Semua Bab Suamiku Terjerat Hubungan Terlarang: Bab 31 - Bab 40
110 Bab
Part 31
Ting! Sebuah notifikasi pesan masuk ke gawaiku. Dari Gus Azmi. Ah, tapi sepertinya Raihan yang mengirim pesan menggunakan ponsel guru ngajinya.  Raihan memang sering bercerita kalau Gus Azmi sudah menganggap dia sebagai putra kandungnya sendiri, karena dia sepantaran dengan putra angkat Gus Azmi yang meninggal karena sakit lupus. Raihan juga selalu mendapat perhatian lebih dari kyai Ma'arif ayah kandung Gus Azmi. [Assalamualaikum, Mam. Maaf Raihan sedikit merepotkan. Kalau Mama lagi sempat dan ada uang lebih, tolong belikan Raihan baju koko sama sarung baru ya, Mam. Baju koko Raihan sudah mulai pada kekecilan. Mama juga jangan lupa jaga kesehatan. Jangan banyak-banyak melamun. Sholat yang rajin dan jangan lupa puasa sunah senin kamisnya ya.] Isi pesan dari putraku panjang lebar, dan membuat hatiku mencelos karenanya. "Pasti WA dari Ibnu ya? Ketahuan soalnya, mukanya langsung
Baca selengkapnya
Part 32
   Setelah selesai belanja kebutuhan Raihan, aku segera pergi ke salon untuk perawatan rutin lalu masuk me dalam mall membeli barang yang tidak dijual di pasar.  Saat berjalan menuju tenant sepatu, aku mendengar ada sedikit keributan di sana. Dan ketika aku perhatikan, sepertinya aku mengenal siapa yang sedang teriak-teriak diantara beberapa orang yang sedang berdiri mengerubunginya.  Ada apa dengan dia? Karena jiwa penasaranku meronta-ronta, aku menghampiri sumber kegaduhan serta menanyakan ada masalah apa dengan Mbak-mbak cantik nan glamor yang berdiri di hadapanku. "Dia nyobain sepatu, sudah saya bilang nggak muat tapi dia maksa dan akhirnya sepatunya lecet. Giliran suruh bayar mbaknya marah-marah!" terang seorang sales profesional girl yang sedang melayani wanita itu. "Dasar sepatunya saja yang jelek, masa cuma di jajalin doang
Baca selengkapnya
Part 33
"Ini aja aku pake duitnya Bram dulu, Mas. Kata dia nggak apa-apa pake saja, dia juga bilang kalau dirinya sudah menganggap Raihan seperti anaknya sendiri!"  "Kamu kan bisa minta sama aku, Mayla. Aku masih mampu membelikan baju buat anakku, nggak perlu ngemis-ngemis sama orang lain!" dengkusnya kesal. "Ya sudah, Mas. Kita ngobrolnya di cafe depan mal saja. sepertinya mal ini sudah mau tutup. Lagian aku capek nenteng belanjaan banyak banget begini!" ajakku seraya menunjuk sebuah cafe di seberang jalan. "Ya sudah, sini, biar belanjaannya Mas bawain." Dia Mengambil alih semua barang yang ada di tanganku dan berjalan mendahuluiku menuju cafe tersebut. Aku menyeringai puas karena Mas Ibnu masuk ke dalam perangkapku, dan sepertinya dia melupakan si rambut keemasan itu. Ponsel Mas Ibnu terus saja menjerit-jerit ketika kami sudah berada di dalam cafe. Gegas aku mengambil ponsel terse
Baca selengkapnya
Part 34
"Maaf, Mas. Aku sudah ngantuk." Segera ku putuskan sambung telepon, menonaktifkan ponsel karena takut Mas Ibnu kembali menghubungi dan memaksa untuk membuka pintu.Aku kembali mencoba memejamkan mata. Membiarkan jiwa ini berlayar ke samudera mimpi, walaupun aku tahu akan sulit bagiku untuk terlelap kembali setelah tahu ada Mas Ibnu di depan kios. Aku takut dia nekat menerobos masuk dan kembali melecehkanku.Karena rasa kantuk tidak kunjung menyapa, gegas diri ini mengambil wudhu dan bertilawah hingga akhirnya rasa kantuk mulai terasa. Aku meletakkan mushaf di atas meja lalu kembali berlayar ke pulau mimpi.Tiba-tiba aku merasa ruangan yang aku tempati menjadi panas juga gelap. Sepertinya mati lampu.Ya Allah, ada-ada saja sih. Kalau aku keluar, aku takut Mas Ibnu masih ada di halaman toko dan kembali mengganggu. Tapi kalau bertahan di dalam tanpa penerangan dan pendingin udara, aku tidak bisa melanjutkan tidur karena gelap dan juga panas.Aku memutuskan untuk mengaktifkan ponsel dan
