Semua Bab Suamiku Terjerat Hubungan Terlarang: Bab 11 - Bab 20
110 Bab
Part 11
"Astaghfirullahaladzim!" pekikku sembari beringsut menjauh. "Kenapa, May?" tanya Mas Ibnu dengan suara serak. "Kamu ngapain masuk kamar aku, Mas?!"  "Lah, memangnya kenapa? Kamu itukan istri aku!" "Lucu kamu ya, Mas. Bukannya kamu bilang ke Pak Akbar kalau aku ini mantan istri kamu. Dan kamu udah ngenalin uler keket itu sebagai istri kamu?!" Mata Mas Ibnu langsung membulat sempurna mendengar ucapanku.  "Aku juga nggak menjamin kalau kamu itu tidak tertular penyakit kelamin. Lusi itukan doyan gonta-ganti pasangan. Siapa tahu dia punya penyakit dan menular sama kamu!" hardikku lagi. "Tutup mulut kamu, Mayla!! Kalau kamu nggak mau kasih jatah aku, nggak usah jelek-jelekin Lusi. Kamu itu maunya apa sih? Asisten rumah tangga yang biasa nyiapin keperluan aku kamu pecat. Sekarang semua pekerjaan malah suruh dikerjakan sama Lusi yang je
Baca selengkapnya
Part 12
 Hari ini toko lumayan cukup ramai. Aku dan Andita cukup kewalahan melayani pengunjung, karena ternyata hari ini adalah hari valentine.     Mungkin karena faktor usia sampai aku lupa hari juga tanggal. Untung saja stok bunga mawar masih melimpah ruah, sehingga pelanggan tidak kecewa karena barang yang mereka minta masih tersedia.    "Alhamdulillah, An. Kita ampe nggak istirahat!" ucapku kepada Andita yang terlihat sedang memijat-mijat betis.    "Iya, Bu. Mudah-mudahan besok rame lagi kaya sekarang. Biarpun capek tapi seneng ya, Bu?" sahut Andita sambil melengkungkan bibirnya.     "Assalamualaikum!"     Aku dan Andita menoleh secara bersamaan ketika Abraham meng
Baca selengkapnya
Part 13
Astaghfirullah, bagai ribuan duri menancap di relung hati ini. Sakit sekaligus malu diperlakukan seperti ini oleh suami sahku sendiri. "Ya Allah, Mas. Walaupun dia selingkuhan kamu, Meskipun Lusi itu orang yang udah merebut suami aku, aku itu tidak sejahat itu loh, Mas. Lagian kamu kan tahu, aku ini kerja seharian. Mana tahu dia makan apa dan melakukan apa. Bisa saja dia jajan sembarangan, dia itukan aslinya juga memang jorok!" jawabku datar, membuat semua orang yang ada langsung berbisik entah membicarakan apa. "Ibu Lusi itu alergi olahan susu sapi, Pak. Bisa jadi dari keju, yoghurt atau makanan sejenisnya," kata dokter bertubuh tambun itu menambahkan. "Keju, Lusi alergi berat sama keju!" Mas Ibnu langsung berseru.  Tanpa ba bi bu, laki-laki yang sudah menikahiku selama dua belas tahun tersebut berlari menghampiri sang gundik. Membelai lembut rambutnya dan hendak mencium kening wanita ular itu
Baca selengkapnya
Part 14
Aku duduk di meja makan sambil menikmati nasi uduk buatan Mpok Melah yang rasanya sudah tidak diragukan lagi. Sudah murah, enak pula. Tidak lupa juga membelikan sebungkus untuk Mas Ibnu, karena hari ini tidak ada Lusi yang menyiapkan sarapan untuk laki-laki itu. Sekali-kali lah, Mas Ibnu sarapan enak. Jangan makan masakan bidadari somplak itu terus. Kasihan! Jarum pendek jam sudah menunjuk ke angka enam pagi. Gegas aku memesan ojek online untuk mengantarku berangkat ke toko, dan terus menghubungi Mas Ibnu ketika sudah keluar dari rumah. "Ada apa, Sayang?" tanya Mas Ibnu dengan suara serak khas orang baru bangun tidur. "Kamu sudah bangun? Sudah siang, ayo berangkat kerja. Nanti kalau kamu nggak kerja, siapa yang bayar biaya rumah sakit Lusi?" jawabku panjang kali lebar. "Duh, masih pagi, May! Jangan bahas dia!"  'Tumben, nggak mau bahas gundiknya!' gerund
Baca selengkapnya
Part 15
Teringat dua belas tahun yang lalu, saat kami masuk ke kamar hotel setelah selesai melakukan resepsi pernikahan kami, Mas Ibnu membopongku masuk, tersenyum penuh arti sambil membisikkan kata cinta di telingaku. Aku begitu bahagia kala itu. Begitu juga dengan Mas Ibnu yang tiada henti-hentinya berucap syukur karena akhirnya bisa mempersunting ku. Tanpa terasa buliran-buliran air hangat mulai luruh dari ujung netraku. Sekuat tenaga aku sudah menahannya, tapi butiran-butiran luka itu tetap saja lolos tanpa mampu aku bendung lagi. "Kok kamu malah nangis, May. Apa aku menyakitimu?" tanya Mas Ibnu seraya menghapus air mataku dengan ujung jarinya. "Kenapa kamu menghianati aku, Mas?" Aku terus menatap manik hitam nan teduh milik suamiku. Hening. Hanya helaan nafas berat Mas Ibnu yang terdengar. "Apakah kamu tidak pernah berpikir sedikit saja tentang perasaan serta ha
