. Mbak Ningsih dan keluarga apa kabar? Tumben banget ini nelepon," balasku kemudian. Mbak Ningsih tertawa kecil. Seperti biasanya dia memang murah senyum dan ramah. "Tumben banget emang, Wit. Kamu tahu sendiri lah, sejak sakit stroke itu Mbak jarang pegang ponsel," balasnya kemudian. Aku kembali membayangkan bagaimana wajah dan senyum Mbak Ningsih detik ini."Sejak cerai sama Aris, kamu jarang nongol lagi di sekitar sini loh, Wit. Mbak kadang kangen sama kamu dan Zahra tapi sayangnya nggak diizinkan ke mana-mana kalau tanpa pengantar. Kamu juga sudah nggak pernah main ke rumah. Sibuk, ya?" Mbak Ningsih kembal
Baca selengkapnya
Bab 37 Tak Ada Asap Jika Tak Ada Api
|Kamu ngapain ke rumah Mbak Ningsih sama Pak Hanan? Kamu beneran sudah nerima cinta dia, Wit?|Pesan dari Mas Aris 31 menit lalu baru kubuka. Ternyata, ada beberapa pesan yang masuk ke aplikasi hijauku itu. |Apa Pak Hanan sudah melamar kamu, Wit? Kamu menerimanya nggak?|10 menit kemudian dia kembali mengirimkan pesan. Entah mengapa dia terlihat cukup resah dengan kehadiranku di acara Mbak Ningsih kemarin.|Balas dong, Wit. Kenapa nggak mau balas? Apa Zahra mau menerima Pak Hanan dengan baik? Apa dia senang jika Pak Hanan datang?|10 menit lalu dia kembali mengirimkan pesan. |Wita! Kamu lupa caranya ngetik atau emang amnesia sama huruf? Kenapa nggak balas padahal online?| |Bener-bener kamu ya, Wit! Apa Pak Hanan serius sama kamu?| Pesan 2 menit yang lalu. Sepertinya orang itu memang rada konslet. Heran! Masih saja sibuk mengganggu hidupku padahal dulu dia sendiri yang mencampakkanku. Begitu rupanya jalannya kehidupan, kita akan merasa kehilangan jika dia sudah tak bisa lagi digeng
Baca selengkapnya
Bab 38 Ancaman
Pov : Aris Pikiranku akhir-akhir ini benar-benar kacau. Wita seolah sengaja menjaga jarak dan tak mau memberiku kesempatan kedua meski sudah berulang kali kumeminta. Bahkan aku juga sudah membujuk Zahra agar mau merayu ibunya untuk sekadar bertemu denganku, namun tetap saja gagal. Sepertinya Wita memang sudah tak mengharapkanku lagi. Di kantor, aku mulai tak fokus kerja. Sering kali melakukan kesalahan bahkan yang paling parah kemarin. Aku sampai ditegur Pak Hanan gara-gara kebanyakan melamun, memikirkan masalah ini. Aku seolah sudah kehabisan akal untuk merayu Wita lagi. Tapi aku tak akan menyerah. Sampai kapan pun aku nggak rela jika Wita kembali pada Pak Hanan. Aku nggak rela! "Kesampingkan masalah hati saat masih di kantor. Persoalan hati yang galau, jangan sampai mengganggu pekerjaan. Jangan dicampur aduk supaya tak sering melakukan kesalahan," ucap Pak Hanan kemarin saat aku dipanggil ke ruang kerjanya. Aku hanya menunduk dan mengiyakan. Tak banyak kata apalagi alasan. "K
Baca selengkapnya
Bab 39 Restu
Pov : Hanan"Aku mencintaimu, Wita. Jangan tanyakan mengapa, karena ia hadir begitu saja dalam hati tanpa pernah kuminta apalagi kupaksa," ucapku saat itu pada gadis sederhana dengan hijab merah mudanya. Aku bertemu dengannya beberapa kali di toko buku langganan.Mendengar ungkapan hatiku, bukannya kaget lantas menerima, dia justru tertawa. Sepertinya geli sendiri sampai kulihat dia geleng-geleng kepala lalu meninggalkanku begitu saja. "Aku sudah membayarnya," ucapku pada gadis itu saat dia menyerahkan buku yang dia bawa ke kasir. Sang kasir pun tahu maksudku setelah kukedipkan mata padanya. Aku terbiasa ke toko ini, jadi mereka cukup hafal dan tahu siapa aku."Buat apa dibayarin? Aku nggak minta bahkan kita nggak saling kenal, kan?" tanyanya serius. "Mungkin kamu nggak kenal aku, tapi aku cukup kenal kamu," balasku dengan senyum lebar. Dia makin tak mengerti, terbukti kedua alisnya mengerut karena penasaran. "Namamu Wita. Rumah samping masjid Nurul Huda Jalan Flamboyan 4 tak jauh
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status