Baca selengkapnya
Part 35
Aku menarik nafas dalam-dalam, melonggarkan dada yang terasa sesak lalu membuang napas perlahan. Kepalaku terasa sakit karena terlalu lama menangis. Abraham beranjak dari duduknya dan tidak lama kemudian dia kembali membawa segelas teh hangat dan memberikannya kepadaku."Terima kasih, Bram," icapku seraya menyesap sedikit demi teh manis yang terlalu kemanisan itu."Habisin, jangan nyisa. Mubadzir!" perintahnya."Iya, Bram. Ini teh manisnya kaya kolak, manis banget!" Aku meneguk teh buatan Abraham hingga tandas."Karena yang minum orangnya manis, Mayla!" Aku menggigit bibir sambil melirik wajah Abraham yang sedang serius menatap layar laptop. Mungkin saat ini wajahku sudah bersemu merah karena pujiannya. Sebab sudah lama tidak ada orang memujiku."Jangan lirak-lirik, nanti naksir!" celetuknya tanpa menoleh.Dih, siapa juga yang bakalan naksir sama dia. Aku nggak mau saingan sama Andita, karena sudah pasti aku akan kalah. Andita masih muda, cantik, sedangkan aku sudah emak-emak, calon
Baca selengkapnya
Part 36
“Ngapain Ibnu ke poli KIA, May?” Abraham menatap penasaran.“Aku nggak tahu, Bram,” sahutku pelan, karena tubuh ini masih terasa lemas.Ragu-ragu aku berjalan perlahan menuju poli KIA, ingin mencari tahu apa yang sedang suamiku lakukan di dalam sana.“Pake kursi roda, May!” titah Abraham.Aku langsung duduk di atas kursi roda yang tersedia dan segera masuk ke poli tersebut.Dadaku bergemuruh hebat ketika melihat Lusi sedang duduk mengantre di depan ruang periksa kandungan, didampingi oleh Mas Ibnu yang terus saja mengusap lembut rambutnya.Apa dia sedang mengandung anak Mas Ibnu?Ya Allah, sakit sekali rasanya diri ini melihat pemandangan seperti itu. Ternyata cinta di hatiku masih ada, dan hati ini terbakar cemburu ketika melihat Lusi bergelayut manja di lengan pria yang masih berstatus sebagai suamiku itu.Aku pikir, setelah kejadian kemarin Mas Ibnu akan berpaling dari Lusi dan meninggalkan wanita ular tersebut. Ternyata dugaanku salah, dia masih saja lengket dengan si ulat bulu, b
Baca selengkapnya
Part 37
Aku hendak berlari menolongnya namun Abraham mencegahku dan segera menutup toko karena keadaan sudah terlihat sangat kacau."Kamu itu tidak berprikemanusiaan banget sih, Bram. Lihat Lusi kesakitan begitu. Dia lagi hamil, Bram. Aku takut terjadi sesuatu dengan calon bayinya." Aku berujar sambil menatap sinis mata Abraham."Biarkan saja, Mayla. Dia sudah berkali-kali menyakiti kamu, tapi kamu masih mau menolongnya!" sahut Abraham tidak kalah sengit.Lama-lama kita berdua bisa seperti Tom and Jerry yang tidak pernah akur."Dia memang sudah menyakitiku dan aku sangat membencinya, Bram. Tapi calon bayi Lusi tidak tahu apa-apa. Dia berhak ditolong. Aku berniat menyelamatkan calon jabang bayinya bukan si ulet bulu itu!""Lah, apa hubungannya dengan calon anaknya Lusi?" Abraham mengerutkan kening."Kamu lihat, Lusi perdarahan. Kalau tidak segera ditolong bayinya pasti tidak selamat!"Abraham akhirnya memberiku jalan dan membiarkanku menolong mantan tunangannya."Kamu nggak usah sok baik, Mayl