Baca selengkapnya
Part 16
  . "Nggak mau. Aku kan masih kangen sama kamu. Masa gandeng tangan suami sendiri nggak boleh!" Aku pura-pura merajuk. "Manis banget istrinya Mas kalau lagi ngambek!" Mas Ibnu mengusap lembut pipiku. Cup! Bibir laki-laki itu tiba-tiba mendarat di kening. Aku menatap manik hitam suamiku, ternyata getaran cinta di hatiku masih ada, bahkan terasa masih kuat. Apalagi kalau dia memperlakukan aku dengan manis seperti ini, walaupun aku tahu semua hanya sandiwara untuk menutupi kebusukannya. "Ayo masuk!" ajaknya ketika kami sudah sampai di depan kamar Lusi. Aku terus merangkul lengan suamiku, dan kentara sekali kalau dia merasa risi ketika masuk dengan mode seperti ini. "Assalamualaikum!" ucapku tanpa melepas tangan Mas Ibnu. Ibu yang sedang berbaring di sofa langsung menjawab salam dan tersenyum mel
Baca selengkapnya
Part 17
Aku membuka mata dan segera turun dari tempat tidur karena sang muadzin sudah mengumandangkan adzan subuh.  Gegas aku masuk ke dalam kamar mandi, mengguyur tubuh menghilangkan hadas besar dan lekas membangunkan Mas Ibnu. "Memangnya jam berapa, May?" tanya Mas Ibnu seraya menggeliat seperti ulet keket. "Udah subuh. Ayo mandi. Kita sholat berjamaah. Sudah lama loh, kita nggak sholat bareng-bareng!" Sahutku seraya mengenakan pakaian.  "Mas absen dulu ya." Dia kembali membungkus tubuhnya dengan selimut. "Berarti nanti malam absen tidur di kamar ini juga ya. Aku nggak mau tidur bareng sama orang yang nggak mau sholat!" pungkasku. "Iya deh. Sekarang jadi doyan ngambek istrinya Mas!" Dia mencolek daguku. Aku mendengkus kesal karena wudhuku jadi batal. Pagi ini, setelah sekian lama akhirnya kami bisa sholat berjamaa
Baca selengkapnya
Part 18
   "Kok melamun?" tanya Mas Ibnu menarikku dari lamunan. "Nggak, Mas. Ya sudah aku kerja dulu. Kamu hati-hati di jalan." Membuka pintu mobil dan lekas keluar.  Aku melambaikan tangan ketika Mas Ibnu membunyikan klakson dan menggerakkan kendaraan roda empat miliknya menjauh. "Wah, Bu Mayla cantik sekali hari ini," puji Andita yang ternyata sudah berada di teras toko. "Gombal kamu, An!" sahutku seraya mengambil anak kunci dari dalam tas. "Tadi suaminya Ibu?" "Iya, An." Mengulas senyum. "Romantis banget ya." Alisku bertaut mendengar dia bilang suamiku romantis. Jangan-jangan, Andita tadi melihat Mas Ibnu mencium bibirku? Biarlah, dia kan suamiku. Dan masih halal melakukan apa saja denganku. *** "Fik, tolong kirim ra
Baca selengkapnya
Part 19
    "Iya, May. Maaf. Aku benar-benar nggak tahu." Mas Ibnu menggengam jemariku dan mengecupnya dengan lembut.   Aku mlepas sabuk pengaman karena kami sudah sampai di parkiran pusat perbelanjaan. Mas Ibnu menggadeng tanganku mesra menuju toko perhiasan yang lumayan cukup besar dan bagus-bagus sekali modelnya.   "Waw.... inikan yang Bram fotoin ke aku tadi siang...." Aku menatap kagum sebuah kalung limited edition bertahtakan berlian yang terpajang di etalase.   "Ta–tapi, itu harganya terlalu mahal, May." Mas Ibnu tergagap melihat harganya.   Ah, tapi masa iya, dia tidak punya uang sebanyak itu. Kayanya kalo dia beli sepuluh biji barang seperti itu juga dia mampu, deh. Kan aku tahu gaji dia itu lumayan gede, ditambah lagi tunjangan-tunjangan yang dia dapat dari perusahaan.   "Kok, melamun?" Mas Ibnu mengusap lembut wajahku.   Aku menyu
Baca selengkapnya
Part 20
"Lus, Lusi!" Aku membangunkan Lusi yang masih terlelap di balik selimut. "Apaan sih, May. Aku masih ngantuk!" Perempuan berambut keemasan tersebut langsung membungkus kepalanya dengan selimut. "Bangun, udah siang." "Aku mau membatalkan perjanjian itu, May. Aku nggak kuat!" Lusi menyibak selimut dan turun dari tempat tidur. "Oke, kita bicarakan nanti di luar. Kamu mandi dulu. Bau banget!" Mengibas-ngibaskan tangan di depan hidung. Tanpa banyak basa-basi aku keluar dari kamar dan menghapiri Mas Ibnu yang sedang duduk membaca koran. "Kenapa, May? Kok mukanya dilipet begitu. Cantiknya ilang tau!" Mas Ibnu mencubit pipiku. "Memangnya aku cantik? Bukannya aku buruk rupa, wajahnya mbosenin dan keliatan tua!" sahutku kesal. Entahlah, akhir-akhir ini ruang emosiku lebih tinggi dan sulit sekali untuk terkendali. Moodku mudah se
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status