Baca selengkapnya
Part 38
'Lagian kamu sih, May. Kepedean banget!' Aku bergumam sendiri dalam hati."Aku itu kebetulan lewat sini, terus liat kamu berdiri di pinggir jalan dan sebagai tertangga kampung ya aku menyapa." Pria beralis tebal itu melengkungkan bibir, seperti mengejek diriku yang terlalu percaya diri."Oh, maaf. Kirain mau jemput aku." Membuka sabuk pengaman yang sudah terpasang, akan tetapi ketika aku hendak membuka pintu Abraham malah menyalakan mesin kendaraannya, melaju meninggalkan tempat dimana Lusi sedang dirawat dan terbaring sendirian.Aku menggigit bibir sambil membuang pandang ke luar jendela. Ucapan Abraham barusan bener-bener menyentil hatiku.Tapi bener kata Abraham, emang aku siapanya dia?Ya Allah, ternyata aku tidak punya siapa-siapa selain anak serta orang tua nun jauh di daerah sana.Tanpa terasa dua bulir air bening lolos begitu saja dari sudut mataku, disusul butiran-butiran lainnya yang membuat pipi ini kian basah. Aku mengusapnya perlahan takut Abraham melihat aku menangis dan
Baca selengkapnya
Part 39
“Percaya sama aku, May. Aku tidak akan lagi menduakan kamu.” Mas Ibnu melonggarkan pelukannya, mengusap pipi ini dengan punggung tangan seraya menatapku penuh nafsu.Aku beringsut menjauh darinya karena takut. Walaupun masih halal untuknya, tetapi rasanya sudah terlalu sakit jika harus kembali melayani buaya darat itu.Aku bukan boneka yang bisa ia permainkan sesuka hati, yang bisa dipungut dan dibuang kapan pun dia mau.“Mayla, ayo kita pulang,” pintanya lagi dengan suara bergetar.“Nggak, Mas. Aku nggak mau!” Aku menggeleng takut.“Kenapa? Karena sudah ada Bram yang menghangatkan malam kamu. Karena posisiku sudah digantikan olehnya. Aku nggak masalah jika harus berbagi dengan Bram, Mayla!” racau lelaki berjambang tipis tersebut seperti orang sedang mabuk.Plak!Panas perih menjalar di telapak tanganku. Begitu juga dengan Mas Ibnu yang terus saja memegangi pipinya, seraya menatapku dengan sorot mata penuh amarah.“Aku bukan wanita murahan, Mas. Jangan samakan aku dengan gundikmu yang
Baca selengkapnya
Part 40
"Tadi kata Gus Azmi, beliau berkali-kali menghubungi kamu tapi tidak ada jawaban." Kini nada suara Abraham mulai melembut. "Ya sudah, aku anterin kamu sekarang," imbuhnya lagi."Tapi....""Nggak usah nolak!" potong Abraham sambil melipat tangan di depan dada. "Aku mau naik travel saja, Bram. Nggak mau merepotkan kamu!" "Mayla. Ya Allah. Anakmu lagi sakit. Sekarang dia butuh kamu, May. Kalau pake travel harus nunggu besok. Kasihan Raihan, May!" sentaknya membuat aku tidak bisa menolak.Buru-buru aku memasukkan beberapa potong baju dan kerudung ke dalam tas, memberi tahu Mas Ibnu juga menyuruhnya segera menyusul ke Tegal. Biar bagaimanapun Mas Ibnu adalah ayahnya. Dia berhak tahu keadaan Raihan sekarang. Aku tidak mau menjauhkan anakku dengan ayahnya.***Sepanjang perjalanan aku terus saja memikirkan keadaan Raihan. Kira-kira dia sakit apa? Kenapa Gus Azmi hanya membaca pesanku ketika aku menanyakan sakit yang sedang di derita putraku. Apa Raihan sakit parah?Ya Allah, lindungilah a
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status